Sabtu Pagi Isinya Hanna

0 0 0
                                    

"Adik terbaik yang pernah ada"
-Zalia Anastasya-

"Assalamu'alaikum Mbak"
Aku hanya menjawab salam dalam hati sambil berbalik memunggungi dinding.
Sudah tau siapa yang menjadi tamu pagi ini.

Ketukan yang tadi sempat berhenti kini kembali lagi bahkan semakin menjadi-jadi, hingga kuputuskan beranjak dari atas kasur dan merelakan mimpi yang baru saja akan aku temui.
Cepat-cepat aku memutar kunci, takut nanti pintu kostku roboh karena gedoran dari tangan orang diluar sana.

"Ada apa Hanna, ngetuk pintu kok udah kayak pasang paku!" tanyaku sebal sambil menyandar di kusen pintu.

Terlihat Hanna memamerkan gigi rapihnya padaku lalu mengulurkan brosur yang dipegangnya.

Dengan mata yang sudah tak kuat menahan kantuk, aku mengernyitkan dahi ketika melihat beberapa promo yang tertera dibagian tengah brosur. Pasti dia mau menodongku untuk membelikan salah satu dari barang-barang itu.
Aku memutar bola mata sesaat melihat wajah nelangsa tamuku ini

"Hanna ku sayang, mbak belum gajian. Nanti saja yaa kalo mau minta belanjanya" ucapku padanya dengan lembut.

Sebenarnya aku dan Hanna hanya sekedar tetangga kost. Tetapi karena sudah tiga tahun kenal dekat dan masing-masing orang tua pun sudah saling menitip minta anaknya dijaga, membuat kami berdua sudah seperti saudara saja.

"Mbak gausah beliin aku kali ini, karena aku mau beli sendiri!" Ucapnya dengan semangat yang terlihat berkobar

Aku memandangnya dengan heran "Memangnya kamu punya uang simpanan? Tumben sekali rela-rela ngeluarin uang ditanggal tua begini?"

Dengan tersenyum malu-malu gadis itu mendekati telingaku "Hanna abis di TF uang sama pacar mbak"

Sontak aku langsung mengangguk-anggukkan kepala, kantukku hilang seketika. Ku tarik tangannya mengajak masuk ke kamar kostku lalu dengan cepat kusentil kening mulus miliknya itu.

"Hanna kalo itu uang dari pacarmu, harusnya ditabung. Buat nikah. Bukan buat belanja barang promoan gini!" cecarku padanya yang kini sudah manyun sambil mengelus kening.

"Mbak Lia ih, aku juga tau kali. Kan aku cuma pinjem sebentar doang, pas gajian aku balikkin kok" jawabnya kesal

Aku mendengus kesal sambil bertolak pinggang "Iyaa kalo inget, kalo ngga inget kayak bulan lalu itu gimana?! Mbak juga yang Hanna ikut-ikutkan masalah uang tabungan nikah kalian yang berkurang"

Pagi-pagi aku sudah dibuat kesal karena kembali mengingat tingkah Hanna yang saat itu dengan mudahnya berkata pada Andi, laki-laki yang diakui Hanna sebagai kekasihnya itu, kalau uang tabungan mereka aku yang pinjam.
Padahal sebenarnya dia sendiri yang menggunakan uang itu untuk membeli barang promo yang hingga sekarang tak juga ia gunakan.

Hanna mesem setelah melihatku mendelik padanya "Tapi mbakk aku janji nanti setelah gajian aku balikkin uangnya, lagian kan itu uang pacarku yaa berarti uangku juga" Jawabnya membela diri

"Iyaaa! Ambil-ambil uangmu, uang pacarmu, calon suamimu, asal nanti jangan ajak-ajak aku pas susahnya. Ingat itu!" Ucapku padanya hingga membuatnya tersenyum dan menunjukkan 'okeysiip' ala dia dihadapanku.

"Yaudah, gih sana balik ke kamarmu. Lagian itu uang punyamu sama pacarmu kan, kenapa juga kamu pake ngomong sama Mbak segala mau beli barang disana" tambahku lalu ngeloyor masuk.

Sambil menangkup pipinya sendiri Hanna mengikuti Lia keruang tengah "Mbak masa ngga peka sihh?" Ucapnya merengek manja

"Gimana mau peka? Kamu aja ngga ngode" jawabku pura-pura tak tau

"Ihh mbak" rengek Hanna padaku persis seperti dia saat merengek ke pacarnya.

Hanna ini jika sedang waras sangat cocok untuk dijadikan adikku. Tapi kalau otaknya sedang tak dia bawa? berakhirlah aku yang tiba-tiba harus jadi pacarnya. Iya kekasihnya itu, calon suami katanya.

