Sembilan : Malu-maluin

3.1K 265 39
                                    

Sesuai dengan rencana mereka hari Sabtu Talia dan Elias pergi untuk berkencan eh ngerjain tugas kelompok bareng maksudnya, mana ada seekor kucing berpacaran dengan marmut mangsanya, ibaratkan Talia dan Elias seperti itu, entahlah Talia yang sejak kecil selalu tumbuh dengan teguran lembut dari kedua orang tuanya merasa ketakutan setiap kali Elias membuka bibirnya untuk mengatakan sesuatu, nada dan kalimat yang diutarakan pria itu terlalu kasar, membuatnya takut.

"Gue ngerjain bagian yang ini, lo yang ini kalau gak paham tanya gue aja." Talia menjelaskan dengan sebaik mungkin, dia tidak ingin salah mengatakan sesuatu atau mengigit lidahnya seperti pertama kali berbicara dengan laki-laki ini.

Elias manggut-manggut, hari ini gaya pakaiannya tidak seperti ketika pertama kali dia masuk kuliah, sejak ditegur oleh dosen karena gaya berpakaiannya, Elias mulai mencari referensi di internet tentang gaya berpakaian anak muda berumur 18 tahun di Indonesia, maklum setelah tamat SMA dan lulus di universitas yang sekarang Elias menetap di Jepang selama 6 bulan, Elias suka di Jepang karena disana orang-orang nya individual, dia juga bebas menggunakan apapun, tidak ada yang mengomentarinya bahkan tentang wajahnya yang seram, rasanya di sana damai yah meksipun perempuan Jepang juga takut padanya, tapi ketika melihat isi dompetnya mereka langsung melayani Elias ketika dia datang ke Bar untuk minum-minum.

Dia memang nakal, mau gimana lagi Elias tidak pernah peduli dengan dirinya sendiri, toh hidup yah hidup, mati yah mati, kalau sakit tinggal ke rumah sakit, prinsip dia seperti itu, toh kalau dia kenapa-kenapa juga gak ada yang peduli bahkan kedua orang tuanya tidak peduli jika kehilangan satu anak, anak ayahnya kan banyak dan tersebar di beberapa negara di Asia, yah begitulah kehidupan seorang pria kaya dengan beberapa wanita yang menjadi istrinya.

Elias memilih menetap di Indonesia karena ibunya orang Indonesia, wanita itu saat ini berada di Taiwan bersama ayahnya, menemaninya dengan istri-istri nya yang lain, ayah Elias menjunjung tinggi praktek poligami, sekarang saja di umurnya yang ke-50 dia memiliki istri yang sebaya dengan Elias, kemarin mereka baru nikah di Jepang.

Elias dan saudara-saudara yang lain memiliki umur yang tidak terpaut jauh, yang paling tua diantara mereka berusia 25 tahun, pokonya mereka semua hidup masing-masing sejak kecil tanpa campur tangan kedua orang tua mereka, diberikan pengasuh sejak bayi lalu ketika mulai bisa mandiri pengasuh itu akan diberhentikan dan mereka akan hidup mandiri mulai saat itu, Elias sendiri mulai hidup mandiri sejak berusia 12 tahun, dia tinggal di sebuah gedung apartemen mewah yang diberikan ayahnya atas namanya, Elias tinggal di lantai paling atas apartemen itu, dia yang mengelola apartemen mewah ini sejak ulang tahunnya yang ke-18.

Uang bulanan aman akan ada transfer setiap bulan dari pria tua itu dan itu tidak sedikit, lalu pendapatan lainnya berasal dari apartemen yang dia olah. Apartemennya terkenal di kalangan menengah ke atas, banyak artis, pengusaha, dan orang-orang berduit yang menyewa apartemen nya, apalagi letaknya cukup strategis di tengah-tengah kehidupan perkantoran, restoran dan wisata.

Kehidupan Elias benar-benar seperti mimpi bagi-bagi orang lain, yah karena uang yang mengalir deras itu lah dia bisa bertahan tanpa teman-teman, selama ada uang semuanya bisa didapatkan, bagi Elias uang adalah sumber kebahagiaan, bulshit yang bilang uang tidak bisa membeli kebahagiaan, ketika kamu membeli makanan enak, apakah kamu bahagia karena rasanya enak? Lalu dengan apa kamu membeli kebahagiaan dari rasa enak itu? Yah pakai duit kan? Gitu aja prinsipnya.

Elias tidak membutuhkan teman atau wanita, lagian wanita manapun selalu ketakutan melihat wajahnya, ada sih yang gak ketakutan tapi itu karena duitnya, Elias gak mau berhubungan sama cewek kayak gitu, duitnya ada, banyak tapi kalau mau sama dia gak boleh takut sama wajahnya dan tentu saja dia harus membuat Elias jatuh cinta padanya.

Elias adalah tipe orang yang sulit jatuh cinta.

Dia sudah melihat banyak jenis perempuan, tidak ada yang istimewa di matanya.

Pura-pura polos, karismatik, Alpha women, seksi, dewasa, elegan, polos, lugu, wanita yang menjatuhkan wanita lain untuk bersinar atau yang menjual dirinya demi uang dia sudah melihat semuanya.

Elias tidak memandang rendah seorang wanita kok, justru dia kagum dengan para wanita, lihat saja mereka, wow banget gak? Elias heran kok bisa ada orang yang belok dan menyukai sesama jenis? Padahal mahkluk yang bernama wanita seindah itu, secantik itu, tidak peduli bagaimana bentuknya, bagi Elias wanita itu adalah makhluk yang hampir sempurna.

Duh jadi kebanyakan bacot tentang Elias.

"Kak, ini pesannya."

"Makasih kak."

Elias melirik dari balik laptopnya pada pesanan Talia, entah kenapa itu terlihat enak, dia belum memesan apapun sejak tiba di Cafe ini karena memang dia sedang malas makan.

Talia memesan menu yang Teya sarankan untuknya, tadi sebelum keluar rumah dia makan siang pakis lauk Mamanya jadi ketika di Cafe dia tidak perlu makan berat, ngemil aja.

Japanese Cookies and Caramel Latte, ketika pesanannya tiba aroma butter langsung memenuhi udara disekitar keduanya, benar kata Teya Cookies tidak ada rasa namun harum dan ketika dicelupkan ke dalam Caramel Latte nya, duh tidak bisa dideskripsikan rasanya.

Enak pakai banget, tidak membuat enek sama sekali, Talia sebenernya benci memakan Cookies yang bertekstur kering dan rapuh, ketika gigit bukankah akan menempel di sela-sela gigi dan langit-langit mulut, makanya ketika makan Cookies kering dia selalu mencelupkannya ke Susu, Teh, atau Kopi.

Dia harus memvideokan Dessert ini dan memberi tahu para Followernya.

Elias menelan ludah sendiri, entah kenapa dia jadi kepengen apa yang Talia pesan ketika melihat cara gadis itu makan, dia memang benar seorang konten kreator, cara makannya membuat orang ketagihan dan ingin merasakan apa yang dia makan.

Talia menyadari tatapan Elias, mereka saling tatap untuk beberapa menit sebelum Talia menarik jauh-jauh Dessert nya dari pandangan Elias, dia makan dibalik laptopnya.

Elias kehilangan kata-katanya.

"Lo! Lo pikir gue bakalan minta? Lo pikir gue gak sanggup beli gituan?" Tentu saja dia tersinggung, cara Talia bersembunyi ketika makan seakan-akan mengejek Elias kalau dia tidak akan memberikan sedikitpun pada laki-laki itu.

"Gue gak bermaksud kayak gitu..." Talia berujar lirih, ah dia salah bertindak tapi kalau soal makanan enak Talia selalu pelit, bahkan dengan ayahnya sendiri.

"Sialan lo, gue sanggup yah beli gituan, beli di Cafe gue juga bisa, Woi! Gue mau pesan!" Elias memanggil seorang pelayan pria yang lewat dengan galak, seperti biasa suaranya selalu menarik perhatian semua orang.

Talia menutup wajahnya di balik laptopnya, sumpah dia gak mau lagi makan berdua dengan Elias di tempat umum, malu-maluin.

***

Terima kasih sudah membaca 😘

Hana : jadi siapa yang bayar?

Talia : kami bayar sendiri-sendiri

Hana : loh kenapa gak minta Elias bayarin? Kan kewajiban cowok itu

Talia : eh iya nya? Baru tahu, gue mah selama bisa bayar sendiri yah bayer sendiri aja, gue ada duit, gak berharap dibayarin.

Hana : duh kalau lo curhat di X, komunikasi marah-marah pasti di serang netijen

Talia : gue salah apa T_T

Elias : Banyak!

Talia : Maaf 🙏

Elias : Cih

Btw maaf yah sekarang cerita ku banyak banget narasinya efek ngetik novel Gamma kayaknya 🙏😭

Maaf juga aku gak bisa memanjangkan chapter, mentok aku ngetik 1100 kata gak bisa lebih, selain karena takut kalian bosan, ngetik 1100 kata itu adalah target aku jadi yah kalau ngetik lebih dari segitu ide aku gak lancar 😭

Tsundere Boy (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang