Shin Haerin—kendati kalimat Jungkook satu minggu yang lalu bagaikan ultimatum yang secara harfiah memintanya untuk menjaga jarak dengan Jiyeon, itu tidak menjadi pukulan telak sama sekali. Malah, saudara tiri Shin itu semakin gencar merecoki, mengusik, bahkan menjahili gadis yang kini hanya mampu menggigit bibir bawahnya seraya menahan hardikan yang nyaris saja ia semprotkan.
Bagaimana tidak, Haerin bahkan mengekori setiap derap langkah kaki membawanya. Tidak peduli jika mereka sekarang menjadi objek perhatian siswa lainnya yang sedang menyantap di kafetaria sekolah lantaran Haerin bergelayutan dilengan kirinya. Sejemang Jiyeon termangu, tidak dapat mencerna situasi mencekam seperti apa yang tengah menderanya.
Apa yang terjadi?
Dahi itu berkerut, pergerakannya dipaku terpatri, niatnya ingin mencari tempat duduk untuk makan harus diurungkan tatkala rasa jengah mendominasi.
Jiyeon yakin ada sesuatu yang merasuki Haerin hingga sampai membuatnya bertingkah laku lebih brutal lagi.
Yumi tidak memberikan banyak komentar apapun kendati ada rasa cemburu sempat hinggap di relung hatinya melihat Jiyeon ditempeli Haerin seperti itu. Menatap lekat punggung keduanya yang berjalan mendahului, seakan keberadaan Yumi tak kasat mata.
Lantas ia mengerucutkan bibir, menghentakkan kaki, kemudian mempercepat langkahnya untuk menyusul dan menyamai.
"Kalian meninggalkanku," ujar Yumi begitu mereka sekarang berjalan bersisian. Melalui ekor matanya, Yumi menangkap gelagat sahabatnya yang tidak nyaman. Ada ekspresi memilukan, berseru meminta pertolongan secara non verbal kepadanya. "A-anu ..." Yumi memutar otak, mencari kata yang pantas untuk dilontarkan agar ia bisa membebaskan Jiyeon dari jeratan yang menyiksanya. "Haerin, tunggu sebentar. Aku baru ingat kalau Pak Choi—ketua komdis, memanggil kami diruangannya."
Bagus, Yumi.
Sementara Jiyeon bersorak dalam hati kegirangan, maniknya mulai memancarkan binar yang menyorot ke arah Yumi—seperti sinyal pemberi semangat.
"Huh?" Haerin menoleh, menatap gerangan Yumi yang baru saja mengudarakan pernyataan. Genggaman tangannya belum terlepas sama sekali dari Jiyeon. "Benarkah? Kenapa Pak Choi memanggil kalian?" lanjutnya.
Seluruh jemari Yumi saling memiting lantaran ia diserang rasa panik. Tapi tentu saja, Yumi tidak akan membiarkan perasan itu mendominasi, mengambil alih tubuhnya dan membuat lidahnya kelu hingga frasanya tergagap.
"Katanya ada sesuatu yang harus dia sampaikan kepada kami, hehe," ia menjeda, tertawa hambar sebentar. "K-kau bisa duluan mencari tempat duduk, aku dan Jiyeon harus pergi dulu sebentar."
Tautan tangan Haerin dengan Jiyeon terputus ketika Yumi mengambil alih, menggamit lengan sang sahabat.
Pun gadis Yoon itu dapat menangkap gurat wajah Haerin yang terkaget. Sepasang irisnya membesar, menoleh ke arah Yumi seraya berkata, "E-eh, kenapa? Apa aku tidak boleh ikut bersama kalian?"
Lantas Yumi diserang bingung, irisnya bergulir dan mencoba menyusun kalimat yang tepat untuk jawaban atas pertanyaan yang diserukan oleh Haerin.
"Tapi Pak Choi sudah memperingatkan kami untuk datang berdua saja." Jawaban itu datang dari Jiyeon, menyambangi dirinya yang menekur untuk beberapa sekon. Pun Jiyeon kembali berujar penuh penyesalan, "Maaf ya, Haerin. Aku tidak bermaksud menolakmu. Tapi ini mandat dari Pak Choi sendiri."
Maka, ada hening yang merangsak cepat disela-sela konversasi mereka. Membuat atmosfir berubah pekam, mimik wajah Haerin yang menjadi pemandangan bagi mereka sangat sulit untuk dibaca. Atau barangkali diterka dan membikin asumsi-asumsi liar di dalam kepala, nyatanya baik Jiyeon ataupun Yumi tidak dapat memikirkan apapun lantaran rasa bersalah lebih menguasai keduanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/195928856-288-k49132.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderfall ✔
FanfictionKeberadaannya membelenggu kebebasan, menyerang kewarasan, membuatnya sinting secara bersamaan; definisi yang tepat untuk mendeskripsikan eksistensi Shin Jungkook. Seorang pemuda yang dipersilahkan untuk ikut campur mengambil alih separuh diri Jiyeon...