Seisi perut Ritha seolah tengah dijungkirbalikkan detik itu. Tubuhnya menegang. Dia ingin berhenti melihat, tetapi matanya tak bisa tidak terpaku pada sebujur mayat yang tengah menjadi topik pembicaraan.
Sebuah cadaver terbaring di depannya sebagai bahan pembelajaran diseksi anatomi hari ini, yang akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang struktur tubuh manusia kepada mahasiswa kedokteran.
Tangan Ritha yang sedang memegang scalpel pun mendadak terasa lemas. Segera, Ritha meletakkan pisau bedah itu di meja. Napas Ritha semakin terasa sulit diambil.
Rami yang berdiri di sampingnya yang melihat Ritha pun mengernyit, merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Ri?" Panggilnya, dan tak ada sahutan dari gadis itu, membuat Rami sedikit khawatir. Rami bergerak lebih mendekat dan menyentuh bahunya. "Ritha, lo nggak apa-apa?"
Seolah tersambar, Ritha menarik napas cepat dan melotot melihat Rami.
"Tenang. Ini gue, Rami." Ujar Rami setengah berbisik. Di depan sana ada profesor yang sedang menjelaskan prosedur praktikum hari ini. Sang profesor bersiap memberikan contoh cara membedah cadaver guna melihat organ-organ yang ada di dalam. Pisau bedah pun bergerak menyayat cadaver tersebut.
Rami heran dengan sikap waspada Ritha yang tiba-tiba. "Lo kenapa sih?"
Tetap tidak ada jawaban.
"Ritha," panggil Rami lagi lembut, berusaha menenangkan. Dia menggenggam tangan Ritha. Rasanya dingin, dan ini membuat Rami semakin khawatir.
"Ri." Dia kembali memanggil, dan tidak ada sahutan. "Ritha, lo nggak apa-apa?"
Ritha akhirnya berhasil menelan ludah. Lalu seketika dia membekap mulutnya. Merasa seisi perutnya bergejolak hebat dan merasa sesak bukan main yang membuat matanya pedas. Tubuh Ritha pun mendekat ke arah Rami, seakan meminta pertolongan. Namun, tak disangka, Rami malah sedikit mendorongnya menjauh. Tahu bahwa apa yang Ritha alami dan selanjutnya akan terjadi, Rami buru-buru menyingkir. Karena hal itu, akan membuatnya sangat kerepotan.
"Anjir! Lo keluar aja deh, Ri. Jangan disini!"
•♡♡♡•
"Kang, Kukang."
Karena memang sudah biasa sesekali panggilan tersebut dilontarkan sang teman, Ruka menoleh, mendapati Asa mendekat. "Hm. Ada apa?"
Asa menatapnya dengan mata penasaran. "Lo ngapain celingukan? Lagi nyariin orang?"
Ruka mengerjap. Gelagat 'sedang mencari-cari orang'nya mungkin terlalu kentara. Dia masih belum ingin ketahuan jika dirinya sedang mencari sang calon tunangannya. Masih terlalu cepat.
Ditambah lagi, sudah seminggu berlalu saat Ruka terakhir kali melihatnya, dia belum lagi mendapati gadis nya di kampus. Ruka sampai mengira apakah profil yang diberikan sang ibu itu keliru? Benarkah calonnya itu memang satu kampus dengannya? Tetapi, kenapa selama ini susah sekali mereka berpapasan?
"Oy, Kawai Aruka!" Panggil Asa, menepuk lengan Ruka. "Ditanyain juga dari tadi. Malah bengong. Nyariin siapa sih?"
"Terus ngapain juga lo di depan FK gini, bukannya ke studio? Nyariin Rami? Kalau lo nyariin dia, dia lagi praktikum di gedung lab." Tambah Asa, seketika menyerahkan Ruka.
Oh, mungkin Ritha juga lagi di lab kali ya.
"Ruka, kok lo ngeselin sih? Gue tanya, lagi nyariin siapa?"
Ruka terkekeh, lucu juga mendapati wajah kesal Asa kepadanya. Terlihat manis. Eit! Ruka bukannya jeruk makan jeruk. Tetapi, ayolah jika melihat visual Asa secara langsung, dapat dipastikan akan jatuh hati sejatuh jatuhnya. Persona yang tenang, kalem, dan begitu manis, apalagi act of service milik Asa, adalah kesempurnaan yang Tuhan beri beserta bonus wajah tampannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ToGetHer | RuPha [ABANDONED]
FanfictionKawai Aruka Damanik dipulangkan dari Jepang demi menunaikan titah agung keturunan para Damanik. Anak baru gede itu tiba-tiba diberi tugas perjodohan oleh sang ayah akibat abangnya sendiri yang memberontak tidak mau dijodohkan dan berakhir kabur dari...