Akhir Sebuah Mimpi

11 0 0
                                    

Tiba-tiba tubuhku terasa kaku, dingin menusuk hampir di sekujur tubuhku, mataku tertuju pada arah datangnya suara-suara aneh. Suara aneh itu kian memekikan telinga, sontak bulu kudukku berdiri, detak jantungku bernyanyi kian tak berirama. Aku berusaha menstabilkan hormon adrenalinku yang kian memuncak karena tubuhku mulai merespon kondisi malam ini yang betul-betul tidak biasa. Di bawah naungan malam yang kian gelap aku hanya bisa melihat barisan pohon dengan daun-daun yang bergoyang di tengah  pekatnya kabut malam, hewan-hewan kecil berlarian dan sekelompok burung gagak terbang mengitari pohon-pohon pinus yang tumbuh menjulang ke langit. Tiba-tiba muncul sesosok bayangan hitam bertubuh besar dan kekar, wajahnya sangat mengerikan, mulut  besar, giginya bertaring panjang, matanya merah, dan langkah kakinya sangat lebar. Pandangan matanya melihat tajam ke arahku, makhluk aneh itu terus mendekatiku.

“Aaaawwwwwwwww!”.

Aku berteriak sekuat tenaga seraya memejamkan mata, berharap semua ini  hanyalah mimpi. Aku berlari di tengah kegelapan, menyusuri jalan setapak, menembus kabut yang kian tebal.
Sekujur tubuhku kian lemah dan kaku. Di tengah kesadaranku yang kian menurun, aku melihat bayangan sekelompok orang berjubah putih berjalan di tengah barisan pohon yang kian tertutup kabut malam. Aku berteriak  sekuat tenaga. Namun, Tidak ada satu pun yang memedulikan teriakanku. Mereka terus berjalan seraya menundukkan kepala.

Bum”,tiba-tiba terdengar dentuman keras. Seketika aku melihat kobaran api yang sangat besar diselimuti asap hitam yang pekat. Aku tidak dapat melihat semua yang terjadi di sekitarku. Aku mencoba berdiri lalu berjalan menembus asap yang pekat, Dalam remang-remang, aku melihat  situasi yang sangat kacau, orang-orang berlarian diselingi teriakan dan tangisan. Aku terus berjalan menembus asap yang menyelimuti sekelilingku. Terdengar sayup tangisan yang menyayat hati.Aku terus mencari-cari sumber suara itu, mataku tertuju pada sesosok tubuh laki-laki dan wanita yang tergeletak di pinggir jalan dengan tubuh kaku dan terlihat darah segar masih mengalir dari kepalnya. Di sampingnya tampak seorang anak perempuan sedang menagis.Tiba-tiba tangisan itu hilang seiring hilangnya asap yang menyelimuti.

AAAAAAAAAAAAAKH”’, seketika aku bangkit dari tidurku, mulutku berteriak. Aku meronta.
"Ibu, Bapak!”,kata itu meluncur dari mulutku. Air mataku tumpah.
"Bapak, ibu, aku ingat semuanya." Tubuhku meronta seiiring kepedihan yang menyeruak hampir di seluruh aliran darahku. Aku berharap rasa sakit yang kurasakan ini hanya mimpi. Namun, sebaliknya, bayangan penyerangan di kampung pada malam perayaan wuku taun  yang telah merenggut semua mimpiku terus mengisi ruang pikiranku. Ayah dan ibu yang malam itu ikut hadir di malam perayaan  'wuku taun' telah menjadi salah satu korbannya. Sekelompok orang datang mengendarai sepeda motor dengan brutal. Mereka datang dengan  membawa parang, arit, balok-balok besar. Mereka berteriak, menghancurkan semua yang mereka temui dan menghabisi orang-orang yang mereka anggap kunci pemberontakan warga kampung terhadap rencana pembukaan hutan larangan sebagai objek wisata di kampung ini. Bahkan, saat itu aku yang ikut bersama ibu dan bapak terkena pukulan balok besar di kepala. Setelah itu aku tidak tahu lagi. Sekarang aku terbaring di rumah sakit ditemani emak. Ya, emak adalah orang kepercayaan ibu dan bapak. Emak dan suaminya,Mang Yaya telah ikut bekerja dengan ibu dan bapak sejak ibu dan bapak memutuskan untuk hidup bersama dan setahun kemudian aku lahir.

Kini usia aku telah menginjak 18 tahun. Rencananya setelah perayaan malam 'wuku taun', ibu dan bapak akan mengantarku ke kota untuk mendaftar ke pergurun tinggi. Ibu dan bapak berharap aku bisa menjadi seniman yang tidak hanya bisa bermain seni tetapi juga menguasai dasar-dasar ilmu seni itu sendiri. Dengan pendidikan tinggi di bidang seni, ibu dan bapak berharap aku dapat mengenalkan kebudayaan di kampung kami dan dapat membantu menjaga melestarikan kebudayaan yang ada di kampung ini termasuk dalam bidang seni.
Hari ini genap satu bulan setelah peristiwa penyerangan malam itu. Aku terbaring di rumah sakit setelah melakukan operasi akibat gegar otak yang aku alami akibat hantaman balok di malam penyerangan itu. Aku kehilangan ingatanku.

Tiba-tiba sepasang suami istri menghampiriku. mereka datang untuk menjengukku di rumah sakit. Mereka bercerita banyak hal tentang Ibu dan Bapak. Mereka datang untuk membawaku ke Jakarta. Mereka akan memabantu aku mewujudkan mimpi-mimpiku yang hilang di malam perayaan 'wuku taun'lalu sekaligus menjawab semua mimpi-mimpi panjangku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akhir Sebuah MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang