Ruang tamu menjadi sangat panas walaupun pendingin ruangan sudah ditingkatkan bahkan melebihi kapasitasnya, keluarga Surendar kini kembali berkumpul mengingat si anak kedua lagi-lagi mencatat rekor baru karna mendapat panggilan dari pihak kesiswaan. Sang ibunda—Asri—hanya bisa menghela nafas lelah mengetahui anaknya ini masih belum diberi hidayah. Mungkin ini ketiga kalinya orang tua dari remaja bernama Jinan dipanggil atas konsekuensi perbuatan bangor dari anaknya. Sampai sekarang ruangan keluarga tersebut masih diselimuti keheningan, hingga si sulung memulai percakapan.
"Ngaku sama gua, lu pasti bolosnya sama si Zyan 'kan?" Tanya anak pertama, kak Dahlia, sambil bersedekap dada ia mencoba menahan amarah.
Sementara Jinan memasang wajah tengilnya merasa tidak bersalah lalu berkata, "lah, emang pak Danang ga ngasih tau lebih rincinya lagi? Ga beres tu guru kalo ga ngasih tau,"
"Jinan!" Bentak kak Dahlia geram dengan adiknya yang berkelakuan seperti setan itu.
Sang kepala keluarga—Endar—memijit pangkal hidungnya pelan karna sungguhan ia ingin resign sebagai ayah. Kalo sudah begini ia ingin sekali lepas tanggung jawab dan pergi memancing.
"Sudah-sudah, kalian ini adik-kakak berantem terus," sang ayah menghela nafas pelan sebelum kembali membuat keputusan, "Dahlia nanti hari senin kamu temenin bunda saja ke sekolah, Ayah engga bisa karna mau ada janji mancing sama teman Ayah."
"Tuh bangsatttt yang dateng bantuin lu tuh tetep aja guaaa, aaarghhh." Sang kakak dengan emosinya yang sangat tidak stabil dan sudah muak itu langsung saja menjambak rambut Jinan kencang menyalurkan kegeraman yang sedari tadi ia tahan.
"Arrghhhh sakitt woyyy!! Bunda ayah tolonglah Jinan!" Kedua orang tua mereka hanya bisa pasrah dan kembali ke ruang TV meninggalkan dua anak yang sama-sama setan itu.
Hingga seseorang pun datang menerobos masuk tanpa permisi bak pahlawan kemaleman, sontak kedua adik-kakak yang sedang menjambak ria langsung menoleh.
"zyannn! Tolongin gua cok!"
—··—
"Jadi senin kakak ama bunda lu mau dateng?" Tanya Zyan berbarengan dengan hembusan asap rokoknya di balkon kamar milik sang teman.
Zyan si memang sudah menduga setiap kali Jinan kena panggilan pasti Kak Dahlia akan ikut andil datang menemani bunda Asri. Selain faktor sang Bunda yang sudah rentan dan sakit sakitan, bagi Kak Dahlia, Jinan adalah tanggung jawabnya. Maka itulah sebabnya walaupun sang kakak sering marah-marah, dia sebenarnya bertanggungjawab besar mengurus Jinan setelah kedua orangtuanya.
"Gatau dah, gua pengennya si Dalia kagak usah datang. Dia nyebelin banget asli," Jinan menggerutu sebal.
Jujur saja memang sedari awal dia dipanggil dan tahu bahwa Kakaknya ikut serta—yang dimana dalam sudut pandang Jinan ikut campur—ia menjadi semakin malas pada Kakak perempuannya itu.
Mendengar gerutuan Jinan membuat Zyan geleng-geleng kepala. "Lu tuh tanggung jawab Kakak lu juga, nan. Lu ga kasian apa kalo misalkan Bunda lu datang sendirian ke sekolah dengan kondisi kaki dia kaya begitu? Mikir." Ucap Zyan mematikan rokoknya dan menoleh pada Jinan. "Yah, meskipun Kakak lu suka marah-marah, kalo selagi ada, hargain." Ia lalu mengusap tengkuk leher Jinan layaknya seorang adik.
Jinan merasa, bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once more to see you
Random"But with everybody watching us, our every move We do have reputations We keep it secret Won't let them have it." ... Zyan dan Jinan itu si biang kerok sekolah, warga sekolah pasti mengenal mereka karna kenakalannya. Mereka suka bolos dan merokok di...