Awal

10 1 1
                                    

Hari ini aku bertemu dia 'Januar Fadil Al-fahri' seorang pria dari negri pendongeng. Sedikit tertawa saat menulis ini, ternyata hatiku bisa dibilang murahan yang dalam sekejap bisa tergantikan dengan orang baru lagi dan lagi, namun ketika sakit aku selalu kembali kepada si pemikat cinta monyet.

Malam itu pukul 22.31 aku sedang berada di angkringan menikmati kehidupan malam sambil membaca novel terbaru dari Sapardi Djoko Damono ditemani secangkir wedang jahe menjadi suguhannya.

"Mas kopi item satu" seruan lelaki itu masuk ke Indra pendengaran ku, aku menoleh ke sumber suara, dia berteriak di atas motor agak jauh dari gerobak angkringan sekitar 10 meter, aku bermonolog "ga sopan banget pesen sambil teriak di atas motor mana masih jauh" disitu aku langsung negatif thinking, mengira bahwa orang itu adalah orang yang tak memiliki adab tapi disisi lain 'mungkin mereka akrab' ternyata benar saat orang itu mendekati gerobak langsung disapa akrab oleh sang pemilik angkringan sambil tos ria.

Mataku masih tertuju ke orang itu si pemesan kopi hitam.  Pakaian yang ia pakai sangat aneh, sedikit kaget karena kali ini aku melihatnya secara langsung biasanya aku hanya melihat di fyp tiktok manusia seperti itu dinamakan 'Gondes'  aku tak mengerti mengapa dinamakan itu dengan setelan celana jeans komprang Hoodie hitam agak nge-press dan helm cargloss tanpa kaca masih tersangkut di kepalanya. Mataku masih mengiminditasi orang itu dari atas kebawah, tatapan ku terhenti kala orang itu melihat ke arahku, aku pun menunduk kembali membaca novel harap harap dia tak risih dengan tatapanku tadi.

Saat memasuki halaman ke 45 tiba tiba saja aku menutup buku itu tanpa sebab dan menoleh ke samping kiri ku, ternyata dia si pemesan kopi item satu, wajahnya sedikit tampan namun aku tak suka karna dia genit, saat aku menoleh tadi dia juga menoleh ke arahku sambil mengerlingkan mata kirinya, aku langsung memasang muka jijik dan dia tertawa kecil lalu menyemburkan asap rokok yang ia hisap ke arahku.

"Brengsek"

Itu kata pertama yang keluar dari mulutku, aku sangat benci dengan asap rokok karna membuatku sedikit engap, memang aku tak memiliki riwayat asma hanya saja sangat menggangu. Aku langsung bangkit dari tempat dudukku berpindah ke tempat yang mana tidak di jangkau asap rokok tapi langkahku tertahan orang itu menahan pergelangan tanganku menyuruhku untuk duduk kembali.

"Duduk sini aja maaf ga bermaksud buat nyemburin ke arah kamu" ucap orang itu sambil menyemburkan asap ke samping kirinya, bibirnya monyong ke arah kiri supaya asap rokok tak mengarah ke padaku.

"Iya gapapa" jawabku ketus sambil mengerutkan alis 'ga bermaksud tapi ketawa' batinku marah. padahal aku ingin sekali mencakar wajahnya tapi aku tak berani.

aku duduk kembali dan membuka novel, disaat aku mulai membaca lagi orang itu mengulurkan tangannya ke arahku mengajak bersalaman.

"Kenalin aku Fadil" ucapnya masih mengulurkan tangan dan sedikit menggeser tempat duduknya ke sampingku.

"Aku naja" jawabku sambil membalas jabatan tangannya, aku melepaskan jabatan tangan itu satu kata yang keluar dari otakku saat melepaskan jabatan tangannya "kasar banget tangannya mana bau rokok" karna setelah berjabatan tangan aku langsung mencium tanganku, entahlah reflek atau bagaimana.

"Naja artinya apa?" Tanya orang itu si lelaki pemesan kopi hitam bernama fadil.

"Arti namaku?gatau" jawabku singkat. Aku juga tak tau arti nama naja, karna itu bukan nama asliku, nama asliku dejavu nero azizah. Namaku sedikit agak ga nyambung, ibuku yang memberi nama itu karena dia gamon dengan mantan pacarnya kala SMA, Nama Nero di pertengahan namaku itu adalah nama mantan ibuku, nama itu juga sebab mengapa ayahku sedikit enek saat menyebut nama panjang ku, dia menyebutkan nama ku tanpa kata Nero hanya "Dejavu Azizah". Ibuku juga enek untuk menyebutkan akhiran namaku 'azizah' karna nama itu adalah nama mantan ayahku jadi ibu lebih memanggil ku tanpa nama akhir "Dejavu Nero". Ternyata aku ini korban ke gamonan dari orang tuaku, aneh memang tapi ke-gamonan itu menurun padaku.

sebatas kataWhere stories live. Discover now