PROLOG: Secodont Merah 0504

47 7 0
                                    

Kota Secodont, Penjara Secodont, 5 April 2060

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kota Secodont, Penjara Secodont, 5 April 2060 ....

Suara sirine mobil polisi dan hiruk pikuk petugas kepolisian begitu memekakkan telinga siapapun yang mendengar. Cahaya berwarna biru dan merah dari sirine bercampur menyilaukan mata.

Sejumlah polisi menyelidiki TKP, yaitu pada salah satu sel yang telah kosong karena ditinggalkan oleh tahanannya dengan pintu terbuka.

"Ini dari markas pusat! Tahanan dengan kode Secodont Merah nomor 0504 telah melepaskan diri dari penjara Secodont! Segera kerahkan pasukan untuk menghalangi Secodont Merah!" ucap seorang pria melalui alat komunikasi khusus yang tersemat di saku kemejanya.

"Cepat! Kita tidak boleh membiarkan penjahat kelas kakap itu lolos!" sahut seorang anggota polisi lainnya.

"Siap, Sir!" ucap tegas, sekitar 50 unit polisi dikerahkan untuk mencari jejak sang buronan.

Sang buronan Kota Secodont yang lebih dikenal dengan kode Secodont Merah nomor 0504, adalah penjahat yang telah polisi tangkap sekitar 3 minggu yang lalu setelah perburuan selama hampir 5 tahun semenjak kemunculannya yang meneror Kota Secodont.

Namun kini, penjahat itu berhasil kabur dari penjara Secodont karena kelalaian salah satu sipir.

"Hah, sial ... aku terlalu meremehkan Secodont. Ternyata kota ini boleh juga," ucap seorang pria bersurai hitam legam sembari berlari memasuki gang kecil di antara dua gedung tinggi.

Pria itu memutar sebentar pergelangan tangannya, memulihkannya dari luka tembak yang sebelumnya dia dapatkan dari sipir yang diserangnya.

"Tapi sekarang, Secodont pantas diremehkan." Dia menyeringai.

DOR!!

 Suara letupan pistol seorang polisi yang berhasil menemukannya, menginterupsinya.

Pria bersurai hitam menoleh. Dia melihat seorang polisi menghampirinya dengan pistol tertuju padanya.

"Menyerahlah, tahanan Secodont Merah 0504! Kau tidak akan bisa kemana-mana!" kecam seorang polisi tua dengan name tag Kim Jahyeon tersemat di dada kirinya.

"Apa itu menyerah?" Pria bersurai hitam menyeringai, menatap remeh pada ketiga polisi itu. "Kalian tidak mungkin bisa menangkap penjahat modern sepertiku dengan alat-alat payah kalian. Apa kalian tidak mengikuti perkembangan zaman?"

Pria bersurai hitam, berlari melesat menghampiri Kim Jahyeon. Tangan kanan dan kirinya terkepal, mengeluarkan 6 cakar besi yang tajam sepanjang 20 senti dari sela jemarinya. Dengan gerakan secepat kilat, ia melompat ke udara dan melakukan gerakan memutar.

Keenam cakar besinya menggores dada dan wajah Jahyeon tanpa ampun. Merobek kulit dan dagingnya hingga tembus ke jantung, membuat cairan merah tua dari tubuhnya muncrat bak ledakan. Tak terdengar sedikit pun erang kesakitan karena cepatnya cakar itu.

Jaheyon tumbang seketika tanpa sempat melawan. Darah dari luka cakar di wajah yang melotot lebar dan dada yang terkoyak, segera saja mengucur dari badan mereka dan membasahi tanah di bawahnya.

Sosok bersurai hitam legam itu menjatuhkan diri ke dalam posisi berlutut, tertawa remeh sembari mengangkat pandangannya pada Jahyeon yang baru saja dia habisi. "Kau bukan tandinganku."

Pria bersurai hitam itu kemudian berdiri, membalikkan badan. "Ah, aku sebenarnya ingin merayakan hari kebebasanku dengan membalas dendam pada aparat kepolisian. Namun aku punya misi penting yang harus kulakukan untuk sekarang ini."

Dia lalu mengibaskan jubahnya. Seketika tubuhnya diselubungi oleh asap hitam yang samar dari bawah kakinya. Ketika asap hitam itu memudar, dia pun hilang begitu saja dari lokasi.

_____  _____

Hari itu, turun hujan lebat sejak pagi hingga siang ini. Namun, hujan itu tidak menyurutkan sedikit pun niat baik orang-orang yang tengah membawa sebuah peti mati menuju ke pemakaman.

Orang-orang berpakaian hitam dengan payung berwarna senada mengelilingi satu makam. Semua orang tertunduk dalam untuk menunjukkan rasa bela sungkawa.

Di antara mereka, ada seorang laki-laki berwajah manis yang berdiri kaku tanpa payung. Menatap peti mati yang tengah dikebumikan. Tidak peduli derasnya hujan mengguyur tubuh berbalut jas hitamnya.

"Junkyu," tegur seorang wanita bersurai hitam sepunggung yang berdiri di sebelah kiri Junkyu.  Matanya menatap iba dan sedih. Tangan kanannya mencoba mengulurkan payung untuk memayungi Junkyu bersamanya.

Junkyu menghindari payung wanita itu. "Hentikan, Jisoo-Noona."

Wanita bernama Jisoo itu hanya bisa terdiam mendapatkan reaksi dingin dari Junkyu. Dia pun memilih diam, membiarkan Junkyu kehujanan.

Junkyu menatap kosong pada peti mati Jaehyon. Kedua tangannya terkepal ketika sekilas dia teringat akan telepon darurat yang semalam dia terima dari pimpinan Penjara Secodont, tempat ayahnya bekerja.

"... maaf harus menyampaikan ini, tapi rekan kerja kami sekaligus ayahmu telah dibunuh oleh buronan dengan kode Secodont Merah 0504."

Kepalan tangan Junkyu semakin kuat, hingga kukunya melukai telapak tangannya sendiri. Namun Junkyu tidak merasakan sakit apapun. Mati rasa. Tatapannya yang semula kosong dan sayu, berubah menjadi penuh kebencian.

"Secodont Merah 0504 ... aku akan membunuhmu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Criminal Bride [ Haruto Treasure ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang