"Aina? Lo Aina kan?".Merasa namanya disebut, Aina berbalik ke asal suara dibelakangnya. Tampak seorang lelaki dengan wajah yang cukup menarik, tidak terlalu tampan. Aina menelisik dari atas sampai bawah. Sampai uluran tangan terpaku dihadapannya.
"Gue Laren, kita satu sekolah". Ujarnya, sambil tersenyum manis.
Aina menghembuskan nafas. Gadis itu kemudian berjalan melewati Laren, tanpa menerima uluran tangannya. Ia melangkah keluar dari cafe buku itu.
"Ternyata memang susah". Batin Laren.
Bukan menyerah, lelaki itu memilih belari mengejar Aina, hingga langkah mereka sejajar, lelaki itu kemudian berdeham pelan mencoba mencuri perhatian.
"Ada apa?". Tanya Aina, tetap menatap kedepan.
"Kayaknya lo lebih suka to the point yaa?. Okey. Jadi sebenernya gue mau ajak lo join eskul melukis." Ujar Laren, sedikit melompat karena bersemangat.
"Gambar gue jelek". Ujar Aina, sambil mengeluarkan earphone dari dalam tote bag nya.
"Ehh?? Mana mungkin. Tempo hari gue ngeliat lukisan lo yang masih disimpen diruang pameran tuh. Lukisan laut? Atau burung camar yaa?. Lukisan lo indah kaya-"
"Lo salah orang". Potong gadis itu.
"Mana mungkin. Nama dilukisan itu Ina A, yang artinya udah pasti A Ina. And of course it's you". Jelas Laren.
"Ada banyak nama Ina disekolah kita, not just me"
Laren menghembuskan nafas, sepertinya memang susah membuat gadis ini tertarik.
"Okey, anggap aja itu memang bukan lukisan lo. Tapi, lo mau ngga join eskul ini?. Gue perlu anggota banget nih". Ujar Laren, dengan nada sedikit memelas.
Bahkan sebelum kalimat Laren habis, dua buah earphone sudah menyumpal telinganya.
"KALAU GUE MAU DEKETIN LO BOLEH NGGA?" Teriak Laren.
Gadis itu tidak memberikan reaksi apa-apa. Bahkan menoleh ke Laren yang tertinggal dibelakang pun tidak. Laren menghembuskan nafas.
"Sekeras apa sih musiknya?". Gumamnya.
Mungkin lain kali masih ada kesempatan?.
****
"AINAAA".
Teriakan dari luar kelas, membuat seisi kelas menoleh. Terkecuali Aina. Gadis itu sudah tau siapa yang memanggilnya.
"Ciee Ina, dicariin pacar lo tuh"
"Jangan cuek gitu atuh Naa"
"Jarang-jarang loh ada yang se efforts Laren"
Sebenernya hal ini sudah berturut-turut terjadi dalam seminggu. Setiap bel istirahat berbunyi, beberapa menit kemudian akan disusul suara Laren yang memanggil Aina dengan nyaring.
Aina menghela nafas, ia sedikit risih mendengar teman temannya mengatakan Laren adalah pacarnya. Atau mencomblangkan mereka berdua.
Gadis itu melangkah ke depan kelas, menghampiri Laren yang kini berdiri sambil tersenyum hangat dihadapannya.
Senyum yang gadis itu tak suka.
"Ngebakso yuk?". Ajak Laren penuh semangat.
"Gue bawa bekel". Ujar Aina, melangkah melewati Laren. Dan tentu saja Laren mengikutinya.
"Gampang itu mah. Lo makan dikantin aja bareng gue. Lo sering makan sendiri kan? Emang enak makan sendiri gitu?". Oceh Laren disebelahnya.
"Bukan urusan lo Laren". Ujar Aina.