Pernah aku jatuh hati
padamu sepenuh hatiMinji mengernyitkan keningnya ketika merasakan cahaya matahari yang mengenai wajahnya kini terhalang oleh sesuatu. Membuka matanya perlahan, hal pertama yang dia lihat adalah sebuah telapak tangan yang kini bergerak tidak menentu mencoba untuk menghalau laju sinar kuning itu dengan tepat.
Dengan mendesis pelan, minji mencoba bangkit perlahan dari tidurnya dan mendudukkan dirinya dibangku tribun lapangan sekolah miliknya. Dia kini dapat melihat jelas sosok pemilik tangan tadi yang kini juga ikut mendudukkan diri disampingnya dan langsung memandang khawatir padanya yang tengah memegangi perutnya.
Tersenyum singkat, minji berbicara pelan "Aku gapapa, han" yang langsung disambut dengan cepat oleh gadis itu "Bohong"
Memang. Minji ingin sekali berkata pada hanni bahwa perutnya benar-benar serasa terbakar sekarang. Sial, pukulan anak-anak itu tadi serasa menghancurkan perutnya. Minji bahkan merasa bahwa dia tidak akan bisa makan tanpa memuntahkannya kembali jika dia masih dalam keadaan seperti ini. Tapi mengatakan itu pada hanni pasti akan membuatnya semakin khawatir.
Minji tidak mau membuat gadis itu merasakan perasaan seperti itu.
Pham Hanni hanya boleh merasakan perasaan bahagia.
Setidaknya itulah yang ada dibenak minji, sampai-sampai dia nekat menyerang seorang siswa yang kedapatan berbicara tidak pantas tentang gadis itu saat di toilet pagi tadi. Jelas saja minji kalah, tingginya saja hanya setengahnya.
Tapi tak apa. Setidaknya dia berhasil melayangkan tinjunya dua kali. Meskipun pukulan yang dia terima sepertinya tiga kali lipat dari yang berhasil dia berikan.
"Lagian kenapasih pake berantem segala cuma karena kalah taruhan bola? aneh banget tau gak sih"
Minji tertawa pelan mendengar itu. Benar, gadis itu tidak tau bahwa dia seperti ini karenanya. Kenyataannya, gadis itu memang tidak pernah tau bahwa selama ini minji rela berbuat apa saja hanya untuknya.
Tapi tak apa. Kalau dengan itu minji bisa melihat hanni tersenyum dengan lepas, minji rela-rela saja dipukuli oleh semua orang disekolahnya.
Disela tawanya, minji bisa melihat hanni yang mengerucutkan bibirnya dengan sebal. Dan setelah itu langsung menyodorkan tangannya dengan kesal. "Nih balsem. Pake sendiri"
Menerima botol kecil itu, minji menaikkan alisnya main-main "Pakein kamu, mau?"
"Dih ogah! Makanya gausah berantem kalo ujung-ujungnya kalah! Nih ya kak, kakak itu kan badannya kecil, pendek, kuntet, kalo ngajak berantem tuh orang yang kecilan dikit! Kalo kaya tadi mah jatohnya goblok! Jadi orang dibilangin percaya dikit bisa gak sih? Ngeyel banget padahal udah aku-"
Entah minji nya yang terlalu drama atau apa, tapi dia kini sudah tidak bisa lagi mendengar apa yang dikatakan oleh hanni. Dia malah fokus pada paras cantik gadis itu yang kini tersinari dengan cahaya matahari yang tadi mengenai wajahnya.
Kalau cahaya itu mengenai wajah orang lain, apa bisa mempunyai efek sebesar ini ya? Karena minji bisa merasakan dirinya jatuh hati lagi untuk yang kesekian kalinya pada gadis berambut coklat itu.
Itu gawat.
Karena jika seorang kim minji sudah jatuh hati, maka minji tidak akan bisa berhenti.
*
tapi tak pernah kubermimpi
kau tinggalkan aku pergi"Yah, hentikan itu. Kau terlihat menyedihkan"
Minji mengabaikan cibiran dari hyein dan meneruskan kegiatannya mengamati sepasang kekasih yang tengah berada di tribun lapangan sekolah mereka.
Tribun itu memang bisa terlihat dari ruangan kelasnya yang berada dilantai dua. Tempat favoritnya yang kini tidak bisa lagi menjadi tempat favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura-Pura Lupa ( Bbangsaz ) - Oneshot
Romance"Menyerah saja" minji dengan refleks menangkap benda yang dilemparkan oleh hyein padanya. "Berhenti menyakiti dirimu sendiri. Fokus saja untuk lulus dari sini, pergi ke leiden, jadi dokter yang hebat"