*****


Sepuluh menit berlalu aku tidak lagi mendengar suara Hanna seperti tadi, karena rengekan Hanna juga yang membuatku memutuskan pergi mandi. Tak tahan akan kantuk yang menyerang.

"Masyaallah"
Aku mengurut pelipis yang kini pusingnya tiba-tiba datang karena melihat tempat tidurku kini berantakkan.
Berjalan keruang depan, ada handphoneku yang masih menyala menayangkan drama china tontonan Hanna, lengkap dengan bungkus makanan ringan berserakan disekitarnya.

Lagi. Aku hanya bisa mendesah lelah, sambil membereskan kekacauan yang dibuat Hanna.

"Ya Allah. Aku udah mirip banget punya anak bocah. Bedanya ngga punya mertua sama suami aja."

"Haahh kapan bisa tidur ya allah! Tekanan batin lama-lama deket sama Hanna" aku mengasihani diriku sendiri sambil menyapu sampah menuju teras depan.

"Semoga aja Hanna ngga blasakkan pas udah nikah nanti" Doaku kecil, karena biar bagaimanapun Hanna adalah gadis cantik  yang baik.

Aku kembali masuk dan merebahkan diri diatas kasur busa yang kini sudah rapih.
Baru jam 7, rasa kantukku masih bersarang karena jam kerja yang mengharuskan aku jadi seperti kelelawar.
Kelopak mataku sudah hampir akan tertutup, kini harus terbuka kembali. Lagi -lagi karena ketukkan pintu kamar kostku.
Mendengar irama ketukkannya yang keras aku mendesah lelah dan terpaksa harus membukakan pintu.

"Mbak"

"Apa?!" Jawabku sambil berjalan kembali ke kasur.

"Mbak lagi tidur yaa tadi?" Tanyanya mengekorku dibelakang.

"Iya Hanna. Mbak capek, pulang kerja jam 6 pagi karena dapet shift malam. Dan kamu sedari pagi tadi udah bikin ribut dikamar kost mbak. Ada apa sihh? Tadi pas mbak mandi kamu berantakin semuanya, ini pas udah diberesin kamu mau masuk lagi terus berantakin lagi?"

Hanna menatapku dengan dalam "Iya mbak, Hanna minta maaf udah ganggu mbak. Hanna pikir mbak pulangnya malam bukan pagi. Hanna baru tau tadi pas ada pesan masuk dari Mas Haddi" Ucapnya dengan nada rendah sambil memilin ujung kaos

Perkataan Hanna memang biasa saja. Tapi perbuatannya. Yaa ampun!!

"Siapa izinin kamu buka chatting mbak!" tanyaku sebal karena dia lancang membuka privasi ponselku

"Notifikasinya masuk mbak" cicitnya kecil

"Hanna!" panggilku membuatnya mendongak

"Notifikasi whatsapp mbak ga diaktifin. Jadi ga akan mungkin kamu bisa baca kalo ngga kamu buka itu aplikasi" jawabku lelah sambil menyender

"Iya-iyaa mbak aku buka aplikasinya. Soalnya tadi, mau pesen nasi uduk sama Bu Erin, aku ga bawa hp kesini soalnya. Eh terus pesan Mas Haddi nya mbak masuk, jadi aku ngga sengaja baca. Maaf yaa, jangan marah lagi" Jelasnya panjang

"Nih Hanna tadi abis ngambil nasi uduknya, makan dulu baru tidur yaa mbak. Biar tidurnya ga keganggu karena lapar" tambahnya sambil mengulurkan kresek nasi padaku.

Benarkan kataku, kalau Hanna sangat cocok menjadi adikku jika otaknya sedang ia bawa. Dia jadi adik yang pengertian.

"Hannaaaa! Kamu biar ngeselin tapi tetap aja bisa bikin mbak sayang. Maaf yaa, mbak tadi marah sama kamu. Maaf banget" ucapku sambil memeluknya.

"Iya mbak gapapa, lagian Hanna tadi emang salah udah ganggu mbak. Padahal Mbak baru pulang kerja. Yaudah mbak Lia makan yaa. Hanna mau siap-siap dulu, soalnya mau pergi sama pacar" ucapnya yang membuatku mengangguk.

"Hanna" panggilku padanya yang kini sudah membuka pintu. "Ntar mbak mau kok nemenin kamu ke tempat promoan tadi" ucapku tersenyum yang ditanggapi Hanna dengan anggukan ceria.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kasih Diruang QnATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang