Sarah mengelap meja terakhir dan melirik ke arah jam. Waktu menunjukkan pukul sepuluh lewat beberapa menit, dan restoran kecil tempatnya bekerja akhirnya tutup untuk malam itu. Restoran yang nyaman, dengan perabotan yang tidak serasi dan foto-foto pudar dari sejarah kota adalah rumah kedua baginya. Dia telah bekerja di sini sejak berusia delapan belas tahun, dan meskipun gajinya tidak seberapa, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menghidupi dirinya sendiri.
Ia menghela napas dan melepaskan apron yang terikat di pinggangnya. Pikirannya melayang pada tumpukan buku yang menunggunya di rumah. Membaca adalah pelariannya, sebuah jendela ajaib menuju dunia menakjubkan yang jauh dari kehidupan aslinya. Meleburkan dirinya, menikmati setiap karya sastra—klasik hingga novel kontemporer.
Belum lama ini, ia ikut klub bahasa Inggris di perpustakaan sekitar untuk meningkatkan keahlian berbicaranya, dan itu merupakan salah satu kegiatan yang paling ia sukai dalam sepekan ini.
Saat dia mengunci restoran, Sarah mencoba mengingat seluruh equipment yang telah ia matikan. Ia dan rekan-rekan kerjanya berjalan meninggalkan restoran itu. Besok adalah hari liburnya, dan ia berencana untuk menghabiskan waktu di perpustakaan, menghadiri pertemuan klub bahasa. Membayangkan hal itu, sebuah senyum terpatri di wajah yang manis. Di sanalah dia, dikelilingi oleh buku-buku dan orang-orang yang berpikiran sama, dia merasa sangat damai.
Apartemen kecil Sarah hanya berjarak beberapa langkah dari restoran. Kota tempat tinggalnya sangat tenang dan sederhana, dengan jalan-jalan sempit yang dipenuhi rumah-rumah tua dan toko-toko kecil. Itu adalah tempat di mana semua orang saling mengenal satu sama lain, dan kehidupan berjalan dengan santai. Dia menyukainya, meskipun terkadang terasa seperti ... dunianya sangat kecil.
Memasuki apartemennya, ia menyalakan lampu kecil di samping tempat tidurnya dan mengambil buku "Pride and Prejudice" yang sudah usang. Ia telah membacanya berkali-kali, namun kecerdasan dan ketangguhan Elizabeth Bennet tidak pernah gagal menginspirasinya. Sarah duduk di kursi favoritnya, sebuah kursi lusuh namun nyaman yang ia temukan di toko barang bekas, dan mulai membaca.
Semakin malam, pikiran Sarah melayang ke masa depan. Ia memimpikan hal-hal yang lebih besar—bepergian, merasakan budaya baru, dan bahkan mungkin menemukan cinta. Meskipun mimpinya terasa jauh dan sulit digapai, seperti pelangi di ujung cakrawala, untuk saat ini ia akan fokus pada langkah-langkah kecil; ia akan meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya dan menabung perlahan-lahan.
Keesokan paginya, Sarah bangun pagi-pagi sekali, dengan perasaan gembira. Ia segera bersiap-siap, mengenakan blouse panjang berpadu dengan rok denim, pakaian sederhana namun elegan yang membuatnya merasa percaya diri. Perpustakaan adalah tujuannya, dan klub bahasa Inggris adalah tujuannya.
Ketika dia tiba, perpustakaan sudah ramai dengan aktivitas. Dia menemukan tempat duduknya di ruang pertemuan klub dan menyapa wajah-wajah yang sudah dikenalnya. Klub tersebut terdiri dari berbagai macam orang—mahasiswa, pensiunan, dan beberapa profesional—yang disatukan oleh kecintaan mereka terhadap literatur dan bahasa Inggris—tentunya!
Saat pertemuan dimulai, Sarah larut dalam diskusi dan latihan. Dia menikmati persahabatan dan kesempatan untuk berlatih berbicara dalam lingkungan yang mendukung. Pada saat istirahat, ketika ia sedang melihat-lihat rak, ia mendengar suara baritone yang ramah namun asing di belakangnya.
"Maaf, apakah Anda tahu di mana saya bisa menemukan buku historical?"
Dia menoleh dan melihat seorang pria yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia tinggi, dengan pembawaan yang tegas serta aura percaya diri yang sangat jelas. Matanya yang gelap menyimpan ketenangan yang seketika membuat Sarah merasa nyaman.
"Tentu, ada di sebelah sini," jawab Sarah, menuntunnya menuju ke rak buku yang dimaksud. "Apakah Anda orang baru di sini? Saya rasa saya belum pernah melihat Anda sebelumnya."
"Ya, saya hanya berkunjung," katanya sambil tersenyum. "Seif Asad." Dia mengulurkan tangannya.
"Sarah," dia memperkenalkan diri, tersenyum namun tidak membalas jabatan tangan Seif. Menyadari maksud Sarah, Seif "mengambil" kembali tangannya. "Apakah Anda di sini untuk mengikuti klub bahasa?" tanya Sarah.
"Sebenarnya, saya hanya sedang menjelajahi kota ini dan memutuskan untuk mampir. Saya senang melakukannya. It's a lovely place."
Mereka mengobrol selama beberapa menit, dan tanpa sadar Seif tertarik pada pesona tenang dan ketertarikan tulus laki-laki itu pada kotanya. Seif mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pilot dan senang menjelajahi tempat-tempat baru saat layovers. Kehidupannya terdengar sangat menarik, penuh dengan perjalanan dan petualangan, sangat berbeda dengan kehidupan Sarah.
Saat klub dilanjutkan, Sarah tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik ke arah Seif beberapa kali. Dia telah menemukan sebuah buku dan asyik dengan buku tersebut, sesekali mendongak untuk mengamati para anggota klub dengan ekspresi penuh perhatian. Ada sesuatu tentang Seif yang membuat dirinya tertarik, meskipun ia tidak bisa menjelaskannya.
Pertemuan itu berakhir, dan Sarah mengumpulkan barang-barangnya, bersiap untuk pergi. Namun sesuatu hal mengejutkan terjadi, laki-laki asing itu, Seif, menghampirinya kembali.
"Sarah, it was great meeting you. Would you like to grab a coffee sometime?" Seif berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, "Kita bisa membahas buku-buku tadi and also about your city."
Sarah tampak ragu, merasakan campuran kegembiraan dan kekhawatiran. Tapi kemudian dia tersenyum dan mengangguk. "I'd like that. Di depan perpustakaan ada kafe kecil yang cukup bagus."
"Perfect. Bagaimana kalau besok sore?"
"Okay, jam 4." Sarah setuju, sambil merasakan debar di dadanya.
Dalam perjalanan pulang, pikiran Sarah dipenuhi oleh Seif. Ada sesuatu yang berbeda dari Seif, sesuatu yang membuatnya merasa dipahami dan bernilai dari seorang laki-laki asing yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dia tahu bahwa dunia mereka sangat berbeda, tetapi untuk waktu yang lama, untuk pertama kalinya, dia merasakan percikan api asa.
Di sisi lain, Seif sangat tertarik dengan kecintaan Sarah pada buku dan keceriaannya yang menyenangkan. Ketika mereka berpisah setelah berbincang-bincang, Seif merasa ada sisi lain yang istimewa dari Sarah. Antusiasme dan sifat otentiknya telah memikat Seif, dan ia tahu bahwa dirinya tidak bisa melupakan Sarah begitu saja. Dirinya ingin sekali bertemu kembali dengan Sarah, segera.
Sungguh tak disangka oleh Sarah, perpustakaan tempat pelariannya, memperkenalkannya pada Seif, seorang lelaki yang akan mengubah cerita hidupnya; dan Seif bukan laki-laki yang diperkirakan Sarah untuk hadir dalam hari-harinya. Dia tampan dan pandai berbicara, dengan aura kepercayaan diri yang membuatnya sangat menarik. Namun, yang sebenarnya mencuri perhatian Sarah ialah sikap tulus Seif yang menaruh perhatian pada pemikiran dan sudut pandang Sarah. Berbeda dengan orang lain yang pernah masuk ke dalam kehidupannya, Seif seolah benar menghargai apa yang ia katakan.
Dan di sinilah mereka, di kota kecil bernama Jambi ... panggung telah disiapkan untuk sebuah kisah cinta, konflik, dan pertumbuhan—sebuah kisah yang akan menantang Sarah dan Seif dengan cara yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/372546511-288-k326109.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Gentle Divide
RomanceTHIS IS BAHASA INDONESIA VERSION. FOR THE ENGLISH VERSION PLEASE CHECK MY PROFILE WITH THE SAME TITTLE. ---------------------------------------------------------------------------------------------------- In the quiet, musty halls of the town librar...