STORY 7: DADDY & IBIZA

828 1 0
                                    

Guntur menggelegar dan mengguncang kamar tidur. Mata cokelat Ibiza terbuka dari tidurnya. Dia benci badai. Suara hujan menghantam jendelanya dan dia mengangkat kepalanya tepat pada saat petir menari di langit. Dia sangat takut dengan badai.

Agak sulit untuk percaya bagaimana seorang gadis berusia delapan belas tahun, yang baru saja lulus dari SMA sebulan lalu akan takut akan hal seperti itu, tapi dia takut.

Kamarnya terletak di lantai dua rumah, dan karena kakak laki-laki dan perempuannya telah pergi dan pindah, dia adalah satu-satunya di atas sana.

Kamar ayahnya berada di lantai pertama di sebelah ruang kerja. Mereka mulai tinggal berdua sejak tahun lalu. Ibu Ibiza pergi bersama seorang pria yang jauh lebih muda yang dia temui di tempat kerja. Ayahnya, Chad, berusaha menyembunyikannya darinya dan mengatakan bahwa ibunya hanya berlibur. Tapi Ibiza segera mengetahui kebenarannya dari gosip yang ada.

Ibiza meregangkan tubuhnya sedikit di tempat tidur dan mencoba memejamkan matanya lagi.

Tapi suara guntur menggelegar lagi membuatnya melompat hampir keluar dari ranjang. Dia melihat ke arah jam, tiga pagi. Ayahnya seharusnya ada di rumah sekarang karena dia biasanya bekerja sampai larut malam.

Ibiza menunggu sampai guntur berhenti dan bangun dari tempat tidur. Dia mengenakan tanktop biru dengan celana pendek dengan warna senada. Dia tidak pernah menganggap dirinya sebagai seorang primadona.

Dia hanya memiliki satu pacar tetap sepanjang sekolah dan dia baru-baru ini memutuskannya karena dia akan pergi kuliah.

Namun dia memang termasuk gadis yang ideal. Tingginya sekitar 167 sentimeter dengan tubuh langsing dan sintal di beberapa bagian. Dia memiliki kulit putih susu, rambut pirang gelap, dan mata cokelat yang tajam.

Payudaranya cukup sintal dan jarang luput dari perhatian. Dia tidak berusaha menarik perhatian dan biasanya menyembunyikannya saat pergi keluar. Ketika dia berada di rumah di kamarnya, dia tidak keberatan mengenakan pakaian yang lebih terbuka. Ya, begitulah dirinya. Pemalu dan menggemaskan.

Ibiza membuka selimut dan menuruni tangga menuju kamar ayahnya. Bukan hal yang aneh baginya untuk masuk ke sana ketika badai atau kadang-kadang hanya untuk berpelukan. Bahkan pada usia delapan belas tahun dia masih suka melakukannya karena dia dan ayahnya begitu dekat.

Pintu kamar yang ditujunya terbuka sedikit dan Ibiza bisa melihat ayahnya sudah bangun. Dia mengetuk pelan bagian luar pintu.

"Daddy apakah kau sudah bangun? Di luar badai sangat buruk, bisakah aku masuk ke sini dan memelukmu?"

Chad sedang berbaring santai dengan siku tersangga di atas bantal. Ketika dia mendengar hujan, dia tahu putrinya akan segera datang. Jadi dia bangun menunggunya. Selain itu, dia senang bahwa Ibiza masih suka berpelukan dengannya di ranjang. Sekarang tentu saja dia tersenyum dan mengangkat selimut untuknya. "Tentu saja, Babygirl. Sebaiknya kau masuk ke sini sebelum terkena flu berpakaian minim seperti itu."

Ibiza terkikik dan berlari ke tempat tidur. Dia naik ke bawah selimut dan langsung disambut oleh kehangatan ayahnya. Saat itu ayahnya hanya mengenakan celana pendek, dan Ibiza segera meletakkan kepala di dada ayahnya dan menggerakkan tangannya ke bawah seperti yang selalu dilakukannya.

Rambut dada ayahnya yang lebat menjerat jari-jarinya dan Ibiza begitu menikmati sensasinya. Ayahnya melingkarkan lengan di sisi tubuhnya dan mencium puncak kepalanya. "Terima kasih, Dad, telah mengizinkanku masuk ke sini," kekeh Ibiza seraya meletakkan kaki di atas kaki ayahnya.

"Tentu saja, Sayang. Aku suka berpelukan denganmu." Chad membelai rambut Ibiza dengan lembut dan mengusap punggung telanjangnya.

"Aku tahu kau akan segera datang, jadi aku menunggumu turun." sambungnya, menatap Ibiza dengan penuh kasih dan mencium pipinya dengan lembut.

D4DDY SANGEKU 21+ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang