Dua

38 11 4
                                    

Taehyung hampir tidak mengenalnya. Kenangan berkabut tentangnya dari masa kecilnya, salah satu kenangan saat ia masih remaja. Tapi ia tidak pernah melupakannya. Taehyung tidak bisa melupakannya. Gadis cantik yang memiliki cara aneh untuk menghilang tidak hanya dari sisinya tetapi juga dari ingatan orang-orang.

Taehyung mencoba melupakannya dan mengabaikan pikirannya ketika hal itu mengganggunya. Rambut merah nyentrik, tawa hangat, dan senyuman lembut.

Ia dan Ibunya akhirnya menabung cukup uang untuk kembali ke rumah mereka dan Taehyung harus menghabiskan sebagian besar uangnya untuk memperbaiki kayu rumahnya yang sudah lapuk karena ditinggalkan begitu lama, berjamur di sudut-sudutnya, dan rusak. Namun ia bertekad agar Ibunya menjalani sisa hari-harinya di rumahnya sendiri dan bukan di penginapan kumuh.

Taehyung sedang duduk di sebuah kafe kecil, dengan koran di tangannya saat ia mencari daftar lowongan di salah satu pabrik di kota. Pekerjaan di sana dibayar jauh lebih baik dan pada titik ini, ia rela mati jika tidak perlu bekerja di bawah sinar matahari lagi. Meskipun dari apa yang ia dengar, kondisinya tidak jauh lebih baik.

Taehyung melirik ke luar jendela, cangkirnya berhenti di udara ketika Taehyung mengangkatnya ke bibir ketika ia melihat kilatan warna merah melalui kaca. Ia bahkan tidak berpikir sebelum meninggalkan cangkir dan korannya di atas meja, hampir tidak ingat untuk mengambil jaketnya sebelum berlari keluar.

Gadis itu menyelinap melewati kerumunan, memegangi topi matahari di kepalanya saat sepatu hak tingginya berjalan melintasi jalan beraspal. Taehyung merasakan jantungnya berdebar kencang saat ia melewati jalan yang sibuk, mendorong orang dan berharap tidak ada yang cukup tersinggung. Ia merasakan kepanikan muncul di dadanya ketika dia berbelok di tikungan dan mempercepat langkahnya.

Taehyung meraih lengannya segera setelah dia berada dalam jangkauannya, menyentaknya ke arahnya sebelum gadis itu bisa menyelinap pergi. Ada nada marah di kalimatnya saat dia melepaskan lengannya dari cengkeramannya dan berbalik ke arahnya, " Hei .... siapa kau –"

Kalimatnya terhenti ketika dia melihat wajahnya dan Taehyung mencoba tersenyum. "Hei, Irene."

Dia menatapnya dengan kaget. "Taehyung?"

Taehyung mengangguk dan memasukkan tangannya ke dalam saku. Ia merasa gugup, jantungnya masih berdebar kencang, tapi ia tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Irene semakin cantik. "Aku minta maaf karena telah mengejarmu. Aku hanya – merindukanmu.”

"Tidak apa-apa," jawabnya. Irene mengalihkan pandangan darinya dan kemudian kembali padanya. Dia memandangnya dengan tidak percaya. "Bagaimana kau terus menemukanku?"

"Kenapa? Apakah kau melarikan diri dariku?" Taehyung bertanya padanya, dalam benaknya khawatir Irene akan mengira ia menguntitnya.

Namun pertanyaannya justru membuat tawa lepas dari bibirnya. "Tidak." Dia menyilangkan tangan di depan dada, mata gadis itu tidak pernah lepas dari matanya. Sesaat kemudian, dia tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Mengapa kau tidak berjalan-jalan saja denganku?"

Tanpa ragu-ragu, ia meraih tangannya dan menyatukan jari-jari mereka. "Tentu."

Senyuman Irene hampir malu-malu ketika Taehyung memandangnya dan kemudian dia memimpin jalan. Ia diam saat mereka berbelok di tikungan dan menyeberang jalan. Kemudian, mereka sampai di dermaga dan Taehyung merasa hal itu mengingatkannya pada musim panas pertama itu. Irene sepertinya berpikiran sama saat ia meliriknya sambil terkekeh dan mengangkat bahu. "Aku suka airnya."

Taehyung  balas tersenyum. "Ini cukup bagus."

"Apakah kau pernah berlayar?" Irene mengangkat alis ke arahnya.

"Tidak ..."

Irene melihat ke arah perahu-perahu yang berlabuh. "Aku pikir itu akan sangat menyenangkan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A WandererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang