07. Who Is The Thief?

81 38 21
                                    

Jirka menyenggol lengan Arcaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jirka menyenggol lengan Arcaka. "Natan udah kembali."

Arcaka mengalihkan pandangannya kepada seorang lelaki yang baru saja memasuki kelas. Melihat kedatangan Natan, ia lantas bangkit dari tempatnya dan menanyakan perihal kondisi lelaki itu. "Tan, lo udah sembuh?"

Namun, sapaannya tak disambut baik oleh Natan. Tanpa menoleh kepada Arcaka, Natan lantas duduk di kursinya, seolah tak ada orang yang memanggilnya.

Kedatangan Natan dengan kedua tangan yang diperban membuat mereka saling melempar pandang.

"Tangannya sampai diperban? Lukanya separah itu, kah?" bisik Jirka.

Baru saja Arcaka ingin meminta maaf secara langsung kepada Natan, lelaki itu lebih dulu dihampiri oleh Marken.

Marken menyerahkan lembar jawaban untuk diisi oleh Natan sebagai pengganti nilai praktik memainkan bola basket. "Tan, karena tadi lo dan Arcaka belum menuntaskan permainan bola basket, jadi sebagai gantinya lo kerjakan tugas ini, ya. Kalau udah selesai dikerjakan, kasih ke gue."

Natan mengangguk.

Marken duduk di kursi sebelah Natan, ia lantas membisikkan sesuatu di telinga lelaki itu. "Lain kali hati-hati. Jangan sampai identitas asli lo terbongkar. Nggak cuman lo yang terkena masalah, tapi gue juga bisa kena."

Setelah mengatakan itu, Marken beranjak dari tempatnya dan meninggalkan kelas. Arcaka, Jirka, dan Harken yang sedari tadi memperhatikan mereka, nyatanya tak dapat mengetahui apa yang dibisikkan Marken kepada Natan.

Arcaka melangkah mendekati Natan untuk meminta maaf secara langsung kepada lelaki itu. "Tan, gue minta maaf soal kejadian tadi, ya. Gue benar-benar nggak sengaja menyenggol lo. Oh, ya, tangan lo ..."

"Gue baik-baik aja. Gue udah maafin lo," sela Natan.

"Tapi, tangan lo ..."

Natan beranjak dari tempatnya dan berjalan meninggalkan Arcaka begitu saja. Ia menyusuri koridor sekolah yang tampak ramai oleh para murid 12 IPA 3.

Hanya kelas mereka yang tak kunjung didatangi guru, hal itu membuat para murid berkeliaran di luar kelas. Sesekali Natan mendengar teriakan para siswi yang memanggilnya, tetapi lagi-lagi ia tak menghiraukannya.

Langkah kaki membawa tubuhnya ke toilet. Setibanya di sana, ia berdiam diri cukup lama di depan cermin. Ia menatap tajam dirinya, bersamaan dengan ingatan tentang kematian kedua orang tuanya yang mengambil alih pikirannya.

"Gue harus temukan pedang biru itu, gimana pun caranya." Natan mengepalkan tangan kuat-kuat.

Suara dari dalam bilik toilet cukup menarik perhatiannya. Natan membalikkan tubuhnya, ia lalu berjalan mendekati salah satu bilik toilet di sana.

Natan mendekatkan telinganya ke pintu guna memastikan suara apa yang tadi ia dengar. "Kayak suara orang lagi makan." Natan membatin. "Tapi, nggak mungkin makan di dalam toilet, 'kan?"

Wickedness In Silence (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang