O9 | Spider

335 68 1
                                    

𝗔𝗿𝗰 𝗢𝟯, 𝗦𝗽𝗶𝗱𝗲𝗿 - 𝗖𝗵𝗮𝗽𝘁𝗲𝗿 𝗢𝟵© fourSins

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝗔𝗿𝗰 𝗢𝟯, 𝗦𝗽𝗶𝗱𝗲𝗿 - 𝗖𝗵𝗮𝗽𝘁𝗲𝗿 𝗢𝟵
© fourSins

             [Name] bahkan tidak berani untuk menoleh ke belakang, melihat apakah bocah iblis itu mengejar atau tidak. Dia hanya berlari tanpa arah, masuk ke dalam hutan semakin jauh. Sejak awal, dia juga tidak tahu ke mana arah jalan pulang. Prioritasnya saat ini adalah keselamatan dirinya.

Kakinya terus dipaksa untuk berlari hingga tidak sanggup lagi untuk berdiri. Dia membiarkan dirinya terjatuh menggasak tanah, napasnya berderu, dan beberapa bagian tubuhnya terluka. Oksigen di gunung Natagumo sangatlah tipis, ini seperti dia menyelam di dalam air.

Tangannya meraba mulutnya yang diikat oleh benang milik bocah iblis itu, membuka ikatannya dan mengambil napas dengan rakus.

"Napas... napas... aku harus bernapas..."

Dia berusaha mengatur napasnya untuk kembali stabil. Paru-parunya sakit, dia merasa tercekik oleh sesuatu, tetapi itu bukan rasa takut. Kehadiran iblis laki-laki itu... dia merasakan hal yang berbeda dari iblis sebelumnya. Dan matanya— [Name] baru pertama kali melihat iblis dengan mata yang terdapat ukiran kanji.

Dia pasti kuat. Dia pasti berbeda dari yang lain. Meskipun [Name] merasa jika tuan Tsukihiko dan Douma lebih mengerikan, iblis bernama 'Rui' ini juga tidak berbeda jauh. Detik itu, seolah [Name] hanya bisa melihat kematian di depannya.

"Ya Tuhan... Sebenarnya jenis iblis seperti apa yang aku temui sejak kemarin?" gumamnya pelan.

Netranya menelusuri gelapnya langit, dihiasi bintang-bintang yang membentang luas di atas sana. Sayang sekali jika manusia manusia polos di dunia ini mengetahui jika keindahan pada malam hari adalah waktu di mana pertumpahan darah akan terjadi.

Dia mengambil napas dalam untuk kesekian kalinya. Tangannya menggenggam tanah pijakan untuk membantu tubuhnya berdiri, pergi dari tempat terkutuk ini. Tidak seharusnya dia berada di sini. Dan dia merasa bodoh untuk membawa dirinya berada dalam situasi ini.

Dia tidak ingin melangkah lebih jauh. Dia kembali berjalan menapak jejak di hutan ini. Berharap dirinya segera menemukan arah dan jalan pulang.

Swush!

Tubuhnya menegang. Ada... ada sesuatu yang memegang kakinya. Dia menoleh ke bawah dengan enggan, menemukan laba-laba berukuran besar dengan kepala manusia berusaha menggigitnya.

"AAH! MENJAUH DARIKU!" dia meloncat kaget. Dengan cepat menendang laba-laba berkepala manusia itu ke batang pohon, menghancurkannya.

Sial. Pengalaman mengerikan apa ini?

Dia merasa sesuatu sedang mengintainya. Ragu-ragu untuk kembali mengambil langkah, tetapi dia tidak bisa hanya berdiam diri. Setelah beberapa langkah, dia sedikit merendahkan tubuhnya ke bawah, bersembunyi di antara semak-semak belukar.

Ada sebuah rumah yang tergantung di udara, banyaknya laba-laba berkepala manusia merambat di tanah dan batang pohon. Itu menjijikan.

Tetapi yang berhasil merebut atensinya adalah pria muda bersurai kuning yang memegang katananya erat dengan mata terpejam. Laba-laba berkepala manusia itu berusaha menenggelamkan tubuhnya.

"Itu menjijikan! Dia akan mati secara menjijikan!" batinnya berteriak.

Matanya dengan jeli memperhatikan setiap langkah yang diambil oleh pria bersurai kuning itu. Ketenangan, kefokusan, dan... kuda-kuda yang terlatih. Dalam sekejap mata, pria itu melaju cepat menebas semua yang ada di depannya.

Semuanya terjadi dengan sangat cepat, [Name] bahkan tidak sadar jika iblis di sekitarnya sudah terbunuh semua. Dia harus segera pergi di sini. Mengingat beberapa iblis yang dia temui, sepertinya masih tersisa banyak iblis lainnya di tempat ini. Gunung ini gunung terkutuk!

[Name] berbalik dan dengan segera berlari, harapan kali ini langkahnya akan membawanya menuju jalan keluar.

Tetapi lagi dan lagi... yang dia temukan adalah mayat tergeletak di mana-mana. Dasar sialan. Hari sialan.

Dia meraih salah satu nichirin di sana, "Maaf. Beristirahatlah dengan tenang, biarkan aku melucuti senjatamu untuk melindungi diriku sendiri."

Seperti biasa, [Name] memindahkan tubuh-tubuh itu secara berjejer, memberikan salam kecil penghormatan terakhir sebelum berlari pergi sambil membawa nichirin yang-bukan-miliknya.

[Name] berlari hingga dia kembali mendengar suara arus sungai. Dia berhenti di sana, bukankah ini... pertanda buruk? Aliran sungai adalah tempat yang paling dia hindari.

"Minggir! Minggir! Minggir!"

Suara berat dengan intonasi agresif itu menyapu indera pendengarannya. Tubuhnya menepi saat 'Manusia Babi Hutan?' Datang dan menyerang iblis bertubuh besar yang sebelumnya sudah dia temui.

"Babi Hutan? Tidak... itu pemburu iblis?" gumamnya pelan.

Pegangannya pada nichirin mengerat saat pria yang mengenakan topeng babi hutan itu terdesak. Kedua nichirin yang digunakan pria itu menyangkut dikulit keras iblis bertubuh besar.

"Yang benar saja... Bukankah ini gawat?" jantungnya berpacu cepat. Ini bukan urusannya. Menyelamatkan pria itu bukanlah tanggung jawab dan prioritasnya. Berpikir realistis, dia adalah warga biasa.

Tetapi rasa kemanusiaan tidak bisa menghilang begitu saja dari diri seseorang.

"Sial..."

Ingatannya kembali kepada pria bersurai kuning— cara melakukan kuda-kuda... ketenangan itu... fokus pada satu titik dengan mata terpejam. Terima kasih untuk ingatan fotografisnya yang memudahkannya untuk mengingat banyak hal secara rinci.

[Name] mengambil napas dalam-dalam. Sekali percobaan. Dia mungkin hanya memiliki satu kesempatan ini. Gadis itu perlahan memasang postur tubuh yang sama dengan kuda-kuda pria bersurai kuning sebelumnya.

"Kaminari no kokyu: Ichi no kata: Hekireki Issen."

Dalam kejapan mata, seolah kilatan petir membuat otot kakinya bergerak dengan begitu cepat. Dia melaju dengan kecepatan luar biasa tanpa bisa mengendalikannya.

Dia berhasil memotong lengan iblis bertubuh besar itu dan membuat pria bertopeng babi hutan terjatuh di sampingnya.

Apa... apakah dia baru saja melakukannya? Hal gila yang bahkan tidak pernah dia pelajari seumur hidupnya?

"Babi, kau tidak apa-apa?" tanyanya pada pria bertopeng babi hutan itu.

Sepertinya dia mengambil langkah yang salah. Iblis bertubuh besar itu meraung, telinganya sakit... sungguh. Beruntung dia tidak dilahirkan dengan pendengaran yang tajam, atau gendang telinganya sudah pecah saat ini.

"Percuma... Babi Hutan ini sudah tidak mampu bergerak. Pendarahannya parah dan sepertinya tidak ada stamina yang tersisa lagi untuknya," batinnya berdecih kesal.

Sebelum dia membuat gerakan lain, sebuah tangan besar meraih wajahnya dan mengangkat tubuhnya ke udara. Iblis bertubuh besar itu berniat meremukkan kepalanya.

Ini sakit. Luar biasa sakit!

Dia bahkan tidak bisa berteriak, tangannya bergetar dan tubuhnya menegang. Percuma. Dia tidak bisa bergerak. Iblis itu semakin mengeratkan cengkramannya, berusaha meremukkan kepalanya.

"Babi... La-... Lari...."

Payah sekali. Memprioritaskan orang lain bukanlah tipikalnya. Dia memejamkan matanya, sedikit tidak rela jika akhir ceritanya adalah kematian yang mengenaskan.

𝟮𝟴.𝟬𝟲.𝟬𝟰
— fourSins

𝗰𝗮𝗻𝗼𝗽𝘂𝘀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang