18. Milkymeda

567 77 29
                                    

Jam 7 kurang 5 menit, Jungwon sudah tiba di depan komplek perumahannya. Rumah Sullyoon itu ada di perumahan lain, lebih dekat dengan SMP mereka dulu. Jungwon hanya pernah mampir dua kali. Pertama saat diundang acara ulang tahun cewek itu dan yang kedua saat Sullyoon ingin pindah ke Semarang.

Jungwon mengeratkan topi hitamnya sambil mengecek ponsel. Siapa tau ada pesan dari temannya itu. Saat Jungwon ingin mengiriminya pesan, satu suara yang memanggilnya terdengar dari pinggir jalan. Jungwon mendongak. Sullyoon terlihat baru turun dari angkot kemudian berlari kecil menghampiri Jungwon.

Senyum Sullyoon mengembang. Ia terlihat manis dengan balutan baju putih dan rok panjang bermotif bunga berwarna merah muda. "Lo udah di sini dari tadi?" tanya Sullyoon seraya mengeluarkan ponselnya.

"Baruuu aja nih. Pas mau ngechat lo, eh lo dateng."

"Pas kalo gitu. Bentar, gue pesen taksi online dulu."

Jungwon menatap bingung. "Loh? Gak naik TransJ aja? Emang gak macet Sabtu pagi gini?"

"Kata kakak gue sih enggak. Tapi gak tau juga. Udah lah biarin aja. Nanti baliknya baru, deh. Panas banget, nih. Kalo naik TransJ harus naik angkot lagi."

"Gaya banget lo baru ninggalin Jakarta setahun. Emang Semarang gak panas apa? Kan sama aja."

Sullyoon terkekeh sambil membuka aplikasi hijau milikmya. "Gue kan gak pindah di perkotaannya, Wooon. Nyaris jadi gadis desa nih gue. Tapi untungnya temen-temen di sana welcome banget, sih. Gue diajarin ini-itu-eh, udah dapet nih driver-nya. Deket kok."

Jungwon hanya mengangguk mendengarkan cerita Sullyoon. Dari dulu temannya satu ini senang sekali bercerita. Apa pun akan diceritakan. Tidak hanya ke Jungwon, ke teman-teman lainnya pun begitu. Makanya ia gampang dapat teman, tidak seperti Jungwon.

Tidak sampai 2 menit driver itu sampai. Mereka pun naik ke kursi penumpang.

Jungwon sesekali melihat layar kunci ponselnya, membuat Sullyoon bingung.

"Kenapa, Won? Mau ada yang ngehubungin lo?"

"Eh?" Jungwon menoleh terkejut. Ia tidak menduga Sullyoon akan memperhatikan sikapnya. "Enggak, kok."

Benar saja, jalanan di Sabtu pagi ini macet. Dan ternyata penyebabnya adalah truk yang mogok di tengah jalan. Sampai lah mereka di tempat yang dituju kurang lebih 30 menit dari depan komplek tadi. Saat Jungwon bertanya berapa biayanya, Sullyoon tidak menjawab.

"Kan gue yang ngajak lo. Tenang aja."

"Masa lo doang yang bayar? Gue gak enak lah."

"Udaaaah dieeem." Sullyoon tertawa kecil sambil melihat-lihat sekeliling.

"Lo tuh dari dulu gak berubah, ya."

Sullyoon menoleh lalu terbahak, membuat Jungwon panik karena ditatap oleh beberapa pedagang di sekitar.

"Lo juga gak berubah, Won. Masih sama. Banget." Kali ini keduanya lah yang tertawa.

Lagi, Jungwon mengecek layar ponselnya. Kali ini diam-diam. Kemudian ia mengikuti Sullyoon lagi.

Hanya butuh waktu tiga menit bagi Sullyoon tenggelam dalam tumpukan buku-buku itu. Ada beberapa buku yang akan ia cari. Tapi ia juga tidak yakin apakah di tempat ini ada atau tidak. Buku-buku itu akan ia gunakan sebagai bahan tambahan untuk belajar.

Sedangkan Jungwon, cowok itu hanya melihat-lihat tanpa berniat untuk membeli. Pikirannya seperti berlanglang buana. Sebenarnya kegelisahannya ini sudah muncul dari semalam. Bahkan dari dua minggu yang lalu.

Semalam, ia berpikir panjang. Sampai-sampai membuat mama memanggil namanya berulang kali agar anak itu makan. Tentang ciuman itu, tentang permintaan maaf itu, dan tentang betapa kecewanya ekspresi Jay waktu pulang sekolah kemarin. Ia terus menghubungkan semua kejadian dan selalu pada konklusi yang sama. Berharap ada sesuatu yang bisa ia buat bantahan, tapi nyatanya tidak. Saking lamanya berpikir, satu pertanyaan muncul di kepalanya.

The Milky Way and The Lost Stars [jaywon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang