prologue

1 1 1
                                    


sirine ambulance begitu keras bersuara di sekitaran jalan.  baru saja terjadi kecelakaan beruntun yang merengut banyak korban jiwa. Salah satunya ERICO PRAHAGA mahasiswa semester akhir yang baru saja pulang dari liburannya, namun nasib naas menimpanya saat salah satu pengguna jalan menabrak mobilnya hingga terbentur dengan ujung pembatas jalan.

kejadian mengenaskan barusan dengan cepat diatasi oleh pihak medis. Beberapa korban dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Sedangkan, beberapa lagi sudah tak dapat tertolong atau bahasa lainnya tewas ditempat.

ZEARA HAZEL, gadis mungil dan lugu berdiri di dekat lokasi kecelakaan itu. seorang lelaki mengenggam tangan nya kuat.

"kak kita ngapain kesini?," tanya zeara tidak mengerti. Setaunya braga mengajaknya untuk menjemput pacarnya tapi kenapa malah ke tempat yang menurutnya menyeramkan.

Braga tidak menjawab pertanyaan adik kecilnya, braga belum sanggup melihat pecah tangisan zeara ketika melihat kenyataan yang telah terjadi.

braga mengajak zeara mendekati para korban yang telah ditutup dengan kain.
braga berjongkok pada salah satu mayat didepan mereka lalu melirik zeara yang masih enggan mendekat.

"ze...sini deh," panggil braga lembut namun ditolak oleh zeara. "zea takut kak, kita ngapain sih kesini? Haga pasti udah sampe kak. kasian haga nanti cape nunggunya,"
ucap gadis lugu itu tanpa tau bahwa semestanya kini telah tidur lelap dibawah kain didepan mereka, zea belum menyadari bahwa setengah dunianya telah pergi.

braga tersenyum getir mendengar penuturan adik kecilnya, apakah dia tidak tau bahwa haga tidak akan kunjung sampai ketempat yang ia tuju?

"zea...haga udah disini,"

zea melihat kesekitar mencari pria bertubuh besar itu namun sayangnya zea gagal mendapati kekasih nya lalu menatap abang nya bingung.

"kakak lagi bercanda?disini ngga ada haga kak!disini korban kecelakaan beruntun."

"haga naik mobil apa pulangnya ze?,"tanya braga mencoba memancing.

"mobil pajero kak,"

"yang itu bukan ze?" Tanya braga sambil menunjuk kearah sebuah mobil pajero yang sudah hancur lebur.

zea menoleh kaget. ma-maksud abang nya apa? itu mirip seperti mobil haga ralat memang mobil haga.

"kak?..."

braga menarik zeara mendekat lalu menyuruh zea menarik kain putih yang masih setia berada di depan mereka.
Dengan perasaan takut zea mencoba membuka kain putih itu.

haga.

zea runtuh. dunia nya mendadak gelap, zea mencoba mengusap mata nya berkali-kali memastikan apa yang dilihat nya hanyalah metaforgana.

"ze...kamu bilang haga cape nungguin kan?
haga udah disini dari tadi, sorry kaka gabilang langsung ke kamu,"ucap braga pelan saat melihat zea kehilangan setengah jiwanya.

zea belum berkutik. memandang wajah haga yang terbaring didepannya, wajah teduh itu terlihat sangat indah namun sudah tidak beraga.

Tangis zea pecah saat abang nya mengusap bahu zea pelan. braga memeluk adiknya yang rapuh, bagi zea haga adalah segalanya namun sekarang raga itu telah pergi.

zea tak kuasa melihat haga yang terpejam.
"kak! kok tidur?! katanya mau ketemu zea.
kok kaka bobo disini sih?ayo bangun kita bobo dirumah kak! disini dingin zea gasuka.
kaka bangun dong kita bikin kue bareng lagi," ujar zea lirih.

"kak haga udah janji bakalan sama zea terus.
kok kaka malah tidur?kaka bilang zea cewe terakhir yang kaka pacarin, kaka bilang kakak sayang sama zea. tapi kenapa kakak ninggalin zea...?,"zea terus menangis didepan raga tak bernyawa itu, air mata jatuh deras dari netranya.

setelah dirasa cukup, para medis dan keluarga haga membawa mayat haga untuk dikebumikan. zea mematung saat dipaksa untuk pulang karena mayat haga akan segera dipulangkan ke rumah keluarga.

***

hari pertama tanpa haga. sunyi dan hening, bahkan zea tidak berselera untuk melakukan apa pun selain menangisi kekasih nya.

namun sesuatu mengharuskan zea untuk keluar dari dunia gelapnya, hidup zea akan terus berjalan walau tanpa haga disampingnya.

zea terus memandang ponsel nya menunggu seseorang mengirimi nya pesan. namun nyatanya semua itu tinggal lah kenangan.

"BRAGA PLEASE MAMA MOHON..." teriakan mama terdengar dari lantai satu. Sepertinya mama sedang berbicara dengan braga namun mengapa mama tampak seperti sedang berteriak?

"MA...PLEASE JANGAN DULU,"

"braga mama mohon nak, untuk kali ini aja."
sang mama memohon dengan suara lirih.
namun braga menolak keras karena berita ini akan sangat memukul zea yang baru saja dilanda musibah. Braga tidak mau adik nya semakin tertekan namun tampak nya sang ibu juga bersikeras akan rencana nya.

"mama, abang gamau. Tolong jangan paksa abang," ujar braga mencoba lembut.

"kalian gamau liat mama bahagia ya?"

"ma...bukan gitu maksud braga tunggu dulu, waktunya belum tepat. zea baru aja kehilangan pacarnya. apa ngga waktunya kurang tepat ma? mama lebih tau zea gimana dibanding braga, zea bakalan nolak itu semua." jelas braga memberi perhatian kepada ibunya.

"mama bakal tetap nikah sama om william minggu depan bang, semuanya udah diatur mama gabisa mundurin gitu aja," tanpa disadari ternyata zea sudah sedari tadi menyimak percakapan mereka dari atas tangga.

"APA?!MAMA MAU NIKAH LAGI?." zea cepat cepat turun dari tangga menghampiri ibunya. dari kecil memang braga dan zea diasuh hanya oleh ibunya. Karena sang ayah meninggalkan mereka pada saat usianya masih kecil.

mama melihat putri nya ikut terkejut bagaimana bisa zea berada disana?terlebih braga melotot kaget mendengar suara adiknya.

"ze...mama minta maaf kalo kesan nya ini terlalu cepat, tapi mama juga mau bahagia."
ujar mama tanpa memikirkan bagaimana hancur zea ketika mendengar penuturan ibunya. zea belum siap.

"ma? tapi kenapa?"

"ze, izinin mama nikah lagi ya?"

"mama apa apaan deh?," tanya zea tak terima. "kak? lo bolehin?"

braga tidak mau menjawab. zea merasa sakit hati dengan keputusan ibu nya. Ia memang egois ia akui tapi zea tidak ingin kehilangan kedua kalinya.

"zea kecewa sama mama." final zea lalu meninggalkan braga dan ibunya di ruang tamu.

"nak...zea kamu mau kemana?" mama mencoba mengejar namun ditahan oleh anak sulungnya.

"biarin zea tenangin diri dulu ma, zea masih belum bisa nerima."

mama memandang anak bungsu nya sedih, apakah keputusan nya salah? ia hanya ingin berbahagia di masa tuanya nanti. ketika anak anak nya sudah memiliki rumah tangga masing-masing, ia menggendong cucu dengan suaminya.

***

HAGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang