Matahari semakin naik. Malam yang gelap pun berubah menjadi pagi yang cerah. Sinar matahari yang terang masuk melalui celah-celah jendela dan menerangi rambut merah yang terurai panjang di atas kasur. Perlahan sepasang mata itu mulai terbuka.
Terdapat sepasang mata berwarna ungu cerah yang muncul di balik kelopak mata itu. Sepasang mata tersebut masih belum sepenuhnya tersambung dengan otak melalui saraf-saraf. Kedua mata tersebut melihat ke setiap sisi ruangan dan terhenti ke sebuah lingkaran bundar berwarna hitam dengan 12 angka yang tersusun di setiap sisinya dan tiga jarum yang dimana salah satunya terus bergerak dan berdetak memutari setiap angka tersebut.
Sepasang mata tersebut mencoba untuk membaca arah jarum-jarum tersebut. Jarum yang panjang menunjuk ke angka 12 dan jarum yang pendek menunjuk ke angka 8. Bibir merah muda yang tipis itu mulai bergerak dan bersuara, mengucapkan beberapa kalimat dengan sedikit serak.
"Delapan... Sudah pukul delapan... Sekarang pagi atau malam?... Memangnya ada apa pada pukul delapan?.."
Kelopak mata tersebut yang semulanya terbuka setengah sekarang kembali menutup dan menyembunyikan sepasang mata ungu indah tersebut, sebelum akhirnya kembali terbuka dan memperlihatkan kembali sepasang mata yang melotot. Sistem sarafnya kembali bekerja dan kini otaknya menyadari sesuatu melalui kedua matanya tadi. Gadis kecil dan kurus dengan tinggi sekitaran 140 cm itu terbangun dari posisi tidurnya.
"Astaga, sudah pukul delapan. Aku sudah sangat telat!", teriak gadis tersebut sebelum turun dari kasur kayu dengan busa empuk dan seprai berwarna ungu polos. Bangun dengan terburu-buru membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
GEDUBRUK!
Terdengar suara dentuman yang keras dari lantai atas. Seorang pria tua yang sedang mengatur beberapa piring dan berbagai makanan teralihkan dengan bunyi tersebut dan mengadah ke atas.
"Helen?!", teriaknya dari lantai bawah.
Sang gadis berambut merah yang sedang telungkup di lantai itu mendengar namanya baru saja dipanggil.
"Ya!", teriaknya dari lantai dua tepatnya dari dalam kamarnya yang berada di atas ruang makan.
"Apa kau baik-baik saja?!", teriak kembali pria tua tersebut.
"Ya, aku baik-baik saja, Paman Griffin!!", gadis yang dipanggil Helen berteriak kembali untuk memberikan jawaban kepada pria tua yang dipanggil Paman Griffin.
Paman Griffin menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil.
"Ada-ada saja anak itu..", ucapnya sebelum kembali menyiapkan makanan di atas meja kayu berukuran 80x120.Helen segera bangun dari lantai dan mengambil handuk berwarna ungu muda yang tersangkut di sebuah paku yang tertancap di dinding putih bersih. Lalu ia berlari keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Paman Griffin melihat gadis muda berambut merah yang terlihat panik dan khawatir itu berlari ke arah kamar mandi.
Helen yang panik menjadi kesal ketika pintu karma mandi tidak bisa ia buka. Ia juga mendengar suara percikan air dari dalam kamar mandi.
"Hei, Gilbert! Ayo cepat, sekarang sudah pukul delapan! Apa kau ingin kita telat?!", teriaknya sambil menggedor pintu.
Orang di dalam kamar mandi yang dipanggil Gilbert tersebut hanya diam dari dalam dan tidak menyaut atau berkata sepatah kata pun. Suara percikan air pun tidak terdengar lagi. Helen menjadi lebih kesal. Ia tak ingin Ibu Rose yang gemuk itu kembali mengomelinya hingga memuncratkan beberapa tetes air dari dalam mulut ke mukanya karena terlambat masuk kelas.
"Hei dasar lamban! Apa kau tidak dengar? Aku menyuruhmu untuk cepat!!", teriaknya dengan lebih keras.
"Oh, Helen. Mengapa kamu berteriak di pagi-pagi begini?", tanya Paman Griffin dengan nada lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witch and Wolf
FantasyHelen Asterin, gadis kecil berusia 11 tahun yang memiliki rambut merah dan mata ungu. Sejak masih bayi Helen telah dirawat oleh sebuah keluarga kecil. Helen tak pernah bagaimana asal usulnya? Bagaimana ia bisa ada disini? Atau... Siapa keluarganya...