"Karina sudah siap belum?" Winter berdiri didepan kamar karina sembari mengetuk pintu kamar wanita remaja itu beberapa kali.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit dan winter ingat bahwa semalam gadis itu memintanya untuk mengantarkannya kesekolah, tapi sejak tadi ia sama sekali tidak melihat gadis itu keluar dari kamar membuat ia yg semula sudah menunggu dimeja makan kembali naik demi memanggil sang keponakan. Namun sudah tiga kali winter memanggil tidak juga ia mendapatkan sahutan dari si pemilik kamar membuat ia mengerutkan keningnya heran dan akhirnya memutuskan untuk membuka pintu kamar karina yg beruntungnya tidak terkunci, ia bukan bermaksud lancang tapi ia takut karina belum bangun dari tidurnya. Tapi melihat keadaan kamar yg rapi, winter tau bahwa gadis itu sudah bangun apalagi dengan tidak adanya orang yg menghuni ranjang. Hanya saja keberadaan karina pun tidak bisa winter temukan disegala penjuru kamar, membuat ia bergerak kearah pintu lain dikamar ini yg tidak sepenuhnya tertutup, berpikir mungkin saja gadis remaja itu ada disana.
"Karina!" Panggil winter dengan suara yg cukup pelan, tapi bisa ia pastikan karina dapat mendengar jika memang gadis itu berada disana "rina, kamu jadi berangkat dengan uncle kan?" Lanjutnya memastikan
"Sebentar lagi uncle!" Teriakan itu cukup kencang, mungkin karina berpikir takut winter tidak dapat mendengarnya, padahal jelas saja winter mendengar karna posisinya tak jauh dari perempuan itu. Bahkan winter dapat melihat apa yg sedang dilakukan gadis remaja itu didepan Wastafel kamar mandinya, sebuah kegiatan yg berhasil membuat lelaki dewasa itu meneguk ludahnya susah payah dengan tubuh terpaku disana.
Dari cermin besar yg ada didalam kamar mandi, winter melihat jelas pemandangan menakjubkan yg membuat aliran darahnya berhenti sejenak, sesuatu menonjol yg semalam ia kagumi dari balik kain yg karina kenakan kini terpampang jelas disana, bulat dan putih dengan tambahan warna kemerahan di puncaknya. Tangan karina yg ada disana tengah membersihkan bukit kembar itu dengan sebuah handuk kecil yg ada di tangannya, winter tidak paham apa yg sedang gadis itu lakukan. Tapi melihat bagaimana tangan mungil itu bergerak membuat ia lagi lagi menelan ludahnya, benaknya menyuarakan untuk ia menggantikan kegiatan karina, sementara mulutnya malah justru terkunci rapat dengan mata tak lepas menatapnya. Hingga tak lama kemudian tubuh mungil dalam balutan kimono itu bebalik dan terhenyak mendapati keberadaan winter disana.
"Uncle ngapain disini?" Tanya karina dengan sedikit gelagapan.
Winter sama sekali tidak memberi jawaban, sebab wanita spesial itu tidak juga ingkah dari keindahan di depannya yg kini tidak lagi tampak dicermin melainkan langsung didepan mata, meskipun kini sedikit terhalang kimono yg karina kenakan tapi tetap saja keindahannya tidak berkurang, winter malah justru semakin ingin menyentuhnya, menyingkirkan penghalang itu dengan tangannya sendiri. Sialnya kewarasan lebih dulu ia dapatkan dan malu selanjutnya yg winter rasakan yg membuat ia salah tingkah.
"Uncle-"
"Cepat bersiap! Kalau dalam waktu lima menit tidak selesai, uncle tinggal!" Potong winter seraya berbalik dan melangkah meninggalkan kamar karina tanpa menoleh lagi.
Karina mengerutkan keningnya heran, namun didetik berikutnya ia tersadar dengan keadaannya dan kini karina dapat menyimpulkan keanehan sang paman yg beberapa menit lalu terlihat wajahnya yg memerah, brengseknya karina bukannya merasa malu, gadis itu justru tersenyum merasa bangga pada payudaranya yg bulat dan kencang. Ukurannya memang tidak terlalu besar tapi sudah lebih berisi dari sebelumnya, itu karna ia yg sungguh sungguh merawatnya, setiap pagi dan malam hari karina memberi masker juga serum pada dadanya, agar miliknya itu terlihat semakin indah dan kencang. Melupakan sejenak payudara indahnya, karina bergegas menggunakan seragam sekolahnya karna tidak ingin ditinggalkan oleh winter, mengingat ini adalah kesempatan bagus yg tak boleh ia sia siakan.