EU;47

5.7K 347 16
                                    

Sejak mengetahui Arka akan ke Rusia mau tidak mau-, ini sudah hari ketiga sejak acara wisuda waktu itu. Dan sudah hari ketiga pula, Nana tidak melihat keberadaan Arka atau siapapun dirumahnya. Arka mengabari, dia bilang orang tuanya mengajak mereka semua jalan-jalan. Apalagi ayah Arka memang jarang pulang ke Indonesia. Dan Nana memaklumi itu lebih dari apapun.

Ia juga sengaja tidak mengirimi Arka pesan apapun karena memberi pria itu waktu untuk menikmati waktunya dengan keluarganya. Arka tidak perlu di pertanyakan, toh pria itu memang cuek. Maka Nana patut heran, ketika sore hari saat ia sendirian dirumah Arka datang dengan senyumnya, memeluk Nana dan mengecup keningnya berulang kali.

"Kebiasaan lo Na, di diemin malah diem." Ucapnya sembari mengambil duduk di sofa ruang tamu Nana.

"Kamu lagi family time, aku enggak mau ganggu." Arka sudah lulus, sudah wisuda. Nana berikan dia jeda untuk menikmati keberhasilan yang susah-susah ia raih itu.

"Gue ke rumah nenek, tiga hari di desa ternyata bikin gue bosen." Ungkap Arka. Mamanya yang memang lahir di desa jarang membawa anak-anaknya kesana sejak mereka semua sudah dewasa. Dulu sewaktu kecil, Arka ingat ia suka bermain dengan anak-anak desa. Tapi sekarang setelah kembali lagi kesana, Arka bosan. Mungkin karena sekarang dia sudah bukan anak-anak yang ketika diajak ke empang oleh pamannya saja dia sudah gembira.

"Oh ya? Ada oleh-oleh enggak buat aku?" Nana membuka tangannya di depan Arka, yang pria itu hanya menggenggamnya saja tanpa menaruh apa-apa.

"Nanti malam ikut gue, mau?" Nana tidak akan tanya kemana atau untuk apa, dia mengangguk semangat sampai Arka mengacak rambutnya.

____

Tidak tau kenapa, tapi Nana merasa gugup. Jantungnya sedari sore tadi berdentum. Ia merasa gelisah untuk hal yang tidak ia ketahui sebabnya, ia merasa ingin menangis untuk hal yang tidak ia mengerti, merasa kehilangan untuk entah hal apa yang pernah jadi miliknya.

Nana tidak mau memikirkan itu. Dengan dengan dress coklatnya, Nana turun di sambut Arka di depan rumahnya.

Biasanya, Arka tidak pernah berkomentar untuk urusan pakaiannya. Dia hanya akan menatap Nana beberapa detik tanpa kata apapun. Pujian ataupun kritikan. Namun malam ini, Arka mengusap pipinya, memandangnya lama hingga Nana merasa aneh.

"Cantik, cantik banget kayak biasanya." Namun entah kenapa, Nana tidak merasa bahagia. Arka mengucapkan dengan pandanganya yang seolah meredup.

"Kalau kamu capek, kita bisa pergi lain waktu." Susah bagi Nana untuk meminta Arka bercerita ketika dia ada masalah. Dari Ara dan paling banyak Nadia-, Nana tau kalau Arka memang seperti itu. Dia lebih senang menyimpan masalahnya sendiri. Sikap Arka yang selalu kesal tiap kali hidupnya di ulik membuat Nana segan padanya meskipun mereka berpacaran.

"Gue enggak capek, malam ini harus tuntas sesuai apa yang gue rencanakan." Nana tidak mengerti, namun ia tetap menurut saat Arka membuka pintu untuknya bahkan membantunya memakai seat belt.

Arka memesan satu lantai restoran untuk dirinya dan Nana saja malam ini. Bahkan ia meminta untuk tidak di ganggu selama ia dan Nana ada disana, karena Arka menolak untuk di intrupsi oleh apapun malam ini. Malam yang sebenarnya Arka yakin, ia akan menjadi orang jahat setelahnya.

Namun apa yang bisa dia lakukan kalau pikirannya yang kusut saja tidak bisa ia benarkan?

Nana yang melihat ruangan di hias secantik mungkin, banyak lilin di beberapa bagian, makanan yang terhidang, serta keheningan yang membuat Nana sejenak lupa pada hatinya yang gelisah.

"Kamu nyiapin ini?" Arka menuntun Nana untuk duduk di satu-satunya meja yang ada disana, karena Arka sengaja hanya meminta satu di letakkan di tengah ruangan.

EUNOIA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang