1 : Jҽɳαɱα ʂι Nσɳα

165 61 148
                                    

Duhai rembulan, tahan dulu matahari datang..
Malamnya indah, ku tak ingin cepat berakhir sudah..
Tolong gemintang, senangi hati ini, jangan pulang..
Biar semua melihat aku kamu..

Begini begitu - Maliq & D'Essentials

𓍯𓂃𓏧♡ִֶָ𓂃 ࣪˖ ִֶָ🐇་༘࿐

Beberapa kuntum tulip terletak di sudut-sudut jendela, melaraskan pemandangan pagi yang bercampur embun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa kuntum tulip terletak di sudut-sudut jendela, melaraskan pemandangan pagi yang bercampur embun. Kicauan dinyanyikan oleh burung camar yang sedang mengangkasa leluasa. Kembang-kembang merekah elok, memugarkan musim yang singgah. Dan awan gemawan menjulai berseri sesuai suasana hati.

Aku mengamati seluk beluk toko. Beberapa kali sibuk memperbaiki letak pot bunga yang tak seimbang. Selagi masih pagi, belum banyak pengunjung yang datang. Jadi aku menyempatkan untuk berbenah toko, menulis daftar pesanan yang akan dikirim hari ini, juga memanggang beberapa roti aneka rasa untuk ditaruh di etalase. Barangkali nanti ada pengunjung yang singgah sejenak untuk mengisi perut.

Sejenak dering telepon di atas gerai membuat kesibukan ku terhenti. Aku lekas mengangkat. Kemudian suara dari seberang menyapa ramah.

"Nad, aku mau pesan sepuluh tangkai anyelir merah-putih hari ini bisa tidak, ya?"

"Tumben kamu pesan bunga, Qinwaa? Dan sepagi ini?"

"Hehehe, iyaa. Buat pacarku itu. Sekarang hari ulang tahunnya. Sengaja ku belikan bunga anyelir. Soalnya asmilasi dan maknanya indah."

Ah, manisnya..

"Begitu, ya? Hari ini bisa, kok. Mau ku antar kapan?"

"Jam sembilan bisa tidak, Nad?"

"Bisa, Qinwaa."

"Okeyy, terima kasih, Nad. Semangat dan bahagia untuk hari ini, yaa."

"Siap, dilaksanakan."

Telepon terputus. Aku bergegas menyiapkan sepuluh tangkai anyelir pesanan Qinwaa, lalu ku rangkai dengan pita yang serasi. Usai itu ku letakkan bersama pesanan lain yang akan ku kirim nanti. Kemudian aku pergi ke meja untuk menulis ucapan yang telah dititip customer kepada penerima kesayangan mereka. Ada yang untuk kekasih, Ibu tercinta, teman istimewa dan lain sebagainya.

Menulis ucapan seperti ini merupakan salah satu bagian pekerjaan yang amat ku suka. Aku jadi tahu tiap rasa tulus tanpa dalih, lewat perkata yang diuntai. Juga turut senang melihat wajah-wajah bahagia penyambut kejutan. Ah, rasanya begitu hangat, rahayu dan damai. Semoga sejahtera selalu untuk mereka, Sang penganut kebaikan.

Omong-omong, untuk permulaan cerita yang akan ditoreh, ada baiknya perkenalan menjadi yang utama.

Salam kenal, namaku Nadyline Nona Alomika. Salah satu penghuni buana. Si penyuka cakrawala dan bintang. Penggemar buku juga pecandu sastra. Senang strawberry dan berbagai macam corak pink. Terakhir, si hobi menyusun puisi dan prosa.

Sebagai awal, aku mengambil secarik kertas dan pena. Kegiatan pagi yang takkan terlalu, yaitu menulis hal baik. Sebagai bentuk harap untuk hari ini, esok, lusa, dan selanjutnya. Juga, si tambatan hati yang didamba. Semoga berkenan datang, menyapa dan berteduh.

Permisi, Tuan..
Tuan pemilik senyum mengikat..
Juga rupa yang menawan..
Bisakah maju satu langkah mendekat?

Permisi, Tuan..
Kalau-kalau aku jatuh cinta padamu..
Berkenan kah kau hadir di malam purnama?
Demi mengawan bintang dan menggiring asmara..

Sama seperti manusia lain yang selalu punya sosok yang dikagumi, aku pun juga diberi satu rasa yang tetap. Kepada seseorang yang memiliki rupa penuh sanjung dan santun yang luhur.

Ting! Ting!

Aku menoleh saat lonceng depan toko berbunyi, menandakan ada pengunjung yang datang. Tepat ketika ku berdiri, pintu terbuka. Menghadirkan figur lelaki yang ku kenal. Lelaki dengan sweater abu-abu, juga jeans hitam tengah menampilkan raut sapa yang sekejap membuatku terpegun.

"Saya mau beli lima tangkai tulip, sedia tidak, ya?"

Aku mengerdip sadar. "Ohh, sedia tiap waktu, kok. Mau warna apa?"

"Warna merah."

Aku mengangguk, kemudian segera mengambil sebagian tulip merah untuk dikemas dan dihias cantik. Sekilas aku memantau lelaki yang saat ini tengah mengedari toko. Pandangannya tampak mengamati tiap bunga yang berjajar apik. Aku menyangga senyum untuk tidak timbul senang.

"Bunga tulip ini untuk pacarmu, ya?" tanyaku iseng.

Lelaki itu menyahut dengan tawa. Ia menerima pesanan tulip dari tanganku dengan semu ceria.

"Bukan. Tulip ini untukku sendiri."

Aku terkejut. "Jangan bilang kamu seorang pengoleksi bunga?"

Lagi, lelaki itu tersenyum. "Hanya bunga tulip saja."

Aku paham. Memang tulip semenarik itu untuk dijadikan koleksi. Selain memiliki makna dari tiap macamnya, tulip juga bisa dijadikan pewangi ruang yang alami.

"Rotinya tidak sekalian dibeli?" tanyaku menawari.

Lelaki itu menggeleng. "Tadi sudah sarapan, lain kali saja, ya. Tapi kalau disini ada cookies, aku akan senang hati membeli."

"Kamu suka cookies?"

"Suka sekali."

Jawabannya membuatku tersenyum. "Bagaimana jika besok kamu datang lagi? Aku akan coba membuat cookies, sesuai permintaanmu. Setuju?"

Lelaki itu kembali dengan tawa cerianya. "Setuju sekali. Tapi sebelum itu, namamu siapa?"

Aku meremas dua tanganku yang dingin. Kentara betul jika sedang gugup. Hingga aku memberanikan diri membuka suara. "Namaku, Nadyline Nona Alomika."

Pandanganku lalu menunduk. Memusatkan netra pada lantai keramik cokelat yang dipijak.

"Biasa dipanggil siapa?"

"Nadyline," jawabku.

Lelaki itu mengangguk-angguk. "Boleh tidak kalau aku memanggilmu dengan sebutan yang berbeda?"

"Maksudnya?"

Lelaki itu memiringkan sedikit kepalanya, kemudian melukis senyum halus diparasnya.

"Bagaimana kalau ku panggil kamu, Nona?"

𓍯𓂃𓏧♡ִֶָ𓂃 ࣪˖ ִֶָ🐇་༘࿐

Hehe, cerita baru lagi. Semoga tetap sedia membaca dan memberi dukungan murni, ya. Terima kasih semua, damai selalu di bumi, yaa.

SYAIR SI NONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang