Butterfly (1)

609 77 12
                                    

Seharusnya pukul 12 malam menjadi waktu yang tepat untuk rehat. Sebagian besar manusia memulai waktu beraktivitas pada pagi hari dan akan kembali pulang pada sore atau malam hari. Lelaki bernama Junghwan juga memimpikan pekerjaan seperti itu. Ia ingin bekerja pada pagi hari dan beristirahat pada malam hari. Pada kenyataannya, semua hanyalah sebatas impian.

Ketika usianya semakin beranjak dewasa, tepatnya genap 20 tahun, Junghwan memilih keluar dari sebuah tempat tinggal yang telah menjadi saksi hidupnya sejak kecil, tempat itu dikenal sebagai panti asuhan. Sekian lama hidup tanpa orang tua, membuatnya tak pernah merasakan kasih sayang dari mereka, terutama dari seorang wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Jangankan bertanya tentang arti hidup, Junghwan bahkan tidak pernah mengetahui keberadaan orang tuanya.

Pemilik panti berkata bahwa ia ditemukan dengan cara berbeda. Saat itu, tepatnya malam hari ketika hujan sedang turun dengan derasnya, pemilik panti bermaksud mengecek pintu, memastikan sudah terkunci dengan aman. Tiba-tiba saja sebuah suara mengalihkan atensi. Suara itu sangat tak asing di telinga. Akhirnya sang wanita tua mengintip dari pintu yang ia buka sedikit. Ketika memfokuskan pandangan, betapa terkejutnya ia melihat seorang bayi yang sedang menangis. Bayi itu diletakkan tepat di depan pintu, hanya dialasi kain tipis, tubuh si bayi juga hanya dibalut kain dengan corak biru dan sedikit bercak merah.

Sang wanita membuka pintu selebar mungkin. Berulangkali memastikan penglihatannya tidak salah, benar saja, memang seorang bayi yang berada tepat di hadapannya. Dengan penuh rasa khawatir, ia bawa manusia mungil itu dan menggendongnya. Mengendus-endus wangi khasnya, baru menyadari bahwa bercak kemerahan dari kain yang membalut tubuh bayi itu merupakan darah. Tentu saja ia sangat terkejut. Langsung mengambil kesimpulan bahwa bayi itu sengaja ditinggalkan sang ibu, ketika baru saja dilahirkan. Meski sang ibu mungkin berusaha menutupi dengan cara memandikannya.

Karena suhu udara yang semakin dingin akibat hujan yang semakin deras, maka tanpa berpikir panjang, sang wanita membawa bayi tersebut masuk ke dalam rumah.

Kini bayi mungil itu sudah tumbuh menjadi seorang lelaki dengan paras tampan dan cantik bernama So Junghwan.

•••

Junghwan telah sampai pada suatu tempat yang ia kunjungi malam ini, setelah berjalan kaki selama 20 menit. Ketika kakinya melangkah masuk, beberapa pasang mata melihatnya dengan pandangan lain, penuh minat dan nafsu.

Tempat yang mengandalkan pencahayaan dari lampu warna warni dan kebisingan dari suara musik bervolume kencang, menjadi tempat Junghwan mencari nafkah. Sebenarnya ia tak merasa nyaman berada di sana lebih lama, namun apa boleh buat? pekerjaan ini cukup menjanjikan pendapatan besar untuknya.

Sebuah tepukan pada bokongnya sedikit membuat terkejut, Junghwan menoleh dan menemukan seorang wanita berusia kepala empat.

"Ke kamar nomor 20, dia udah nunggu."

Tidak perlu mendapat menjelasan lain, Junghwan mengangguk patuh, bergegas pergi menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas.

Sepanjang jalan menuju kamar nomor 20, Junghwan memainkan jemari lentiknya. Kegugupan kembali datang, meski ia sudah melakukannya berulang kali. Junghwan berharap malam ini keberuntungan memihaknya.

Derap langkah kaki terhenti di depan pintu. Ia ulurkan tangan dan mengetuk benda kayu itu beberapa kali. Tak lama pintu terbuka, menampilkan seorang lelaki yang terkejut melihatnya.

Junghwan juga mematung di tempat ketika melihat siapa yang menjadi tamunya malam ini.

"Mas.. Mas Jeongwoo?"

•••

Sang tamu dan penghibur duduk di atas ranjang dengan berjarak. Sama-sama merasa canggung ketika mengetahui pertemuan mereka kembali terjadi di tempat seperti itu, club.

"Sejak kapan?"

Junghwan menoleh sekilas, "Sejak kamu nikah."

Ketika mendengar jawaban itu, Jeongwoo menundukkan kepala, desahan nafas terdengar.

Semula mengira bahwa Junghwan akan dikembalikan kepada sang 'mommy' club, karena situasi seperti ini tidak memungkinkan mereka untuk melakukan kegiatan intim, meski Jeongwoo sudah memberikan biaya di awal 'pemesanan'. Namun, perkiraan Junghwan salah besar. Jeongwoo malah berlutut di hadapannya. Lelaki yang diketahui mampu menyembunyikan perasaan, kini malah menangis sambil memegang erat kedua tangan Junghwan.

"Maaf, maafin aku..."

Berulang kali kata maaf terlontar, membuat Junghwan kembali merasakan sakit, sekaligus kebingungan. Mengapa pertemuan ini kembali terjadi di saat ia sudah memutuskan untuk membuka lembaran baru?

"Kenapa kamu minta maaf? Hubungan kita udah selesai dan kamu juga udah punya pilihan sendiri buat ngikutin apa kata orang tua kamu."

Jeongwoo mendongakkan kepala, "Aku sayang kamu, Hwan."

Ketika mendengar pernyataan Jeongwoo, rasanya ia ingin menertawakan keadaan saat ini. Untuk apa seorang mantan kekasih mengatakan itu, padahal ia sudah memutuskan mengikuti perkataan orang tua untuk berumah tangga bersama seorang wanita?

Cukup sudah, Junghwan tak kuasa menahan lebih lama. Ia harus cepat melarikan diri sebelum masalah lain menimpa hidupnya yang sudah berada dalam lingkup kesialan. Maka, Junghwan memutuskan untuk merelakan bayaran mahal yang sudah dikeluarkan oleh pelanggan pertamanya. Ia bangkit dan bermaksud segera meninggalkan ruangan.

Hampir sampai diambang pintu, tiba-tiba saja pelukan dari belakang menghentikannya. Jeongwoo memeluk pinggangnya erat, seolah tak membiarkan kelinci manisnya pergi begitu saja. Belum sempat memberikan perlawanan, Jeongwoo lebih dulu melakukan tindakan lebih. Mencium leher sang penghibur.

Sial sekali, bibir dan lidah Jeongwoo terlalu ahli dalam mempermainkannya. Bahkan anggota tubuhnya yang lain juga mendapat sentuhan. Seperti kejantanan yang diremas-remas perlahan. Junghwan diam-diam mengutuk Jeongwoo dalam hati. Ia sangat membencinya.

•••

Tbc.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JOURNEY : WOOHWANWhere stories live. Discover now