1

49 6 3
                                    




Di pagi yang menurut orang lain cerah itu, Rayi berjalan gontai ke kantornya. Persetan dengan hari Senin. Manusia memang serakah, diberi dua hari libur dalam seminggu masih juga minta lebih. Tapi hari ini pengecualian, kata Rayi. Ia rasa, ia perlu serakah dan perlu satu atau dua hari libur tambahan.

Semalam tiba-tiba ia demam tinggi, dan kepalanya pusing bukan main. Musim flu ditambah weekend kemarin ia gunakan untuk pindah ke kos nya yang baru, yang lebih dekat dengan kantornya.

Kamar itu sudah tidak dihuni selama enam bulan, sehingga debu tebal menyerang hidungnya. Rayi harus lebih ekstra bekerja membersihkan kamar barunya itu. Awalnya debu hanya membuatnya bersin dan batuk biasa, tiba-tiba hari minggu ia langsung demam tinggi.

"Nggak izin aja lo?"

Kenzi berjalan di sampingnya sambil makan batagor.

"Nggak bakal diizinin. Gue masih bisa jalan katanya."

"Sini gue patahin kaki lo."

"Bacot."

"Coba dulu elah, seumur-umur belum pernah tuh gue liat lo izin karena sakit."

"Karena nggak bisa Ken. Udah ah, makin pusing kepala gue."

Mereka sampai di lobby kantor dan tercengang melihat antrian lift yang seperti semut mengelilingi tetesan sirup.

"Gila ni orang-orang. Ken, tolong Ken. Tolong gendong gue."

"Males, berat lo tuh. Kan gue udah bilang, izin aja."

"Ah lo mah."

Badan Rayi melemas, pusing kepalanya sama sekali tidak membaik. Ia sandarkan dirinya kepada tubuh kecil Kenzi.

"Halo, Pagi Rayi, Pagi Kenzi."

"Pagi Kak Hayden." Sapa balik Kenzi sambil menyikut-nyikut lengan Rayi.

"Pagi, Den." Sapa Rayi dengan senyuman singkat.

"Kok serak suara lo, sakit ya?"

"Iya nih, tiba-tiba demam semalem."

"Oh"

'BANGSAT! Oh doang' Rayi mengutuk Hayden dalam hati.

Mood Rayi benar-benar jelek hari itu. Kepalanya pusing bukan main, demam di badannya tidak berkurang. Punggungnya ngilu. Bosnya kayak sampah dan Hayden juga kayak sampah. Semakin tinggi matahari naik, semakin banyak pula kerjaan Rayi.

"Mas Rayi, yang saya suruh sudah mas?"

Saat itu pula rasanya Rayi ingin menangis.

"Sebentar lagi, pak. Ini tinggal cek ulang."

"Oke, jangan lupa juga ya, tadi saya ada nyuruh buat surat untuk kantor cabang kita kan?"

"Iya pak, sehabis ini langsung dikerjakan."

"Buruan ya, saya agak buru-buru ini."

"Baik, pak."

Rayi membaca ulang pekerjaannya dengan mata berkaca-kaca. Sungguh hari yang menyebalkan.

Jam istirahat Rayi gunakan untuk menidurkan diri di satu ruangan khusus di kantornya yang memang digunakan untuk kumpul-kumpul. Mereka menamakannya 'arsan' alias area santai. Suasananya cukup ramai. Menempatkan dirinya di ujung ruangan yang masih tersisa tiga sofa berdekatan. Rayi masih bisa mendengar suara karyawan lain yang sedang bergurau, mungkin saja sedang membicarakan Ratu Lebah alias cewek paling hits tapi penuh kontrofersi di kantornya itu. Atau mungkin sedang membicarakan atasannya masing-masing. Rayi berusaha untuk mengabaikan keahiliannya dalam menguping dan memutuskan untuk menelfon adiknya yang kebetulan bekerja di rumah sakit.

Our Place | Dongren | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang