Prolog : Aku Dipindahkan atau Dibuang?

7 1 0
                                    

Huft
-
Huft
-
Huft
-

Manusia lebih senang hancur dengan sanjungan daripada selamat melalui kritikan

-Norman Vincent Peale-

-
-
-

Matahari yang terbit dari arah timur membawaku keluar dari dunia mimpi yang diiringi oleh suara ayam yang berkokok. Aku terbangun dari tempat tidur dan mengusap mata sebanyak tiga kali lalu memakai kacamataku.

"This is Indonesian."

Aku seperti dibuang oleh kedua orang tuaku sendiri. Mereka memindahkanku ke Indonesia tanpa memberitahu kalau aku akan dipindahkan ke sekolah asrama dan besok adalah hari pertama bagiku.

Aku masih dirumah nenek dengan pemandangan desa yang indah dan sejuk serta pepohonan rimbun yang menyejukkan mata.

"Nenek dimana ya."

Aku puas mencari nenek di sekeliling rumah tapi aku tak bisa menemukannya. Dan ternyata nenekku pagi-pagi tadi dia sudah pergi ke sawah untuk bekerja dan meninggalkan catatan di kulkas.

"Helisma, nenek pergi ke sawah dulu, kamu kalau mau makan nenek sudah masak diatas meja, tapi hanya ada tahu dan tempe. Maafkan nenek karena hanya bisa memberimu itu. Kau tunggu dirumah sampai nenek pulang nanti sore ya, sambil menyiapkan barang-barangmu untuk berangkat sekolah besok."

"Tahu dan tempe pun bagiku sudah sangat cukup nek."

Yah, disaat kedua orang tuaku seakan membuangku ke sini, ada nenek yang masih berbaik hati mau merawatku meski hanya sementara karena besok aku sudah di asrama. Aku selalu merasa kalau kedua orang tuaku sangat fokus dengan pekerjaan sehingga aku diabaikan.

Aku tahu saat di Belanda bersama kedua orang tuaku, kami selalu saja makan steak, spagetti dan makanan mewah lainnya. Tapi, itu tak terasa enak karena aku selalu makan sendirian. Tapi disini semuanya terasa enak meskipun hanya tahu dan tempe. Karena aku makan berdua bersama nenek.

Setelah beres-beres rumah aku menonton tv dan melihat sebuah berita mencengangkan.

Sebuah perusahaan yang terletak di Belanda hancur terbakar karena kelalaian beberapa pegawai dan kebakaran itu memakan banyak korban jiwa akibat tertimpa barang-barang berat, terbakar api dan sebagainya.

"Sebuah perusahaan di Belanda terbakar karena kesalahan beberapa pegawai yang mengakibatkan sebagian besar orang disana terbunuh. Beberapa diantara mereka yaitu Pak Matthew dan Bu Herlina yang berstatus direktur perusahaan. Selanjutnya......"

Tuuuukkkk

Remote tv tak sengaja ku jatuhkan ke lantai dan air mataku keluar tanpa keinginanku.

"Ayah, ibu?"

Meskipun mereka membuangku ke Indonesia, tapi mereka tetaplah kedua orang tuaku dan sudah pasti aku merasa sedih dengan hal itu. Aku ingin sekali merasa kalau ini adalah mimpi, tapi fakta tak bisa diputar. Dan sekarang, aku hanya punya nenek di sampingku.

Tok-tok-tok.

Suara pintu diketuk tiga kali, aku segera menghapus air mataku dan menuju pintu masuk untuk melihat siapa yang bertamu.

"Anda cucunya Nek Gelis kan?"

"Iya bu, ada apa."

"Sebaiknya anda ikut saya ke sawah."

Karena bingung, aku mengikuti ibu itu untuk berjalan ke sawah. Dan betapa terkejutnya setelah aku sampai di sana, aku melihat nenekku terbaring lemas di lumpur seakan-akan terdiam selamanya.

"Nek. Nenek!!! Bangun nekk!!! Ini helisma!! Nenek tolong bangun. Ayo pulang nek jangan tinggalin Lisma!"

Helisma merasa hatinya dirobek dua kali, yang pertama ditinggal oleh kedua orang duanya, lalu dia juga ditinggal oleh neneknya yang sangat menyayanginya. Mau bagaimana lagi, itu semua harus bisa diterima oleh Helisma.

Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu, yang mengakibatkan Helisma terlambat masuk ke sekolah barunya karena baru saja berduka. Kedua orang tuanya pun diterbangkan ke Indonesia dan dimakamkan di Indonesia. Sampai saat ini mental Helisma masih terpukul dengan kepergian semua orang yang berada di dekatnya.

Saat ini, Helisma hanya bisa termenung di depan sawah yang ditinggalkan oleh neneknya karena hanya dialah satu-satunya yang bisa meneruskan sawah ini. Tapi dia tidak tahu karena harus sekolah dan tak pernah diajari.

Begitu lama dia termenung hingga tak sadar kalau hari sudah sore.

Saat hendak berjalan pulang, Helisma menemukan sebuah jejak kaki yang besar, menurutnya itu punya neneknya kemarin karena ditempat ini hujan. Tapi firasat Lisma mengatakan kalau jejak ini difoto saja. Setelah selesai aku berjalan pulang ke rumah. Dan saat dirumah, aku melihat kemeja yang digunakan oleh ayahku waktu kerja ada bercak darah dan ditempat itu juga kemeja tersebut berlubang.

"Ini aneh. Semua ini sudah direncanakan ternyata, ini semua bukan kecelakaan, tapi ada pelaku dibalik ini semua."

Lalu, setelah semua dugaan itu Helisma mengurus surat perpindahannya dari sma di Indonesia dan kembali ke Belanda untuk sekolah disana.

Setelah semua persiapannya di keesokan hari, Helisma keluar dari rumah neneknya sambil tersenyum dan mengunci pintu.

"Aku pergi dulu ya nek, ada hal yang harus aku selesaikan. Jika semuanya sudah selesai maka pasti aku akan kembali." Ucap Lisma sebelum meninggalkan tempat itu.

Dengan koper yang terlihat berat, Helisma meninggalkan rumah tersebut sembari menghapus air matanya yang jatuh. Tapi sorot matanya juga menandakan sebuah isyarat balas dendam.

"Tunggu saja, semuanya pasti akan aku selesaikan!!"

Knowledge or SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang