02

200 35 5
                                    

Happy reading guys!!!

*

*

*

Xiao Zhan, sosok pemuda berusia 25 tahun itu menatap kosong gundukan tanah yang masih gembur dan basah. Di sana baru saja ia melihat peti mati ayahnya di semayamkan.

Benci, sedih, marah, semua itu membaur jadi satu. Ia marah pada ayahnya karena telah meninggalkan ibunya dan menikahi orang lain, hingga ibunya memilih pergi meninggalkan mereka. Ia bahkan tak sempat menemui ibunya hingga suatu hari ia mendapat kabar bahwa wanita yang telah mengandungnya itu meninggal dunia.

Hingga saat ini ia pun masih belum percaya bahwa ibunya meninggal, tetapi kabar yang beredar membuatnya terpaksa harus mempercayainya. Pernikahan ayahnya terjadi bahkan sebelum ibunya keluar dari rumah, entah apa yang membuat ayahnya melakukan hal itu setelah bertahun-tahun bersama ibunya. Tentu saja Xiao Zhan sangat membenci perlakuan ayahnya hingga selalu menolak ketika ayahnya ingin bertemu. Ia pergi 7 tahun lamanya setelah menyelesaikan sekolah menengah atas, memilih pergi dari rumah dan melanjutkan pendidikannya di luar kota. Bahkan ketika kakak tirinya aka Haikuan menikah, ia memilih untuk tidak menghadirinya.

Sejujurnya ia sangat menyayangi sosok kakak tirinya itu, hanya saja mengingat Nyonya Liu aka ibu Haikuan adalah orang yang ia anggap merusak keluarganya membuatnya menolak untuk berdekatan dengan pria itu. Namun, Haikuan adalah orang yang baik dan selalu sabar menghadapi dirinya sehingga ia tak mampu menolak kebaikan dan kasih sayang pria itu.

Liu Zhouxun, wanita yang ia anggap sebagai perusak keluarganya. Wanita itu selalu berusaha berbuat baik dan lembut padanya, tetapi karena wanita itu merusak kebahagiaan kedua orang tuanya, ia tak pernah mau menerima kebaikan Nyonya Liu karena menurutnya semua itu hanyalah kebohongan ibu tirinya. Tak jarang Nyonya Liu menemuinya saat ia melanjutkan pendidikan di luar kota dan membawakan beberapa makanan rumahan untuknya, akan tetapi ia tak pernah mau memakannya barang sekali pun.

Cukup lama Xiao Zhan berdiri di dekat makam ayahnya, ia pun melirik Haikuan yang berdiri di sebelahnya, begitu pun dengan Nyonya Liu yang berdiri dengan pandangan kosong di balik kacamata hitam yang ia kenakan. Raut sedih terpancar jelas di wajah wanita paruh baya itu, akan tetapi itu tak mengubah apa pun untuk Xiao Zhan. Seperti apa pun rasa cinta yang di miliki oleh Nyonya Liu pada ayahnya, itu tak akan bisa mengubah keadaan. Lama terdiam, Xiao Zhan beralih memeluk Haikuan sejenak sebelum akhirnya mengambil langkah dan pergi terlebih dahulu. Meninggalkan Haikuan yang masih berduka atas kepergian sang ayah.

“Baba tak perlu khawatir, aku akan menjaga Zhan Zhan dengan baik dan akan berusaha melakukan terbaik untuknya.” Ucap Haikuan berusaha untuk tersenyum di sela air mata yang menetes.

‘Tentu saja, aku akan melakukan hal yang sama untuknya. Tak peduli jika aku harus menjadi orang jahat sekalipun, akan ku pastikan Zhan Zhan baik-baik saja.’

‘Percaya padaku,  Zhan Zhan akan selamat dari orang-orang yang mencoba mencelakai dirinya, orang itu tidak akan pernah bisa menyentuhnya.’

Di dekat pohon besar di kejauhan, seorang pria lainnya berdiri melihat kejadian itu dengan wajah dingin. Meski tersembunyi, tatapannya tampak begitu tajam di balik kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, menatap dingin pada sosok Haikuan yang berdiri di dekat makam.

“Aku benar-benar ingin melenyapkan mu, Liu Haikuan.” Desisnya penuh dendam kemudian berbalik dan pergi.

Xiao Zhan menghentikan langkahnya saat mendengar sayup suara itu. Ia pun menoleh dan mendapati sosok pria yang berjalan menjauh. Menoleh menatap sang kakak yang masih berdiri di depan makam sang ayah lalu beralih kembali pada sosok pria yang kini menghilang entah ke mana.

“Siapa orang itu, apa maksudnya ingin melenyapkan gege.” Xiao Zhan bergumam pelan sambil melihat sekelilingnya, tetapi ia tak menemukan pria itu di mana pun.

.

.

.

Xiao Zhan mengedarkan pandangannya melihat sekeliling kamar yang selama 7 tahun ini ia tinggalkan. Termenung memikirkan kepergian sang ayah, rasanya menyesal karena tak bisa melihat sang ayah untuk terakhir kali. Namun, meski begitu ia berusaha menerima dengan hati lapang.

Bertahun-tahun ia hidup sendirian setelah kepergian ibunya sejak ia berusia 10 tahun dan itu karena pernikahan yang terjadi antara mendiang ayahnya dan Nyonya Liu. Berkali-kali Nyonya Liu memohon ampun dan maaf, tetapi hingga saat ini Xiao Zhan tak bisa menerima kehadiran wanita itu di tengah keluarganya. Ia terlalu kecewa, tetapi meski begitu ia tak pernah sekali pun mau mencari masalah dan memilih mengabaikan kehadirannya.

Di sisi lain Haikuan selalu mencoba menjadi kakak yang baik untuk Xiao Zhan, begitu pun dengan Nyonya Liu yang akan selalu ada dan hadir dalam setiap hal yang di lakukan oleh Xiao Zhan. Namun, hal itu tak berarti apa pun dan ia tetap mengabaikannya seolah wanita itu tak pernah ada.

Suatu hari ia mengalami perundungan parah di sekolah, Haikuan datang membelanya dengan tegas dan sejak saat itu pria itu selalu menjaganya. Meski awalnya ia menolak karena merasa tak nyaman, akhirnya Xiao Zhan mampu menerima pria Liu itu. Namun, hal itu tak berlaku untuk Nyonya Liu karena hingga saat ini Xiao Zhan masih belum mampu untuk menerima. Bahkan ketika Nyonya Liu sengaja berkunjung di kontrakan yang ia tinggali di luar kota, itu tak membuatnya bisa menerimanya.

Beberapa waktu melamun memikirkan masa lalu, Xiao Zhan melangkah keluar. Langkahnya terhenti sejenak saat mendapati sang kakak duduk sendirian di depan gambar sang ayah. Melihat pria itu yang masih berduka, Ia pun mendekati Haikuan kemudian memeluk bahu lebar sang kakak.

“Semua akan baik-baik saja, berhentilah bersedih karena baba pasti tidak akan menyukainya. Mulai sekarang aku berjanji akan tinggal di sini bersamamu, gantian aku yang akan melindungimu sekarang.” Ucap Xiao Zhan menenangkan sambil menepuk bahu sang kakak.

Pikirannya tertuju pada sosok yang tadi ia temui di pemakaman. Berkata akan melenyapkan orang-orang terdekat sang kakak. Apakah sesuatu yang tak ia ketahui telah terjadi?

Memikirkan kejadian hari ini, ia mendengar kabar pernikahan Haikuan beberapa bulan lalu. Namun, ia bahkan tak melihat keberadaan kakak iparnya sejak pemakaman. Seharusnya paman dan bibinya juga datang, tapi ia bahkan tak melihat keberadaan mereka, hanya sang kakak dan ibu tirinya yang terlihat.

“Di mana paman dan bibi, kenapa mereka tidak datang?” Tanya Xiao Zhan sambil melepas pelukannya dan berdiri di sebelah Haikuan.

Helaan nafas lega terhembus dari bibir Haikuan, senang ketika melihat perlakuan Xiao Zhan padanya. “Aku... tidak tahu, mereka pergi beberapa tahun lalu dan tak pernah ada kabar apa ini tentang mereka hingga saat ini.” Jawab Haikuan dengan suara lirih.

“Lalu istrimu?” Tanya Xiao Zhan lagi.

“Dia berada di rumah sakit karena mengalami kejadian buruk, ah sebentar lagi aku akan ke sana dan menemuinya.” Ucap Haikuan sembari beranjak dari posisinya.

“Biarkan aku ikut,” Balas Xiao Zhan sembari mengikuti langkah Haikuan.

Timbul rasa heran, tetapi Haikuan merasa senang dengan sikap Xiao Zhan. Biasanya ia yang akan mengajak Xiao Zhan bicara terlebih dahulu dan ini pertama kali adiknya itu memulai. Senyum hangat muncul di wajahnya kala melihat punggung sempit sang adik yang berjalan di depannya.

Di belakan sana Nyonya Liu tersenyum kecil melihat interaksi kedua orang itu yang sudah lama sekali tak ia lihat. Senang karena akhirnya Xiao Zhan akan tinggal di sini bersama mereka. Setidaknya meski suaminya telah tiada ia bisa melihat keberadaan Xiao Zhan di rumah ini. Ia berharap pemuda itu bisa menerima kehadirannya meski ia yakin itu sulit. “setelah sekian lama aku mengira semuanya telah berakhir, tetapi nyatanya dia baru saja memulainya.”  Gumam Nyonya Liu sambil menatap mobil Haikuan yang melakukan pergi.


Tap tap tap...

Yibo memasuki ruang rawat sang kakak dan seperti biasa ia akan mendapati pria 30 tahun itu terbaring dengan tatapan kosong. “Selamat pagi, Ge.” Yibo mendekat dan mengecup kening A Cheng. Senyum tipis terlukis di wajahnya kala melihat sang kakak yang seakan tersentak.

Multiple sclerosis, diagnosis yang di berikan dokter mengenai keadaan kakaknya. A Cheng mengalami kelumpuhan akibat cedera tulang belakang dan itu terjadi karena benturan yang sangat keras.

Yibo mengambil tangan sang kakak kemudian menggenggamnya erat. “Jangan khawatir, aku akan selalu menjagamu.” Balasnya saat melihat sang kakak mulai memejamkan mata.

Terkadang hal itu membuat Yibo takut karena berpikir mata itu tak akan lagi terbuka. Meski dokter mengatakan pasien yang mengalami lumpuh lebih sering tertidur, tak membuat rasa khawatirnya menghilang.

“Aku tidak akan membiarkan mereka bebas, rasa sakitmu harus terbayar.” Ucapnya dengan penuh dendam. Ia pun beranjak dan kembali mengecup kening sang kakak sebelum akhirnya berlalu pergi.

Wang Yibo adalah seorang pemuda berusia 25 tahun, putra kedua mendiang Wang Mengrui dan Wang Baowen. Memiliki seorang kakak bernama Wang Zhoucheng yang saat ini terbaring di ranjang rumah sakit akibat kelumpuhan yang di alami.

Dugaannya, sang kakak mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan benturan keras hingga menyebabkan tulang belakang A Cheng mengalami cedera parah. Tak melaporkan ke pihak mana pun, tetapi Yibo ingin melakukannya sendiri karena kebenciannya pada sosok Haikuan yang tak lain adalah kakak iparnya yang di duga sebagai pelaku.

Rasa tak terima ketika melihat keadaan kakaknya yang jauh dari kata baik-baik saja membuatnya tak bisa memaafkan Haikuan dan ia memutuskan untuk membalas dendam.

Beberapa saat kemudian, Yibo beranjak keluar dari ruang rawat A Cheng berniat membeli kopi. Saat berjalan di lorong rumah sakit ia mendapati Haikuan berjalan dari arah berlawanan.

“Yibo, bagaimana keadaan A Cheng? Maafkan aku karena datang terlambat hari ini, aku pergi ke pemakaman tadi.” Ucap Haikuan panjang lebar.

Yibo terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk. Namun, tatapannya beralih pada sosok pemuda yang saat ini berdiri di sebelah Haikuan dan menatap ke arahnya.

Menyadari arah pandangan Yibo, Haikuan beralih pada sang adik. “Zhan Zhan, perkenalkan dia adalah Yibo adik A Cheng dan kalian seumuran.” Ucapnya sembari mengusap punggung sang adik.

Xiao Zhan membungkuk kecil sebagai bentuk salam menyapa, begitu pun dengan Yibo yang hanya menunduk singkat sebelum akhirnya melangkah pergi.

Senyum tipis terlukis di wajah Haikuan melihat reaksi Yibo. Menurut cerita dari sang istri, adik iparnya itu memang sulit berinteraksi dengan orang baru. “Jangan di pikirkan, Yibo memang seperti itu jika belum mengenal orang lain dengan baik.” Ucapnya sebelum akhirnya melangkah masuk.

Sedangkan Xiao Zhan sendiri menatap kepergian Yibo dengan raut bingung. “Bukankah dia yang tadi datang ke pemakaman baba?” Monolognya dan ia masih ingat dengan jelas kalimat yang terucap dari bibir pria itu.

“Dia ingin melenyapkan gege, tapi apa masalahnya? Mengapa dia tiba-tiba ingin melakukan hal semacam itu?” Tambahnya masih dengan rasa bingung.

“Aku harus mencaritahu tentang apa yang sebenarnya terjadi,” Gumam Xiao Zhan sebelum akhirnya melangkah mengikuti Yibo setelah meminta izin pada sang kakak untuk pergi ke toilet.

Dalam perjalanan di lorong rumah sakit, Xiao Zhan memperhatikan gerak gerik Yibo yang tampak menunjukkan amarah, terlihat dari tangan besar pria itu yang mengepal. Di perbelokan, Xiao Zhan bersembunyi di dinding saat melihat Yibo memasuki toilet.

Melihat ke sekitar, Xiao Zhan pun melangkah semakin dekat hingga akhirnya ia berdiri di belakang dinding pintu masuk toilet dan melihat Yibo berdiri di depan cermin sambil memukul wastafel. “Soal, kenapa aku harus bertemu dengannya, rasanya aku semakin ingin melenyapkan dirinya.” Desis Yibo penuh amarah dan dendam dalam kalimatnya.

“Dia tak pantas hidup bersama A Cheng setelah kejahatan yang ia lakukan, bahkan Liu Haikuan tidak pantas untuk hidup di dunia ini.” Desis Yibo dingin dalam tundukannya.

Sementara Xiao Zhan meremas ujung jaketnya saat mendengar nada penuh amarah yang terucap dari mulut Yibo. Berpikir kejahatan apa yang telah di lakukan oleh Haikuan sehingga pria itu begitu membencinya. Namun, ia yakin kakaknya itu tak akan pernah mungkin melakukan kejahatan.

Beberapa saat kemudian Xiao Zhan melangkah pergi, berjalan di lorong rumah sakit kembali ke ruang rawat A Cheng sambil memikirkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Yibo. “Apa yang sebenarnya telah terjadi,” Sejenak Xiao Zhan berdiri diam di depan ruang rawat A Cheng dan menghela nafas panjang menghilangkan rasa tegang sebelum akhirnya melangkah masuk.


Beberapa hari berlalu, Xiao Zhan lebih sering mengunjungi A Cheng atas permintaan Haikuan yang saat ini sedang sibuk dengan urusan perusahaan. Tak jarang ia akan bertemu dengan Yibo yang juga sedang menemani A Cheng. Sering kali Ia memperhatikan Yibo, pria itu selalu bersikap dingin meski Ia mencoba mengajak pria itu berinteraksi, tak pernah sekali pun Yibo menjawab atau sekedar menunjukkan reaksi.

Seperti hari sebelumnya, hari ini Xiao Zhan akan pergi mengunjungi kakak iparnya. Mengambil sebuah buku yang akan ia baca di sana untuk menghilangkan rasa bosan. Tak lupa ia membawa sedikit bekal untuk sarapan di rumah sakit.

Saat sedang memasukkan beberapa potong roti lapis ke dalam kotak bekal, pergerakan Xiao Zhan terhenti saat ingatannya kembali pada ucapan Yibo di pemakaman. Hingga hari ini ia bahkan tak mendapat informasi apa pun mengenai maksud dari ucapan pria itu.

“Tidak mungkin aku langsung menanyakan padanya,” Ucapnya dengan suara pelan. Cukup lama Xiao Zhan berpikir hingga pandangannya beralih pada kotak bekal di tangannya. Senyum tipis terulas ketika sebuah ide muncul di kepalanya dan ia pun mengangguk pelan sembari menambah beberapa potong roti lapis.

Xiao Zhan melangkah keluar dari dapur dan tanpa sengaja ia berpapasan dengan ibu tirinya yang baru saja keluar dari kamar. Suasana mendadak hening dan canggung. Xiao Zhan lebih dulu membungkuk, memberi hormat pada yang lebih tua. Setelah beberapa hari tinggal bersama, wanita itu selalu bersikap baik dan lembut padanya. Akan sangat tidak sopan jika ia terus mengabaikannya hingga akhirnya ia balas bersikap baik sebagai bentuk rasa hormat meski ia belum bisa menerimanya.

Nyonya Liu tersenyum hangat kemudian menghampiri Xiao Zhan dan mengusap rambut pemuda itu dengan sangat lembut. “Senang karena akhirnya kau kembali, kau tahu aku selalu merindukan dirimu dan berharap kau segera pulang. Oh iya, boneka kelinci besar di kamar mu, aku sengaja membelikannya karena aku tahu kau menyukai kelinci.” Ucap Nyonya Liu dengan senyum kecil sembari mengusap rambut halus itu.

Menatap Xiao Zhan dengan penuh kasih sayang kemudian memeluk tubuh kurus putra tirinya itu. “Maafkan aku atas semua yang terjadi pada mendiang ibumu, tapi aku berjanji akan menyayangimu sepenuh hati.” Bisiknya dengan suara lirih. Semua yang keluar dari mulut Zhouxun adalah kalimat tulus, tetapi tidak dengan ucapannya tentang Nyonya Sean aka ibu Xiao Zhan karena menurutnya wanita itu pantas mendapatkannya.

Tak ada tanggapan dari Xiao Zhan, pemuda cantik itu hanya diam menerima usapan lembut di kepalanya. Sudah lama sejak ibunya pergi, tak ada seorang pun yang memeluknya seperti ini. Ia cukup menyukai pelukan dan usapan itu yang menurutnya terasa hangat, tetapi egonya menolak wanita itu untuk menjadi ibu sambungnya menggantikan mendiang ibunya.

Beberapa saat kemudian, Nyonya Liu melepas pelukannya dan menatap Xiao Zhan tanpa menghilangkan senyum di wajahnya. “Apa kau akan pergi ke rumah sakit?” Tanyanya.

“Hum... gege memintaku berkunjung,” Jawab Xiao Zhan dengan sedikit canggung, menolak beradu pandangan dengan Nyonya Liu.

“Pergilah dan berhati-hatilah di jalan,” Nyonya Liu kembali tersenyum sembari mengusap lengan Xiao Zhan penuh kasih sayang.

“Aku... pergi dulu,” Xiao Zhan melangkah pergi, meninggalkan Nyonya Liu yang menatapnya dengan penuh penyesalan.

“Maafkan aku karena hadir di tengah-tengah keluargamu, tapi sebenarnya ini demi kebaikanmu sendiri.” Bisik wanita paruh baya itu sembari menghela nafas dalam. Banyak hal yang telah terjadi, tetapi tak ada satu pun antara Haikuan mau pun Xiao Zhan yang mengetahuinya.


Di rumah sakit, Yibo baru saja kembali setelah pulang untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Seperti biasa ia akan mengompres sang kakak menggunakan air hangat atas saran dari dokter. Membisikkan kalimat penenang syarat akan kasih sayang untuk sang kakak. Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia hanya memiliki sosok sang kakak di sisinya dan melihat keadaan A Cheng yang seperti ini membuatnya benar-benar sangat terpukul.

Selesai dengan itu, pandangannya beralih pada A Cheng yang memandang kosong dengan air mata yang mengalir. Sontak saja Yibo langsung beranjak dan mengusapnya. “Ge, jangan menangis, aku di sini.” Ucapnya sembari menggenggam tangan sang kakak dengan sangat lembut.

“Tenanglah, aku di sini menemani dirimu dan tidak akan kubiarkan siapa pun menyakiti dirimu lagi.” Ucap Yibo dengan nada hangat sambil mengusap punggung tangan A Cheng.

“Aku... juga pernah menjanjikan padamu bahwa aku akan membalas atas apa yang sudah ia lakukan padamu, bagaimana pun caranya.” Pria tampan itu berucap tanpa menghentikan usapan di tangan sang kakak yang mendingin.

Sementara Xiao Zhan yang baru saja tiba, berdiri di depan pintu ruang rawat A Cheng terdiam setelah mendengar ucapan Yibo. Nada bicara pria itu terdengar dingin dan tak berperasaan. Rasa khawatir akan ke selamatan sang kakak semakin menjadi. Tangannya meremas tali ranselnya sambil menarik nafas panjang guna menenangkan detak jantungnya.

Entah apa pun yang sedang di lakukan Haikuan saat ini, ia berharap pria itu akan selalu baik-baik saja. Pemuda cantik itu menarik nafas panjang kemudian dengan perlahan membuka pintu dan melangkah masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ia pun memasang wajah terkejut seolah tak mengetahui keberadaan Yibo di sana. “Maafkan aku, kupikir tak ada siapa pun di sini.” Ucapnya sembari membungkuk dengan raut canggung.

Sementara Yibo memberikan tatapan tajam dan beranjak dari duduknya. “Seharusnya kau mengetuk pintu terlebih dahulu,” Ucapnya dengan nada dingin.

Xiao Zhan membungkuk berkali-kali meminta maaf dan menatap Yibo dengan alis mengkerut seolah menyesal. “Maafkan aku, lain kali aku tidak akan mengulangnya lagi.” Pemuda cantik itu berbalik kemudian melangkah menuju sofa dan membuka tas ranselnya kemudian mengeluarkan kotak bekal yang tadi ia bawa.

“Hei... Wang Yi, aku membawa roti lapis untuk sarapan, apa kau mau?” Tanya Xiao Zhan sambil menyodorkan kotak berwarna hijau itu di depan dada Yibo. Senyum cerah mengembang di wajahnya hingga manik bulatnya melengkung bak bulan sabit.

Tak menjawab, Yibo berbalik kembali menuju meja nakas dekat tempat tidur A Cheng. “Lain kali jangan memanggilku dengan nama itu, aku tidak ingin mendengarnya.” Ucapnya degan nada dingin kemudian mengambil baskom kecil yang berisi air hangat yang tadi ia gunakan untuk mengompres sang kakak.

Melihat itu, Xiao Zhan langsung beranjak dan merebutnya dari Yibo tanpa memudarkan senyum di wajahnya. “Kau makanlah dulu, biar aku yang membuangnya, tapi sisakan untukku juga.” Dengan senyum ceria ia berbalik dan melangkah keluar.

Meninggalkan Yibo yang tertawa sinis dengan sikap Xiao Zhan. Ia pun beralih menghampiri A Cheng, kembali menggenggam tangan sang kakak. “Jangan pernah menangis, aku yakin baba dan mama tidak akan suka jika melihatnya.” Yibo kembali mengusap air mata yang terus menerus mengalir di pelipis sang kakak.

Tak lama Xiao Zhan kembali dengan 2 cup kopi dengan uap yang masih mengepul. “Aku membawakan kopi untukmu,” Pemuda cantik itu menaruhnya di atas meja.

Menengok kotak bekalnya, melihat roti lapisnya yang tak berkurang ia pun menghela nafas kemudian menghampiri Yibo, menatap dengan mata bulatnya yang memincing lucu. “Yah... Wang Yi, apa kau tidak paham bahasa manusia? Aku sudah memintamu untuk sarapan, tapi kenapa kau tak memakannya?!” Bersikap layaknya orang tua yang tengah menegur anaknya, Xiao Zhan menatap Yibo sambil berkacak pinggang.

Tak ada reaksi apa pun dari Yibo. Pria tampan itu tak menoleh barang sedikit pun, malah menyibukkan diri dengan ponselnya. Sebal karena merasa di abaikan, Xiao Zhan mengambil paksa ponsel Yibo kemudian menyembunyikannya di belakang punggungnya.

Srak!

Yibo langsung beranjak dan menatap tajam pada Xiao Zhan. Mengulurkan tangannya mengisyaratkan agar pemuda itu mengembalikan ponselnya.

Namun, Xiao Zhan menggeleng cepat dan melangkah mundur menghindar dan menempelkan punggungnya di dinding agar Yibo tak bisa mengambil ponsel dari tangannya. “Aku akan mengembalikannya jika kau sarapan denganku,” Ucapnya keras kepala sembari melirik kotak bekal di atas meja.

“Kembalikan ponselku,” Tak peduli, Yibo menatap Xiao Zhan dengan raut dingin masih berusaha bersabar.

Lagi-lagi Xiao Zhan menggeleng dan ini lebih keras dari sebelumnya. Malah memberikan tatapan kesal, alisnya mengkerut di sertai bibirnya yang maju karena kesal. “Ikut sarapan denganku atau aku akan melemparnya keluar jendela,” Xiao Zhan mengancam sambil memasang ancang-ancang seolah akan melemparnya.

Merasa kesal dengan sikap Xiao Zhan, Yibo semakin dekat kemudian memeluk tubuh ramping pemuda itu mengambil ponselnya secara paksa. Namun, Xiao Zhan berusaha sekuat tenaga menahan tubuhnya agar terus menempel di dinding. Yibo tak menyerah, ia semakin dekat dan entah apa yang salah dengan pergerakan mereka hingga tanpa sengaja bibirnya menempel dengan Xiao Zhan.

Chup...

Keduanya membeku untuk beberapa waktu dan Yibo melirik Xiao Zhan yang tampak terkejut. Ia pun memeluk pinggang Xiao Zhan hingga tubuh mereka saling menempel kemudian melumat bibir merah itu dengan kasar dan brutal. Ia bahkan melupakan keberadaan A Cheng yang melihat kejadian itu.

“Mmmffftttt...,” Xiao Zhan mencoba mendorong dada Yibo, akan tetapi dengan satu tangan pria itu mencengkeram kedua tangannya dan menaruhnya di atas kepala, sedangkan tangan lainnya mendorong tengkuknya.

Sementara Yibo melumat bibir Xiao Zhan sambil menatap lekat wajah panik pemuda itu yang memerah. Setelah di rasa nafas cukup lama, Ia pun mengambil ponselnya yang masih di genggam oleh Xiao Zhan kemudian melepas ciuman mereka. Ia menyeringai menatap Xiao Zhan yang kini merosot di lantai yang dingin dengan pandangan kosong.

Membungkuk di depan pemuda itu yang tampak terengah dan memberikan kecupan singkat di bibir Xiao Zhan. Pria tampan itu semakin melebarkan seringainya saat melihat wajah Xiao Zhan yang tampak terkejut dengan bibir yang memerah dan bengkak.

“Seharusnya kau mendengarku,” Dengan santai Yibo menepuk kepala Xiao Zhan sebelum akhirnya melangkah menuju sofa dengan senyum puas dan penuh kemenangan.

*

*

*

Halo semuaaaa!!!
Aku up part pertama untuk The villain, pdfnya udah ready ya.😁


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Villain (Pdf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang