Hujan.

5 1 0
                                    









Semakin berjalan nya waktu, Devano kini berumur 5 tahun sebagai bocah pada tahap aktifnya. Sore itu, rintikan hujan yang pelan perlahan menjadi deras di luar. Dengan penasaran, Devano melihat keluar jendela dan menempatkan tangan kecil nya di kaca jendela.

"Bun.. hujan?"

Kia yang merasa diri nya terpanggil, ia menoleh pada putra kecil nya itu. Dengan senyuman yang tersungging dia bibir nya, Kia mengangguk.

"Iya sayang, hujan."

Mata devano berbinar, melihat hujan yang membasahi halaman rumah nya. Devano menoleh bundanya..

"Vano boleh main hujan?"

"Aduh.. vano mau main ya.."

"Heem.. vano mau main, mau main sama hujan.."

Saut Devano dengan nada polos nya, Kia tidak bisa menahan rasa gemasnya pada devano, ia terkekeh geli dan mengangguk. Tangan nya membelai lembut rambut Devano.

"Baiklah.. tapi jangan lama lama ya? Janji"

"Janji!"

Mata kecil devano berbinar, dia dengan semangat membuka pintu dan menginjak kan kaki nya ke halaman yang basah.

Hujan mulai membasahi pakaian dan rambut nya, tangan nya menampung tetesan air hujan. dia tertawa riang dan melompat lompat di genangan air.

"Sedang apa, sayang?"

Tanya varo pada kia, Kia sontak terkejut dan menoleh karena varo yang datang tiba tiba.

"Ah, kau.."

Varo juga ikut tersentak, dia tertawa dan melingkari lengan nya di pinggang kia. Menyadari putra kecil nya sedang bermain di tengah hujan, varo tersenyum.

"Ternyata kau sedang memperhatikan malaikat kecil ya?"

"Ya, aku tidak dapat menyangkal itu."

Saut kia dengan tawa di akhir kalimat nya. Varo terus memperhatikan putra kecil nya yang bermain, dia terus terkikik geli karena kelucuan putra nya itu.

"Aku ingin bergabung dengan nya."

"Wah? Dasar.. jangan terlalu lama varo.."

"Aku menuruti mu sayang.. dan.. ayo kita bermain bersama."

"Apa-?!"

Belum sempat kia menyelesaikan kata kata nya, varo menggendong kia keluar ruangan, menuju halaman tempat devano bermain.

Sontak kia menjerit, mencoba memberontak dari cengkraman varo. Namun usaha kia ternyata sia sia, lengan kuat dan kekar varo mengelilingi tubuh kia, membawa nya dengan lembut.

Devano yang tengah bermain dengan permainan nya, perhatian nya menoleh pada ayah dan bunda nya. Tatapan polos dari devano membuat hati varo dan kia meleleh, kia terkekeh geli.

"Varo, ayolah!"

Varo hanya terkekeh, dia turun ke halaman basah itu, membiarkan tubuh nya terkena deras nya hujan. Kia bersandar pada bahu varo, tubuh nya menggigil karena tetesan air hujan.

Varo menurunkan kia ke tanah dengan lembut, devano hanya melihat kedua pasangan itu dengan tatapan polos nya. Oh tuhan, itu sangat sangat menggemaskan..

"Ayah! bunda!"

Semangat devano, dia menatap kedua orang yang ada di hadapan nya dengan polos. Senyum kecil tersungging di bibir varo, sedangkan kia melompat gembira, diri nya sendiri tak mampu menahan rasa gemas karena kepolosan putra kecil nya.

"Ayo main sama vano!!"

"Iya sayang iya, ayo main ayo"

"Bunda juga! Ayo main!"

"Eh? Bunda juga?"

"Udah, ayo sayang"

Ketiga orang itu bermain dalam deras nya hujan, menikmati kasih sayang satu sama lain.

Devano kini berada di atas bahu sang ayah, dia bersorak kegirangan di sela sela suara hujan menyerbu pakaian mereka.

Entah bagaimana tuhan mentakdirkan mereka bersama, tapi yang jelas.. itu sempurna.

Mereka tertawa dan bersorak bahagia. Suara sorak devano lah yang paling bersemangat, menyatu dengan tawa varo dan kia.

Ketiga nya menikmati suasana itu, air hujan yang turun deras, membasahi pakaian mereka, sedangkan tawa dan sorak yang tak pernah lepas.

Kini mereka berkumpul di tengah halaman, saling tertawa dan mengocak ocak genangan air.

Ini kebahagiaan bagi Varo dan Kia, sederhana.. tapi tak semua pernah merasa, dan entah kapan lagi kejadian ini akan terulang.

Sampai akhirnya tangan kecil Devano menggenggam kelingking ayah dan bunda nya.

"Tuhan, vano sayang sama ayah dan bunda.. vano mau ayah dan bunda tetap sama vano."

Lirih Devano, setiap kata yang keluar dari bibir Devano sangat tak di duga oleh Varo maupun Kia.

Senyuman kecil tersungging di bibir Varo. Sedangkan kia? Mata nya tak mampu membendung air mata nya, kini air mata sang bunda pun mengalir.

"Tuhan, Hujan.. hanya kalian yang melihat betapa bahagia kami.."

Lirih kia, diri nya memeluk putra kecil nya, mendekapnya erat dalam pelukan yang dalam.

Varo mendekati belahan jiwa nya itu, memeluk mereka dengan erat, membawa mereka dalam kenyamanan dan perlindungan.

"Tuhan, jangan akhiri ini lebih dulu.. keluarga Alvaro."

Gumam Varo, ketiganya memeluk satu sama lain, memberikan kehangatan dan kasih sayang.

Tuhan, yang di katakan varo itu benar. Jangan akhiri keluarga Alvaro lebih dulu, Mereka harus bahagia sampai ujungnya.

















TO BE CONTINUED.

Tuhan, sudah cukupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang