Prologue

420 30 8
                                    

bhuss... huhsss..

Suara deburan ombak di tepi tebing terus menambrak tebing itu seakan akan tidak sabar untuk ingin menjemput seseorang

Terlihat, ada seorang pemuda yang sedang terduduk di ujung tebing itu, entah sedang menikmati pemandangan...atau ada tujuan lain?

Langit malam dengan sinar rembulan yang mencahayai samudra yang dilihat nya nampak begitu indah dimatanya

Angin terus bertiup seakan sedang membelai surai biru keabu-abuan setengah hitam miliknya itu

huft....

Terdengar leguhan yang di keluarkan oleh sesorang, seseorang dengan beribu cerita
Seseorang yang kuat
Seseorang yang sabar

Tapi, tidak untuk saat ini...

Perkataan orang orang diluar sana memenuhi pikirannya saat ini, rasanya ia ingin terjun saja dari tebing itu.

Menurutnya dunia sangat adil, tapi tidak untuknya. Mengapa ia selalu di salahkan? Bukan dia pelakunya, ia bahkan tidak ingat memori lama itu...
Memori masa kecil yang telah lama hilang, terus di ungkit oleh orang orang di sekitarnya...

Sakit....sakit...sakit....

Sakit, hanya sakit yang bisa ia rasakan saat ini.

Oh...Tuhan...berikan pemuda ini petunjuk....

Badan yang tadinya terduduk mulai bangkit berdiri
Menegakkan posisi badannya
Iris hitan yang mulai kosong menatap tajam pada sang samudra yang terus menanggilnya
Mulutnya perlahan terbuka dan mulai berbicara perlahan

" Namaku Aldhia Aranda... izinkan aku.... untuk... menjadikan tempat ini akhir dari semua lembaran buku yang bahkan enggan di baca oleh siapapun.. "

Ia melepaskan jaket yang ia gunakan, menaruhnya asal di bebatuan. Membiarkan angin terus membelai rambutnya, tersenyum ke arah burung burung yang terus berkicauan kearahnya.Sekarang sudah terlihat, lengannya yang memiliki banyak luka gores dan lebam

Mungkin.... mungkin sudah waktunya...

Ia mulai menghitung..




1....










2....














3....



















BYURR..!!








Samudra di tengah sinar Rembulan || Aran ( x Pai?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang