7. Egois

1K 102 22
                                    

Janlup untuk selalu vote dan komen yang banyak, soalnya aku suka baca komen dari kalian😊

Wajib follow!!! Kalau nggak pantatnya korengan!!

Happy Reading ✨

Bantuan datang, si Landak langsung dievakuasi. Sedangkan gue sendiri udah nomplok di punggung Asa yang mulai berjalan keluar dari hutan ini. Jujur, gue gak ada luka sama sekali. Tapi, Asa tiba-tiba nyuruh gue buat naik ke punggungnya. Yaudah gue nurut aja.

Keringatnya mencuat dan mengalir deras. Gue tau dia lelah perkara nyari gue. Tapi, kuncian tangannya di kedua kaki ini begitu kuat seakan terjerat belenggu besi.

Sampai di posko, akhirnya gue diturunkan sama dia. Asa nampak mengatur napasnya sejenak. Dia masih memandangku penuh selidik, seperti mencari bagian tersembunyi dari kujur tubuh ini.

"Maaf."

Hanya kata itu yang mampu gue lontarkan padanya. Sedangkan Asa hanya sikap diam di tempat. Tanpa merubah air muka datarnya.

"Kenapa maaf?" tanyanya setelah beberapa detik terdiam.

"Um ... Gara-gara gue lo jadi kalang kabut nyariin gue, 'kan? Sampai semalaman?" Gue usap-usap tengkuk leher yang penuh daki ini. Agak sedikit gelisah memberi dalih padanya.

Asa kibas-kibas rambut gue yang berantakan dan kusut ini. Lalu, dia bersihin baju dan celana gue pakai tangannya sekarang.

"Hanya itu?" tanyanya kembali yang buat gue kaget dikit.

Apa lagi? Gue minta maaf memang buat itu, kok. Gara-gara gue hilang di jurang dia sampai bela-belain nyari gue, 'kan?

"Lupakan, ayo kita obati dulu lukamu." Belum sempat gue berpikir, si Asa justru menarik tangan ini dan menuntun masuk ke dalam posko.

"Gue gak ada luka, Saaa." Gue ngedumel sepanjang perjalanan. Namun, sepertinya Asa menulikan pendengarannya.

Kalaupun ada, itu hanya goresan kecil yang tak berarti. Megi aja sering kasih tanda cinta pakai cakarnya itu, tapi dia gak pernah obatin gue tuh.

Di dalam posko, bisa gue lihat si Ririn lagi nangis sesenggukan ditenangin sama teman-teman yang lain. Syukurlah dia juga kembali selamat. Meski ada cedera di kakinya sampai pakai kayu gitu, yang penting dia ada di sini dalam keadaan bernapas itu aja udah beruntung.

Bahkan gue juga liat Rere yang lagi usap-usap kepala Ririn. Sedangkan Pian, gue gak tau dia ada di mana. Kayaknya udah pulang kemarin. Dan sepertinya dia juga yang sudah kasih kabar ke Asa soal hilangnya gue.

"Boleh aku pakai kamar kalian? Oki harus diobati." Gue menganga pas Asa ngomong gitu ke yang lain.

Mereka mempersilahkan kami. Bahkan, teman-teman yang tadinya fokus ke Ririn, beralih fokus ke gue yang baru aja ketemu setelah semalaman tak bertemu.

"Iya, gue ga pa-pa cuma lecet dik–"

Aelah, si Asa lagi-lagi narik tangan gue, ini belom kelar ngomongnya sama yang lain main ditinggal aja mereka.

Akhirnya, kami sampai di kamar khusus cewek-cewek. Dia tutup pintunya dan menguncinya dari dalam. Ini kalau sudah masuk ranah sini kayaknya gue bakal diterkam habis. Iya nggak, sih? Roma-romanya kek begitu, 'kan? Ngapain coba dikunci pintunya kalau cuma mau ngobatin. Bahkan, gue gak liat dia bawa kotak obat. Terus mau ngobatin gue pake apaan?

Tapi nyatanya, setelah gue tungguin aksinya. Semenit, dua menit, 5 menit, 10 menit, dia masih tetap berdiri diam sambil tatap gue. Jujur, agak pegel berdiri gini.

"Kenapa berdua?" Akhirnya dia buka suara setelah sekian menit.

"Berdua? Apanya?"

Astaga dia diem lagi. Ini kebiasaan Asa yang gue gak suka, dia selalu dipendam semuanya sendiri, dan susah banget mau komunikasi yang jelas. Gue yang bego ini gimana bisa paham?!

AsaOki (Kapal Hantu S2) END☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang