000

8 2 0
                                    

Kita tidak bisa memilih dari rahim manakah kita dilahirkan. Tapi mungkinkah kita bisa memilih tanah tempat kita dimakamkan?

Pemandangan tak asing itu terhampar begitu saja di hadapan mata kecokelatan milik Nathaniel. Dengan suasana takzim tanpa suara melainkan ombak di belakang tubuhnya.

Di hadapannya kini, sebuah hamparan hijau yang menyembul begitu saja di tengah samudera, tampak damai dengan kunang-kunang yang terlahir dari debu, dan terbang perlahan menuju pohon raksasa yang menjulang ke angkasa.

Tempat dimana gadis kecil itu sedang membaca takdir manusia lewat buku di tangannya.

Berjalan semakin mendekat, kecipak air di kakinya berangsur-angsur berganti dengan gesekan rumput yang merelakan tubuhnya untuk diinjak oleh kaki telanjangnya.

Menyadari kehadirannya, sesosok gadis kecil yang terpejam sambil memeluk buku di dadanya mulai membuka kedua matanya.

Sepasang bola matanya keemasan dan membentuk simbol salib dengan bagian tengahnya yang terhiasi oleh lingkaran. Seakan halo malaikat yang terhiasi di kaca patri Kapel.

Kedua mata itu memicu bola mata kanan Nathaniel untuk bercahaya dengan menunjukkan simbol yang sama.

Gadis kecil dan bola mata itu, adalah awal mula dari segala-galanya.

Meskipun berwujud mukjizat, akan tetapi bagi Nathaniel, hal itu tak lebih dari sebuah cap yang menandakan bahwa ia kini telah diperbudak oleh takdir.

Dan ia takkan pernah bisa terlepas dariny

GNOSIS : HORIZONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang