Hikari bertemu sosok pemilik senyum manis itu kala ia pertama kali pindah rumah.
Sosok itu tersenyum ramah kepadanya kala mereka bertemu di taman dekat rumah mereka. Suaranya lembut untuk ukuran laki-laki. Sedikit pemalu, tapi gesturnya ramah dan terbuka untuk berteman. Ditambah nama kecil mereka begitu mirip, membuat Hikari terpancing untuk tertawa saat sosok itu mengenalkan dirinya.
Namanya Urabe Hikaru.
Mereka tidak berada di tingkat yang sama. Hikaru kelas empat, Hikari kelas lima, kala itu. Keduanya berjalan bersama ke sekolah setiap pagi, berpisah di ruang loker sepatu, lalu sorenya mereka akan berjumpa kembali dan berjalan pulang–tangan mereka bergandengan. Kalau hujan, keduanya berjalan beriringan dengan payung melindungi tubuh mereka. Jika Hikaru berjalan di depan, ia akan terus-menerus menoleh ke belakang, tersenyum lebar ke arah Hikari.
Bagi Hikari, senyum Hikaru sama manisnya dengan permen stroberi yang biasa ia makan.
Keduanya berbagi musik yang sama. Berbagi jajanan berdua. Jika makan siang bersama, tak segan bertukar bekal. Kalau liburan, selalu Hikaru yang mengajaknya bermain duluan. Hikari adalah saksi di mana Hikaru sering bersikap kekanak-kanakkan. Atau keras kepalanya yang sulit ditaklukkan. Hikaru yang selalu melakukan apapun untuk membuktikan diri, walau berujung kelelahan dan jatuh sakit.
Hikari hafal semuanya, dari mereka di sekolah dasar hingga di SMA seperti sekarang. Termasuk yang ini juga.
"HIKARIIIIII, AYO LATIHAN BASKEEEEETT!"
Suara Hikaru terdengar di lorong menuju kelasnya. Hikari tersenyum lalu menyambar tasnya. Sudah empat hari semenjak pertandingan basket melawan sekolah lain, lalu Hikaru tidak masuk sekolah. Hikari berpikir, mungkin Hikaru kelelahan setelah pertandingan yang intens itu.
"Iya, sabar dong." Hikari keluar, dan mendapati Hikaru tersenyum di hadapannya, masih memakai seragam sekolah.
"Latihan basket?" Hikaru memamerkan cengirannya, membuat Hikari mengacak rambutnya pelan.
"Sudah nggak capek lagi?" tanya Hikari, keduanya berjalan bersisian menuju gedung olahraga. "Waktu itu kamu paling cepat ditarik dari lapangan. Pelatih melihat kalau kamu sudah nggak sanggup lagi. Yakin masih mau latihan? Bolos saja sih, pelatih juga bakalan maklum kok.""
Hikaru menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kemarin aku nggak kuat. Terus dadaku agak sakit. Bolos apanya, enak saja. Aku sudah terlalu ingin bermain basket lagi, lho."
Hikari mengangkat alisnya. "Kamu serius nggak apa-apa? Nanti jangan memaksakan diri ya. Terus kamu sempat periksa ke dokter, nggak?"
Mendengar ada nada khawatir dari pertanyaan Hikari membuat sosok yang lebih muda tertawa kecil. "Apa sih Hikari, kok jadi khawatir begini?"
"Hikaru, aku serius." Nada suara Hikari menjadi lebih datar. Ia cukup lelah menghadapi Hikaru yang tidak sadar diri dan seenaknya ini.
"Ih, iya-iya. Dasar galak. Iya, pas aku nggak masuk sekolah itu aku ke rumah sakit. Periksa macam-macam. Sampai bosan aku jadinya."
"Lalu, bagaimana?" tanya Hikari, menatap Hikaru dengan tajam. "Hasilnya bagaimana?"
Melihat ekspresi Hikari yang sangat serius membuat Hikaru mengerutkan kening. Rasanya seperti bukan Hikari yang biasanya. Entah mengapa Hikaru sedikit takut melihat reaksi dan ekspresi Hikari saat ini.
"Belum tahu deh? Lagipula aku kebanyakan tidur di rumah. Lupa mau bertanya ke mama dan papa juga." Hikaru mengangkat bahu, kemudian langkah mereka sampai di gedung olahraga sekolah. Keduanya pergi berganti baju terlebih dahulu, lalu bergabung untuk memulai pemanasan dan latihan.
Dan Hikari memerhatikan semuanya.
Hikaru yang lebih lemas dibandingkan biasanya. Atau cepat lelah dan sering duduk untuk beristirahat. Wajah yang terlihat agak pucat. Hikari baru pertama kali melihat Hikaru seperti ini. Apakah Hikaru belum pulih total? Apa ada yang ia sembunyikan? Mengapa Hikari merasa cemas berlebihan seperti ini? Ia pun tak paham.
Tetapi lamunan Hikari berkali-kali buyar dengan latihan mereka yang keras. Bunyi bola yang memantul di lapangan, sepatu yang berdecit, suara peluit pelatih, teriakan semua orang, atau bunyi nafas yang menderu. Semuanya membuyarkan pikiran Hikari, hingga latihan selesai.
"Kamu nggak apa-apa nih?" tanya Hikari, menepuk bahu Hikaru pelan tatkala mereka selesai berganti baju. Ruang loker sepi, hanya tinggal mereka berdua di sana. "Kamu tadi kelihatan capek banget. Besok kalau masih sakit, nggak usah memaksakan diri."
"Nggak, aku nggak apa-apa kok." Jawab Hikaru pelan, namun jawaban Hikaru jelas tidak memuaskan Hikari. Ia baru saja hendak melangkah keluar ketika mendadak ia mendengar Hikaru menjatuhkan tasnya sendiri, tangan kanan memegang dada kirinya.
"Hikaru?" tanya Hikari, menghampiri Hikaru dengan cepat, nada suaranya terdengar khawatir. "Kamu sakit? Kita pulang naik taksi saja ya? Biar kuhubungi orang tuamu, sini ponselmu."
"Nggak apa-apa..." gumam Hikaru. "Dadaku sakit, tapi nggak apa-apa.
"Nggak apa-apa gimana?!" tanya Hikari jengkel, sedikit mengejutkan Hikaru. Sudah cukup kesabaran Hikari hari ini dalam menghadapi keras kepalanya Hikaru. "Kamu dari pertandingan kemarin saja sudah terlihat kalau kamu kurang sehat! Tadi pas latihan juga! Sudah ya, hari ini kita pulang pakai taksi!"
Tak kuat untuk membantah, Hikaru mengangguk pelan. Keduanya melangkah keluar gedung sekolah dan berhasil mendapatkan taksi. Hikari menyadari kalau Hikaru tidak membawa jaket tim basket mereka, dan ia membuka jaketnya sendiri untuk menyelimuti Hikaru yang tertidur selama perjalanan pulang mereka.
Gestur Hikari membawa kepala Hikaru bersandar pada bahunya, dan ia mengusapnya lembut.
-xox-
Hikaru tidak begitu menyadari sekelilingnya ketika Hikari membawanya pulang dengan taksi menuju rumahnya. Pun ketika ibunya menyambut dengan khawatir, Hikaru tak ingat apapun yang Hikari bicarakan. Satu jam ia tertidur, ia terbangun dan menyadari kalau ia belum berganti baju. Ia sudah terlalu lelah, dan tertidur dengan jaket Hikari yang masih melekat pada tubuhnya.
Wangi musk dari jaket Hikari menjadi pengantar tidur lebih awal untuk Hikaru malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikaru, You're So Loved
RomanceDari sahabat masa kecil hingga cinta terakhir, si pemilik toko kue hingga teman bertukar cerita, selalu ada cinta dan kasih sayang untuk pemilik senyum manis itu-Urabe Hikaru. FANTASY BOYS © PocketDol Studio. Penulis tidak mengambil keuntungan apapu...