Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Suara hentakan kaki yang cepat di hutan yang gelap nan rindang, suara itu berasal dari hentakan seorang gadis muda yang berlari karena sedang dikejar oleh sesuatu yang semestinya hanya muncul di mimpi belaka.
"Hah..hah..hah..hah." Gadis itu berlari sampai terengah-engah. Walau dirinya sudah kelelahan, tetapi keadaannya sekarang mengharuskan ia untuk berlari terus tanpa harus melihat ke belakang. Hanya mengenakan gaun putih, ia berlari masuk kedalam hutan tanpa arah yang jelas, yang jelasnya hanya aksi kejar-kejaran antara dirinya dengan 3 kakek misterius. Ketiga kakek yang sedang mengejarnya dikenal sebagai Kakek putih(pak-kung), kakek merah(ong-kung), dan kakek hitam(tua-kung). ketiganya mengejar gadis malang itu dengan bentuk wujud yang sangat menyeramkan dan menyerukan satu kata yang kurang dimengerti oleh gadis itu.
"Si! si! si! si! si!" Tidak ada kata-kata maupun yang banyak di keluarkan dari mulut ketiga kakek tersebut. Meskipun hanya satu kata, tetapi mempunyai arti yang mengerikan, yang dimana kata 'Si' dalam bahasa Tionghoa Khek/Hakka dalam bahasa Indonesia artinya 'mati'. Ketiga kakek tersebut terus meneriaki gadis itu dengan kata tersebut tanpa henti.
"Si! si! si! si! si!"
"Tidak!! Aku belum ingin mati!!" teriak gadis itu tanpa menoleh ke belakang. Sayang, perkataan si gadis dihiraukan oleh ketiga kakek itu, seolah-olah kata itu saja yang harus didengarnya sampai meninggal.
"Siapapun!! Tolong!!!" Si gadis berteriak meminta tolong ke siapapun yang berada di hutan tersebut hingga berurai air mata, semakin ia berlari maka semakin minim cahaya mentari yang masuk melalui sela-sela daun. Tak ada yang bisa ia lakukan selain terus berlari dan memasrahkan dirinya, tak lama ia terjatuh hanya karena kaki nya tersangkut sama akar pohon beringin yang sangat besar.
"Aahh!" Gadis itu terjatuh ke tanah dengan keras, tubuhnya yang kurus dan berkulit pucat berusaha bangkit. Namun, alangkah terkejutnya ia saat matanya mengarah ke bagian bawah tubuhnya. Jari-jari kaki kanannya yang manis mengeluarkan darah segar dari dalam kukunya, padahal saat bersentuhan dengan akar itu ia tidak merasakan rasa sakit apapun.
"Kok... berdarah?" tanya gadis itu dengan mata terbelalak. Ia ingin menyentuh jari kakinya itu, namun tiba-tiba saja lukanya semakin melebar dan darahnya semakin banyak meluncur keluar saat tangannya sudah beberapa inci dari kakinya. Disaat yang bersamaan, telinganya kembali menangkap suara dari mahluk yang mengejarnya sekarang. Sang gadis bangkit dari tempatnya, tak lupa juga ia membersihkan gaunnya yang kotor terkena tanah basah. Baru saja kakinya menyentuh tanah, kaki kanannya yang berdarah muncul juga rasa sakitnya walau sedikit. Walau sedikit sakit, ia harus tetap berlari dari kejaran ketiga kakek itu yang entah apa alasannya menargetkan dirinya sejak lama.
Sambil ngos-ngosan dan pincang, ia dengan sekuat tenaga memporak-porandakan ranting-ranting hutan yang sudah layu dan hingga harus merelakan kaki kirinya menyusul mengeluarkan darah akibat tertusuk ranting secara vertikal. Sudah vertikal, tembus lagi. Tanpa melihatnya saja si gadis berhasil dibuat histeris dengan apa yang telah menimpanya sekarang. Ranting yang tertancap di kakinya itu perlahan-lahan menyatu dengan robekan luka bak tumbuhan inang yang sudah menemukan inang baru untuk ditempati.
Ia tak punya pilihan lain selain memegang ranting itu dan menariknya perlahan-lahan, rasa sakitnya semakin menjadi-jadi hingga menjalar sampai ke ubun-ubun nya serta banyak darah harus terbuang dari tubuhnya. Tetapi ia peduli, ia tetap menarik ranting itu sampai akhirnya tercabut sudah dan menyisakan kaki kirinya yang bolong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tatung : Tradisional of Singkawang
HorrorBerwisata ke Singkawang saat Cap Go Meh memanglah seru, tapi keseruan itu seketika hanya omong kosong belaka semenjak salah satu teman mereka, Myoji, bertemu dengan seorang pemuda misterius di festival Tatung. Emillie, seorang gadis yang merencanaka...