#1.

21 2 1
                                    

Mentari mulai membumbung tinggi menyinari tiap yang ada di bumi, termasuk gadis yang masih pulas memejamkan matanya. Bunyi alarm yang sedari tadi terus berdering tak sedikitpun membuat gadis itu untuk membuka matanya, justru dirinya malah makin terlelap. Suara derap langkah terdengar mendekat, derit pintu terdengar dibuka oleh seseorang. Seketika mata bulat Djiwa terbuka, gadis itu langsung bangkit dari tidurnya. Di tatapnya takut wanita tua berparas ayu yang bersedekap tangan menatapnya, membuat Djiwa salah tingkah akan tatapan eyangnya. Djiwa merasa bersalah karena harus membuat eyang berjalan menaik tangga untuk membangunkannya. Tadi sehabis sholat subuh Djiwa merasa sangat mengantuk sehingga dia kembali merebahkan dirinya. Namun siapa sangka dirinya malah ke bablasan begini.

" Maaf eyang " lirihnya tak berani menatap wajah eyang.

Tanpa menunggu jawaban eyang, Djiwa langsung begegas ke kamar mandi untuk segera bersiap-siap ke sekolah. Gadis itu mengelus dadanya lega, sekarang dia harus cepat untuk bersiap. Dengan jurus super yang selalu Djiwa lakukan saat keadaan mendesak hanya dalam waktu lima menit gadis itu sudah siap.

" Djiwa langsung berangkat ya eyang " Djiwa mengambil telapak tangan eyang, dikecupnya sayang punggung tangan eyang.

Gadis itu berjalan riang menuju motor vespa metik hitam yang sudah terparkir dihalaman. Hadiah ulang tahun dari eyang, sejujurnya Djiwa tidak menyangka akan mendapatkan hadiah yang diimpikannya ini. Padahal Djiwa tidak pernah memintanya pada eyang.

" Djiwa " senyum Djiwa mengembang kala suara lembut eyang yang khas memanggil namanya.

" Ohh iya lupa, makasih eyanggg " Djiwa mengambil kotak bekal yang eyang ulurkan padanya.

Sebelum pergi Djiwa sempatkan lagi untuk mengecup pipi eyang, sungguh Djiwa sangat menyayangi eyang. Wanita mulia yang telah merawatnya sedari dulu, walaupun selama ini eyang tak pernah berbicara padanya Djiwa tau eyang sangat menyayanginya. Walapun eyang hanya mengucapkan namanya, Djiwa tau maksud eyang, di paham apa semua yang dirasakan eyang lewat namanya yang kerap diucapkan eyang.

Motor Djiwa melaju dengan kecepatan sedang, waktu masuk masih lima belas menit lagi jadi dia tidak usah buru-buru, demi keselamatan dirinya juga. Gadis itu menikmati suara indah Kunto Aji yang begitu memanjakan telinganya, baginya mendengarkan lagu-lagu milik Kunto Aji sama saja sedang melihat dirinya sendiri.

" Mas parash " Djiwa menghentikan motornya disamping pemuda yang tadi dia lihat tengah mendorong motornya.

" Wihh mogok nihhh, mau Djiwa step-in ngga ? " Tawaran Djiwa membuat dirinya mendapat tatapan skeptis dari mas parash " seriusan bisa, gampang " gadis itu mencoba meyakinkan.

Namun, pada akhirnya tawaran yang kurang meyakinkan itu ditolak. Finalnya Djiwa yang menaiki motor mogok mas parash sedangkan sang empu yang menyetep. Mereka membawa kebengkel terdekat, namun karna ada kerusakan pada mesin akhirnya mereka berdua berangkat bersama. Awalnya Djiwa ngotot untuk didepan dan mas parash di bangku penumpang, tapi karna mendapatkan tatapan tajam Djiwa akhirnya mengalah.

" Mas parash ngebut donggg, bentar lagi masuk " protes Djiwa tapi diacuhkan pemuda didepannya.

Tau begini Djiwa ngga bakal kasih tumpangan dehh, waktunya udah mepet begini tapi laju motornya kaya orang yang baru belajar motor. Lagian kalo ngebut Djiwa juga ngga bakal ambil kesempatan buat pegang-pegang mas parash, dosa!.  Dan bener aja sampai di sekolah gerbang sudah ditutup, kalo begini Mas Parash harus cosplay jadi tangga buat Djiwa.

" Mas parash?! Jongkok ?! "

Setelah menarik mas parash ke belakang sekolah dengan sekuat tenaga, djiwa meminta mas parash untuk jongkok. Biar apa? Ya biar djiwa bisa manjat tembok belakang sekolah lahh. Djiwa kan harus belajar supaya dia bisa berguna bagi nusa dan bangsa ahahah.

" Kamu mau injak punggung saya buat naik ke atas sana ?! ". Ya iyalah pake nanya.

" Kan biar bisa masuk " polos djiwa.

Mas parash buru-buru bangkit, bersedekap tangan menatapnya tajam.

" Wahh ngga mau? Parahh nihh ngga mau tanggung jawab?! Yang bikin aku telat kan mas, jadi tanggung jawab donggg. Bantu aku naik ke atas ! " Djiwa memprofokasi dirinya.

Mas paras tidak menjawab. Pemuda yang lebih tua darinya itu tiba-tiba saja menggapai tangannya, manariknya untuk mengikuti langkah panjangnya. Djiwa kalang kabut saat mas parash membawanya mendekat ke gerbang sekolah dimana Bu Ida guru BK super killer tengah berjaga disana. Djiwa mencoba melepaskan cekalan tangan mas parash, tapi nihil cekalan mas parash terlalu kuat. Baiklah jika begini djiwa harus menggunakan jurus' itu ', dari pada dia harus berakhir dihukum berjemur di bawah teriknya matahari.

Shhhh. Djiwa berhasil melepaskan cekalan mas parash pada pergelangan tangannya, dengan memberikan cap gigi padan tangan pemuda itu. Rasain! Waktunya Djiwa kabur, mending dia bolos saja sekarang. Namun belum sempat kabur mas paras kembali mencekal tangannya dan membopongnya seperti karung beras

" Woii lepas!! Mas parash lepas !! "

" Masuk ?!! " Setelah menurunkannya mas parash mendorong Djiwa kearah pintu gerbang, jahat!!

Dan karna keributan yang dibuatnya, Bu Ida akhirnya menghampiri mereka. Melihat tampang galak Bu Ida dengan rotan ditangannya membuat Djiwa ingin menangis saja rasanya. Siap-siap dehh Djiwa dihukum dan berakhir layaknya ikan teri. Semua ini gara-gara mas parash!!!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diajeng Djiwa Asmaradana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang