Penyakit

2.5K 146 4
                                    

•FIKSI•

Aku masih cengo. Bahkan saat kakiku sudah menapak di teras rumahku. Aku benar benar tidak menyangka dengan apa yang aku dengar barusan.

Menurutku, kamu akan sangat berlebihan jika merundung dan menjauhi seseorang karena dia mengidap HIV. HIV tidaklah semenyeramkan itu. Kalian masih bisa berteman dan juga berbicara satu sama lain.

Aku yang sudah mengetahui kalau kak Shani mengidap HIV saja masih tidak berubah pikiran. Aku masih mau bertemu dan berteman dengannya.

"Kakak kenapa? Dosennya galak? Kok kakak nangis?" Aku tersentak. Suara adikku menyadarkanku dari lamunan. Ia menatapku khawatir. Bisa bisanya dia memfitnahku dan mendramatisir keadaan.

"Kakak nggak nangis adek. Ishh kamu ini." Dia tertawa. Aku meraih tubuhnya dan meletakkannya di atas pangkuanku. Dia tersenyum dan memelukku.

Adikku ini memang manja sekali denganku. Setelah ayah pergi, sifat manjanya dia perlihatkan kepadaku. Akupun tidak masalah dengan itu. Malahan aku senang jika adikku selalu menempel padaku.

"Christy udah makan siang? Mami ke mana?" Dia mengangguk lucu. Lalu mengatakan jika mami mereka ada di dalam kamar.

Aku pun membawa Christy ikut masuk ke dalam kamarku. Ku letakkan dia di atas ranjangku. Melihat aku yang meletakkan tas kemudian meraih pakaian gantiku.

"Tunggu sebentar ya, kakak mau ganti baju dulu." Dia tersenyum dan mengangguk. Sumpah, adikku ini sangat cantik. Sama seperti kak Shani.

Astaga! Otakku kenapa ke kak Shani terus sih?!

Aku langsung melenggang pergi dan masuk ke dalam kamar mandi. Mempercepat gerakan ku karena tak ingin Christy menunggu lama. Aku juga membasuh wajahku agar lebih segar lagi.

Ceklek!

Aku membuka pintu kamar mandi, ternyata berbarengan dengan mami yang membuka pintu kamarku. Beliau melihat Christy yang duduk anteng di atas ranjangku.

"Kak Chika mau ke mana, udah rapi aja?" Mami bertanya lalu duduk di sebelah Christy. Membuat adikku mengeluarkan sifat manjanya lagi.

"Kakak nggak ada ke mana mami ... Ini baru ganti baju aja." Mami mengangguk.

"Nah kebetulan ... Kalian mau ikut mami ke rumah temen mami nggak? Daripada kalian di rumah." Aku menatap ke arah Christy. Sepertinya dia tidak keberatan sama sekali. Apa aku ikut aja ya? Males juga di rumah sendirian.

"Yaudah deh mi, kakak sama adek ikut."

• • •

Bruk!

Aku, Christy dan juga mami sudah sampai di rumah temannya. Aku takjub dengan keindahan eksterior dari rumahnya. Amat sangat mencerminkan orang berduit.

Kami disambut dengan hangat kemudian di tuntun menuju ruang tamu. Aku mendudukkan diri di sana. Dijamu makanan dan juga minuman yang kelihatannya lezat.

Memang dasarnya penyakit. Aku baru saja mendudukkan diri beberapa menit di sini. Kelaminku bertingkah karena tidak bisa menahan sesuatu yang ingin meledak sekarang juga.

Aku berdiri dan meninggalkan Christy sendirian. "Maaf Tante. Toiletnya di mana ya?" Beliau mengatakan jika toiletnya berada di belakang. Dekat dengan gudang.

Aku terperangah. Apa nggak terlalu jauh untuk lokasi sebuah toilet? Tapi otakku langsung menjawab dengan menganggap itu memang disediakan khusus untuk tamu.

Setelah berterimakasih, aku langsung ngacir ke sana. Meninggalkan tatapan aneh dari semua orang yang ada di ruang tamu.

Rasanya semua beban yang mengganjal di selangkanganku seketika menghilang. Membuat langkah lebarku terasa lebih ringan dari sebelumnya.

Aku ingin kembali ke ruang tamu. Kasian juga Christy sendirian di sana, dikelilingi oleh orang orang tua.

"Bunda, tolong keluarin aku dari sini ... Aku nggak nyaman di sini."

Aku termenung melihat pintu gudang yang digedor gedor seseorang. Dengan jeritannya yang begitu lemah dan lirih.

Dengan ketakutan, karena ini bukanlah rumahku, aku berjalan mendekat dan menempelkan telingaku di daun pintu. Menelisik suara yang ada di dalam. Aku hanya bisa mendengar suara tangisan saja.

Tok! Tok!

Aku mendengar suara grasak grusuk dari dalam setelah ku ketuk pintunya.

"Bunda tolong keluarin Shani ... Hiks ... Shani juga belum minum obat bunda!" Aku terkejut bukan main. Kak Shani? Apakah ini benar?

"Kak, kak Shani?" Teriakku berharap suaraku menyelinap masuk.

"Kamu siapa? Tolong keluarin aku dari sini," mohonnya membuat aku mencari celah dari pintu dihadapanku.

"Ini aku kak! Chika!"

"Hey Chika! Tolongin aku. Keluarin aku dari sini."

Aku segera mencari benda di sekitarku yang bisa merusak dari pintu gudang tersebut. Akhirnya aku menemukan sebuah sekop di pojok taman. Benda itu ku gunakan untuk mencongkel pintu.

Karena aku seorang lelaki pemberani dan perkasa, tanpa waktu lama pintu itu berhasil ku buka. Menampakkan seorang bidadari yang berlari ke arahku kemudian memeluk diriku.

Aku gugupnya bukan main. Masalahnya aku hanya pernah dipeluk oleh dua wanita saja. Yaitu mami dan juga Christy, adikku. Aku nggak pernah dipeluk sama orang lain.

Dengan cepat aku memintanya untuk mengambil obatnya. Sedangkan aku berniat membawanya pergi dari rumahnya sendiri.

"Kok kamu lama banget sih kak?" Mami bertanya ketika melihat kehadiranku yang kembali ke ruang tamu.

"Kayaknya ada yang salah deh mi sama perut aku." Akhirnya aku punya alasan untuk pergi sama Shani.

Aku melihat ada satu bocil yang main sama Christy. Kayaknya mereka seftekuensi deh. Aku yakin Christy nggak mau pulang bareng aku.

"Kakak mau pulang duluan ya mi. Kakak udah persen taksi kok." Mami pun mengikhlaskan aku pergi. Karena sepertinya pembicaraannya masih seru dan panas. Seperti dugaanku, Christy tak menyadari keberadaan ku.

Aku berlari keluar. Melihat kak Shani yang sedang bersembunyi. Dengan cepat aku menarik lengannya dengan lembut dan memasuki taksi yang sudah ku pesan. Ku putuskan untuk membawa kak Shani pulang ke rumahku.

To Be Continued

ONESHOOT48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang