...
Jihoon kini sudah berada di dalam apartemen milik Hyunsuk, duduk di sofa yang nyaman sambil menunggu Hyunsuk yang sedang menyiapkan minuman untuknya. Udara di ruangan itu terasa hangat dan tenang, meskipun di dalam dirinya, Jihoon merasa cemas. Setiap detik yang berlalu seakan membuatnya semakin gugup. Hyunsuk muncul dengan nampan di tangannya, berisi minuman hangat yang langsung diletakkan di atas meja di hadapan Jihoon.
"Silakan diminum," ucap Hyunsuk dengan suara yang sedikit bergetar, meski berusaha terlihat tenang.
"Terima kasih," jawab Jihoon, lalu meraih cangkir dan meminum sedikit dari isinya. Di dalam hatinya, dia merasakan kehangatan minuman itu, namun lebih dari itu, dia merasakan sesuatu yang lebih mendalam — perasaan rindu dan penyesalan.
Hyunsuk duduk di kursi kosong di samping Jihoon, jantungnya berdegup dengan sangat cepat. Perasaan gugupnya hampir bisa dirasakan oleh Jihoon, meski dia tidak mengungkapkannya dengan kata-kata. Hyunsuk menunduk, memainkan ujung jarinya yang terlihat gelisah. Lalu Jihoon membuka suara, berbicara dengan lembut namun penuh penyesalan.
"Maaf... karena sudah meninggalkanmu waktu itu," kata Jihoon, menatap Hyunsuk dengan penuh kehangatan.
Hyunsuk menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang. Setiap kata Jihoon seakan menghujam perasaannya. Dia tahu, selama ini, Jihoon selalu memikirkan dirinya, meskipun mereka terpisah oleh waktu dan jarak. Tanpa bisa menahan diri, Hyunsuk membenamkan wajahnya ke telapak tangan, merasakan sakit yang sudah lama terpendam. Jihoon, yang peka akan perasaan Hyunsuk, segera meraih tangan Hyunsuk dan menggenggamnya dengan lembut.
"Kamu pasti kesulitan selama ini," kata Jihoon, suaranya penuh dengan keprihatinan dan rasa sayang. Hyunsuk hanya bisa terdiam, matanya kembali terisi air mata yang menetes tanpa bisa dia cegah. Tangisan itu menjadi bukti betapa dalamnya kesulitan yang ia alami selama ini.
Tanpa kata-kata lagi, Jihoon menarik tubuh Hyunsuk ke dalam pelukannya, merasakan tubuh yang lemas itu bersandar padanya. Hyunsuk merasa seakan berada di tempat yang aman, tempat yang sudah lama ia rindukan. Dalam pelukan Jihoon, ia merasa dunia menjadi tenang, meskipun hatinya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.
"Hyun, aku mau kita kembali kaya dulu lagi," ucap Jihoon dengan suara pelan, penuh harap. Kalimat itu terasa seperti pengingat dari masa lalu mereka, ketika semuanya berjalan baik-baik saja.
Namun, mendengar kalimat itu, Hyunsuk langsung melepaskan pelukan itu, seolah ada tembok besar yang menghalangi hatinya. Perasaan rindu dan cinta yang begitu besar kini terasa seperti beban yang berat. Ingatan tentang percakapan terakhir bersama papinya kembali terbayang di pikirannya. Sebelum ia kembali ke Seoul, sang papi sempat memberinya pesan yang membuat hatinya terombang-ambing.
"Papi mohon, jangan kembali lagi dengan Jihoon. Kalau kamu masih mencintainya, tolong jangan, karena itu hanya akan membuatmu sakit lagi," ucapan itu bergema dalam pikirannya, menyertai setiap langkah yang ia ambil. Hyunsuk tahu bahwa, untuk kali ini, ia harus mendengarkan apa yang dikatakan oleh papinya, meskipun hatinya hancur.
"Maaf... tapi aku nggak bisa," ucap Hyunsuk dengan suara yang terputus-putus, menundukkan kepala dan menghindari tatapan Jihoon yang penuh harap.
"Kenapa?" tanya Jihoon dengan nada yang penuh kebingungannya, merasa seperti dihantam kenyataan yang tak terduga.
"Kita nggak bisa bersama lagi," jawab Hyunsuk, suaranya berat dan penuh penyesalan. Rasa sakitnya terasa semakin dalam ketika dia harus mengungkapkan kata-kata itu.
Tapi Jihoon tak bisa menerima begitu saja. "Junghwan dan Jeongwoo... mereka anakku kan?" Tanyanya dengan suara gemetar, berharap mendengar kata 'iya' dari Hyunsuk. Namun, Hyunsuk terdiam, matanya kosong, seolah kata-kata itu sudah siap untuk terlontar, namun hatinya tak bisa mengatakannya.
"Bukan... mereka bukan anakmu. Tapi mereka adalah anakku dengan lelaki lain," jawab Hyunsuk, suaranya datar, seolah-olah mengucapkan kebohongan yang ia harap tak akan terbongkar.
Jihoon terkejut, matanya membesar mendengar jawaban itu. "Kamu bohong kan? Tolong katakan yang sebenarnya, Hyun." Jihoon menggenggam tangan Hyunsuk dengan kuat, berharap agar Hyunsuk mengungkapkan yang sebenarnya.
Hyunsuk hanya menggelengkan kepala, berusaha menutupi rasa takut yang muncul dalam dirinya. "Aku nggak bohong, Jihoon. Percayalah," jawabnya, mencoba meyakinkan Jihoon, meskipun hatinya berontak.
Jihoon merasa ada yang tidak beres. Selama ini, ia mengenal Hyunsuk sebagai pria yang jujur, dan ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan. "Kalau mereka bukan anakku, siapa ayah mereka, dan di mana dia?" tanya Jihoon, semakin bingung dan terkejut dengan jawaban-jawaban yang ia terima.
"Dia... sudah tiada," jawab Hyunsuk dengan suara serak, berusaha terlihat tenang, meskipun dalam hatinya ada perasaan yang tak bisa ia ungkapkan.
Jihoon terdiam, seolah kata-kata itu terlalu berat untuk diterima. "Hyunsuk-ah, aku mohon, katakanlah yang sebenarnya. Apa perlu kita tes DNA untuk membuktikan jika mereka benar anakku atau bukan?" kata Jihoon dengan penuh harap.
Hyunsuk menggigit bibir bawahnya, perasaan hatinya semakin terkoyak. Sebenarnya, ia tidak ingin seperti ini, namun ia tahu ini adalah yang terbaik — atau setidaknya itulah yang ia yakini. "Mama!!" Tiba-tiba suara panggilan Junghwan memecah keheningan.
Hyunsuk dan Jihoon langsung menoleh, melihat Junghwan yang berjalan mendekat dengan wajah penuh kebingungan. "Loh, Om Jihoon?!" seru Junghwan dengan kegirangan.
Junghwan segera berlari menghampiri Jihoon dan memeluknya erat. Rindu yang terpendam selama ini akhirnya bisa tersalurkan dalam pelukan itu. Namun, Hyunsuk segera menegur dengan nada tegas, "Junghwan tidak boleh seperti itu!"
"Maaf, mama. Maaf, Om Jihoon," kata Junghwan dengan menundukkan kepala, merasa bersalah.
Jihoon hanya tersenyum lembut, mengusap rambut Junghwan dengan penuh kasih sayang. "Tidak apa-apa," jawabnya, mencoba menenangkan Junghwan yang merasa bersalah.
Namun, di dalam hatinya, Hyunsuk merasa cemas. Junghwan begitu nyaman berada dalam pelukan Jihoon, begitu pula Jihoon yang merasa begitu bahagia bisa dekat dengan anaknya lagi. Tapi di sisi lain, Hyunsuk merasa semakin terjepit antara apa yang benar dan apa yang ia rasakan.
"Ma... mama sama Om Jihoon temenan?" tanya Junghwan dengan penasaran.
"Bukan, dia..." Hyunsuk mulai menjawab, namun kalimatnya terhenti ketika tiba-tiba suara bel berbunyi, mengalihkan perhatiannya. Tanpa berkata lebih banyak, Hyunsuk segera berdiri dan bergegas menuju pintu, diikuti oleh Jihoon yang menggandeng Junghwan.
Saat pintu dibuka, mereka melihat seorang penjaga keamanan yang tampak sangat panik, keringat membasahi dahinya. "Ada apa, Pak?" tanya Hyunsuk, merasa khawatir.
"Anak Anda... Choi Jeongwoo... ditabrak lari..." jawab penjaga dengan suara terbata-bata.
Kata-kata itu seperti halilintar yang menyambar. Jantung Hyunsuk terasa berhenti sejenak, kakinya melemas dan ia hampir terjatuh. Jihoon yang melihatnya segera menurunkan Junghwan dari gendongannya dan mendekat untuk menenangkan Hyunsuk.
"Hyunsuk!" panggil Jihoon dengan cemas, menarik tubuh Hyunsuk ke dalam pelukannya.
"Se... sekarang anak saya di mana, Pak?" tanya Hyunsuk, suaranya serak karena panik.
"Jeongwoo sudah dibawa ke rumah sakit Waiji..." jawab penjaga itu, membuat semua orang terdiam sejenak.
Di rumah sakit, Hyunsuk tak kuasa menahan tangisnya. Melihat Jeongwoo yang terbaring lemah, dipenuhi dengan alat-alat medis yang menempel di tubuhnya, membuat hatinya semakin hancur. Junghwan di sampingnya ikut menangis, merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Jeongwoo dengan baik.
Dokter mengatakan bahwa kondisi Jeongwoo sangat kritis, kekurangan banyak darah. Jihoon turut merasakan kesedihan yang mendalam, tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Ketiganya terdiam dalam kesedihan yang mendalam, merasakan ketidakberdayaan yang sama.
Hyunsuk akhirnya melepaskan pelukan Jihoon, menatapnya dengan mata yang penuh penyesalan. "Maaf... aku sudah bohongin kamu," ucapnya, suara itu hampir tidak terdengar.
Keduanya saling beradu pandang, Jihoon memandang Hyunsuk dengan penuh keheranan. "Junghwan dan Jeongwoo... sebenarnya memang anak kamu. Anak kita," Hyunsuk akhirnya mengakui semuanya, mengungkapkan kebohongan yang telah ia pendam.

KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Papa - hoonsuk✓
Randomhoonsuk ft hwanwoo "juju mau jadi kingkong yang kuat dan hebat!!" "kenapa Juju mau jadi kingkong?" "supaya Juju bisa melindungi mama sama Jeje!! Karena papa gaada, jadi juju harus jadi lebih kuat supaya bisa melawan orang orang jahat yang mau nyakit...