Genggaman tangan itu menguat seiring waktu. Sejak kecil hingga sekarang mereka terbiasa saling menautkan jari satu sama lain. Saling menggenggam tangan agar tidak terlepas.
Seperti saat ini, mereka saling mendekap dan setelahnya berpegangan menuntun jalan mereka agar tidak tersesat.
Blaze tertawa antusias di sela percakapan mereka. Blaze melihat wajah Adiknya yang tampak mengantuk.
"Kau pemalas, Ais!" ejek Blaze kepada saudaranya itu. Blaze kembali terkekeh sembari menyalin catatan sekolahnya. Kemarin ia tak sekolah karena sakit, jadi Ais terpaksa menyalin seluruh materi yang diajarkan oleh gurunya, padahal Ais sudah hafal luar kepala apa isi materi tersebut.
"Kau yang terlalu aktif, Laze." Dengkuran halus terdengar dari nafas saudaranya. Blaze mengambil Hp-nya lalu memfoto saudaranya itu. Seakan pemandangan tersebut adalah pemandangan yang indah menurutnya.
"Gemasnya kau!" seru Blaze lalu kembali menaruh Hp-nya dan melanjutkan kegiatannya.
Tak lama setelahnya Blaze berdiri mencari sesuatu yang mungkin bisa ia gunakan sebagai bahan masakan.
Belajar dari Gempa, ia bisa sedikit cara memasak walaupun mengobankan sedikit makanan hingga gosong.
Blaze dengan lihai menggerakkan teflonnya membuat omelate untuk saudaranya. Ia yakin saat bangun nanti Ais akan merengek lapar.
Blaze meletakkan omelate itu di nampan tak lupa membawa pisau kecil juga sendok sebagai alat makan. Ia berjalan ke kamarnya dan meletakkan nampan tersebut ke atas meja.
Blaze mengelus lembut surai milik Adiknya. Ia mengecup sedikit dahinya agar sang empunya terganggu dengan pergerakannya.
Tak lama kegiatan rutin yang selalu ia lakukan untuk membangunkan adiknya itu, akhirnya berhasil untuk membangunkannya. Blaze mengamit tangan Adiknya lalu mengelusnya.
"Aku sudah buatin omelate, kau pasti lapar." Blaze meletakkan nampan berisi piring saji yang terdapat omelate di paha Adiknya membuat mata Ais berbinar. Sederhana, namun mampu membuat Ais berbinar.
Setelah makan, Ais mengusap bibirnya dengan tisu untuk menghapus jejak minyak dibibirnya. Setelahnya ia mengecup pipi Blaze lembut membuat anak itu tersipu.
"Thank you," ucap Ais setengah berbisik pasalnya ia malu. Wajahnya sudah seperti kepiting rebus.
"You're welcome," balas Blaze mengusap sayang rambut adiknya. Usapan itu mampu membuat hati Ais jadi porak poranda.
Ais begitu tenang dan dingin di luar. Hanya satu orang yang berhasil meluluhkannya, yaitu saudaranya sendiri, Blaze.
"Lihat! Pipi mu merah! Padahal kita tidak di tempat panas," goda Blaze membuat Ais lagi-lagi bersemu merah.
"Sudahlah, aku mau tidur lagi aja." Ais kembali memasang posisi tidur setelah selesai memakan omelatenya tapi Blaze menahannya.
"Eits! Tunggu dulu. Kak Gem masih ada di rumah, gimana kalo kita jalan-jalan dulu biar Kak Gem ga marah?" tawar Blaze. Ais menggeleng.
"Nanti biar aku yang ngurus itu. Kau mau tidur juga tidak? Kalau tidak mau ku tinggal tidur."
Blaze dengan sigap langsung mengambil posisi tidur. Ia memeluk Adik kembarnya itu dan menghirup aroma lembut dari tubuh Ais di tengkuknya yang berhadapan langsung dengan hidungnya.
Blaze menaikkan selimutnya sebatas leher membiarkan Ais tidur dengan nyaman.
"Sleep well my lil' bro," bisiknya ditelinga Ais. Lagi-lagi telinga tersebut memerah membuat Blaze terkekeh dalam hati. Ais hanya bisa dicairkan dengan yang hangat atau panas berlebih. Tidak bisa dengan kekerasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not My Twin ✓
RandomGenggaman hangat yang tak pernah ingin dilepas. Cover by Twitter : @Ariie_ya ⚠The contents of the book do not match with the cover⚠