Prolog

31 5 0
                                    


Di tengah kegelapan hutan yang lembab itu, suasana tegang menyeruak seiring dengan deru nafasnya yang terdengar kasar dan keras.


Suara nafas itu seolah memecah keheningan malam dengan ketakutan yang sulit diungkapkan, menciptakan aura kecemasan yang menyelimuti segala penjuru hutan.


Kepala dan jantungnya seolah-olah berdentum dengan keras, merefleksikan rasa panik yang memuncak di dalam dirinya. Setiap helaan napas terasa seperti ledakan yang menghantam, sementara tangannya gemetar karena ketegangan yang melanda.


Dalam kegelapan yang terasa semakin mengancam, kepalanya seakan terus-menerus memekik memperingatkan akan bahaya yang mengintai di setiap sudut alam terbuka, membuatnya sangat was-was pada gerakan atau suara sekecil apapun.


"Zaude... adik kelas tersayang, di mana kau, Zaude!"


Dari kejauhan, suara bernada berat dan penuh dengan nada main-main itu memanggil namanya, memecah kesunyian hutan yang gelap gulita.


Suara panggilan yang terdengar seperti jemputan kematian itu menggema di antara pepohonan, mencari keberadaannya yang sedang berusaha melarikan diri.


"Zaude! Hei, Zaude! Adik kelas, di mana kau?!"


Menakutkan...


Suara panggilan semakin kuat seiring berlalunya waktu, setiap detik semakin mendekat.


Cahaya keemasan mulai berpendar menyilaukan di antara celah-celah semak tempatnya bersembunyi, menambahkan sentuhan atmosfer yang semakin tegang, memberikan petunjuk bahwa kehadiran mereka hanyalah sejengkal jauhnya.


Zaude merasakan kepanikan merajalela dalam dirinya, tanpa sadar menahan napas karena ketakutan yang begitu kuat. Ia membekap mulutnya rapat-rapat. Rasa takut hampir membuatnya kehilangan kendali atas dirinya sendiri, dan ia hampir merasa bahwa ia tidak bisa mengontrol keinginannya untuk muntah.


Cahaya yang tiba-tiba muncul hanya sebentar, menyinari daerah di dekat semak-semak tempat ia bersembunyi sejenak sebelum kemudian memanjang ke arah yang menjauh.


"Dia pergi...?" Zaude berbisik pelan pada dirinya sendiri. Hatinya yang berdebar-debar akhirnya dapat merasakan sedikit kelegaan. "Alhamdulillah..."


Dengan hati-hati, ia mengintip ke sekeliling yang lebih terbuka. Meskipun kegelapan masih menyelimuti hutan dengan kuat, ia dapat dengan jelas melihat sorot cahaya senter itu menjauh, bersamaan dengan menjauhnya siluet punggung sang pengejarnya.


Merasa yakin bahwa pengejarnya sudah menjauh, Zaude menguatkan hatinya untuk keluar dari persembunyiannya dan mengarungi kegelapan dalam upaya mencari jalan keluar dari hutan itu.


Sebelumnya ia berhasil melarikan diri dari pabrik terbengkalai dan berlari tanpa pandang bulu. Dia menyadari bahwa jika diberi kesempatan, maka dia harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Mungkin inilah jawaban atas rintihan doanya selama ini, dikabulkan oleh Sang Maha Pencipta dengan memberinya jalan untuk keluar dari situasi yang mencekam, melalui cara seperti ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 17 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Biarkan Aku Memiliki Satu KebebasanWhere stories live. Discover now