Panas matahari benar-benar membuat dirinya kepanasan di tambah harus membopong kayu kering yang ia kumpulkan di dalam hutan, wajah letih nya dengan peluh keringat menghiasi wajahnya dan kaki yang berjalan pelan mulai berjalan kearah rumah dimana dirinya tinggal seorang diri, meski begitu ia mempunyai teman seperti sekarang ini saat kakinya mulai sampai ke rumah dimana dirinya tinggal sudah berdiri sahabat wanitanya dengan rambut di sanggul dan buah apel di tangan kanannya.
"Apa yang kau lakukan Anaya?."Tanya Naliarana dengan perlahan menurunkan kayu yang berada di punggung nya.
"Kau tau Nalia? Akan ada pameran di pusat kota sebentar malam, hari ini cerah dan pastinya akan menyenangkan jika kita berdua pergi kesana, jadi kau harus ikut bersama ku"Jelas Anaya yang setelahnya mengigit apelnya.
Naliarana berjalan mendekat kearah Anaya yang berdiri tepat di depan pintu rumahnya lalu menggeser tubuh Anaya untuk masuk kedalam rumah, Anaya tak tinggal diam ia juga ikut masuk ke dalam dengan terus mencoba membujuk sahabatnya karena dirinya tau sahabatnya akan menolak ajakannya.
"Apa kau tak akan ikut?,"tanya Anaya
"Kau tau jawabannya, ya, aku tak akan pergi. Hari ini begitu melelahkan bagiku dan besok aku harus ke kebun untuk mulai menanam bibit apel,"jelas Naliarana.
Mendesah pelan dengan perlahan Anaya berlutut di depan Naliarana." Ayolah ikut dengan ku, ku mohon sekali ini saja ku mohon."Pintanya dengan binar mata penuh harap.
Hembusan nafas pelan di keluarkan oleh Naliarana dengan malas ia mengangguk membuat Anaya bersorak gembira.
Malam hari menyapa dengan keadaan pusat kota yang ramai, hari ini di adakan pameran banyak sekali hal yang bisa di jadikan bahan hiburan di sini, apalagi bagi Anaya yang selalu tergiur atau berbinar senang bahkan tak segan-segan ia akan berjingkrak kegirangan saat melihat pangeran atau pria-pria tampan. Naliarana sendiri juga tertarik dengan pria tampan tapi bukan berarti akan seheboh sahabatnya ini apalagi tenaganya sudah begitu terkuras dengan kegiatan nya tadi. Kedua mata bergilir ke kiri dan ke kanan mencari mungkin saja ada hiburan atau jajanan tapi baru saja ingin berjalan mendekat ketempat jajanan tangan Naliarana di tarik menuju kerumunan orang yang sedang melihat para petinggi atau orang-orang terkaya mulai melakukan pembelian sebuah berlian biru yang begitu mahal, mereka dengan gencar terus menaiki harga untuk mendapatkan barang tersebut sampai membuat Naliarana melongo tak percaya mereka akan mengeluarkan banyak uang, seperti nya selain barang yang di dapat mereka juga mengutamakan gengsi.
"Kau lanjutkan menonton nya aku ingin menonton pertunjukan tari saja,"ujar Naliarana.
"Belum di mulai setelah ini akan di mulai tarian nya, jika kamu ingin makan pergilah,"ucap Anaya tau jika sahabat nya ini pasti lebih mementingkan makanannya.
Suara kekehan pelan di keluarkan Naliarana lalu berjalan pergi di antara jajanan yang tersusun di atas meja, kedua matanya membulat melihat kesana kemari di antara makanan-makanan yang di jual, apa yang harus dirinya beli? Hingga akhirnya tertuju pada sebuah permen berwarna hijau
"Aku ingin permen ini, bisakah aku membeli 3?,"
"Tentu saja."
Malam kian larut tapi seakan keadaan tak menjadi sepi bahkan makin ramai karena para pemuda baru saja datang, suara nyanyian dan pukulan gendang terdengar, tarian dari para wanita dengan gaun merah mereka begitu indah tapi di satu sisi Naliarana sudah sangat mengantuk apalagi besok dirinya harus pergi pagi ke kebun sedangkan Anaya? Wanita itu tengah berdansa dengan seorang pria dan itu sudah biasa terjadi.
Naliarana berjalan mendekat ke arah Anaya yang baru saja selesai berdansa, ia membisikan ingin pulang terlebih dahulu dan di anggukkan oleh Anaya. Sekarang dirinya tengah berjalan di jalanan sepi menuju rumahnya, untung saja ada pencahayaan bulan jadi tak begitu gelap gulita sampai akhirnya terucap kata asalan yang di keluarkan nya
"Seandainya aku bisa bangun pagi tanpa harus bekerja di kebun."Berteriak dengan malas." Seandainya saja."
Seakan tak sampai membuat dirinya lelah, rumahnya tak begitu jauh tetapi sedari tadi ia terus berjalan. Terus berjalan di jalanan yang sepi sampai cahaya terang berada di depannya dengan suara yang tak ia kenali, nafasnya memburu saat cahaya dan suara itu mendekat, kakinya terhenti dengan pandangan kedepan.
"Woi cewek gila, ngapain lo jalan di tengah jalan? Mau mati lo hah?." Bentak seseorang.
Naliarana terdiam tak tahu harus apa saat seorang pria itu berjalan mendekat ke arahnya dengan wajah yang terlihat marah, ada darah di wajahnya begitu juga dengan lebam.
"Kalau mau mati jangan disini, repotin gue aja,"
Bukannya menjawab Naliarana malah berucap." Wajahmu terluka tuan, apa kau ingin singgah ke rumahku untuk menyembuhkan luka mu?."
KAMU SEDANG MEMBACA
Haruskah aku kembali?
FantasyMemasuki jaman dimana seharusnya dirinya tak hidup di sini menjadi sebuah hal mustahil yang terjadi pada Naliarana. Siapa yang menyangka jika keluhan ngasalnya berakhir membuat ia harus memasuki dunia lain dimana sangat berbeda dengan dunianya dan d...