Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat, alur dan tokoh, mungkin hanya kebetulan saja. Inget guys! Dunia Wattpad itu luas. Happy Reading, dear!
🎨🎨🎨
Seorang perempuan yang sedang duduk dengan sebuah buku diary di tangannya tampak sedang mencari seseorang di tengah ramainya pengunjung bandara. Netra hitam legam itu tak henti melirik kesana kemari. Berharap seseorang yang ia tunggu muncul dihadapannya.
Namun nyatanya 'seseorang' itu tak kunjung datang.
Perempuan itu merunduk, menatap buku diarynya sendu. Ia tersenyum tipis kala membuka satu persatu halamannya.
Di buku itu, semua kisahnya dimulai. Kisah yang menurutnya paling indah. Bagaimana ia bertemu dengan laki-laki yang membuatnya paham apa arti keluarga. Bagaimana ia tidak lagi merasakan kesepian. Dan tentunya sepercik kisah cinta masa putih abu-abu. Semua kenangan itu merubah sudut pandang dirinya.
Ia hanya ingin mengucapkan kalimat terima kasih. Tapi sepertinya semesta tak mengizinkan perempuan itu.
"Arundina."
Begitu namanya dipanggil, Arundina menoleh. Laki-laki yang lebih dewasa itu menghampirinya. Ia memberi kode pada Arundina dengan mengetuk-ngetuk jam tangannya. Arundina yang paham langsung menutup buku itu dan memasukkannya pada tas lalu beranjak dari duduknya.
Sekali lagi netranya menelusuri setiap sudut bandara. Namun hasilnya masih tetap sama. Ia menghela nafasnya sejenak sebelum pergi dari tempat singgahnya tadi.
"Semoga kali ini kamu lebih bahagia ya," ucap pria itu sembari tersenyum. Tangannya ia tautkan pada tangan Arundina.
Arundina hanya membalas dengan senyuman tipis. Ya, semoga saja.
🎨🎨🎨
Bertemu denganmu merupakan bagian dari skenario Tuhan yang paling aku sukai. Bagaimana tidak? Kau membuatku mengerti apa arti keluarga sebenarnya. Jika memang semesta menginginkan kita untuk bersama, maka perpisahan ini hanyalah pemanis kisah kita. Akan ada ratusan bahkan ribuan alasan yang akan mempertemukan kita kembali.
🎨🎨🎨
Beberapa tahun sebelumnya...
Malam kali ini terasa berbeda dari malam sebelumnya. Seakan lebih menyakitkan. Beban yang dipikul Arundina sudah terlalu banyak. Bahu yang selama ini dipaksa tegak mulai melemah. Ia mulai lelah dengan hidupnya. Lagi dan lagi.
Arundina menatap nanar danau yang terlihat tenang. Pikirannya tak menentu. Sudah beberapa kali ia mencoba untuk menghibur dirinya. Yang ada malah ia semakin sakit. Masalahnya semakin hari semakin bertambah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painting My Pains
Teen FictionBagi Arundina Kalandra, melukis adalah sebagian dari hidupnya. Dengan melukis Arundina bisa menghilangkan semua rasa sakit yang hinggap di dirinya. Hanya satu yang ingin ia rasakan, bahagia. Masalah hidupnya malah bertambah kala ia dipertemukan deng...