33. Setangkai Bunga Krisan

642 102 25
                                    


"Aku terperangkap dalam sebuah permainan. Aku berhenti, aku lelah untuk terus mencari letak jalan keluarnya."

-Abichandra Danantya-

***

Lagi-lagi anak Pak Wijaya harus berhadapan dengan rumah sakit pada ruang operasi Masih jelas terekam dalam kepala mereka bertiga bagaimana Ayah mereka masuk kedalam ruang itu meskipun sudah dinyatakan henti jantung saat ditempat kejadian. Dan kali ini anak Pak Wijaya kembali menjadi saksi perjuangan seorang dokter yang berusaha menyelamatkan satu saudara mereka.

Banyak doa yang mereka langitkan, banyak resah dan gelisah yang mereka rasanya. Perasaan mulai campur aduk bahkan saat mereka dalam perjalanan kerumah sakit. Isi kepala mulai tidak sejalan dengan isi hati, ada takut dan juga ada kepercayaan bahwa Chandra akan baik-baik saja mulai bertabrakan dalam diri mereka.

Bima dan juga Raka sebagai anak yang merasakan bagaimana kehilangan kedua orang tua, tentu merasakan perasaan yang sama sekali tidak nyaman. Keduanya seakan merasa menjadi anak yang Tuhan pilih agar seumur hidupnya tidak pernah merasakan kebahagiaan. Seumur hidupnya hanya dihiasi oleh amarah, tangis, dan masa duka.

Benar, manusia hanya bisa melaksana semuanya tanpa mereka tahu bagaimana hasil akhirnya. Tapi rasanya seperti sia-sia. Banyak orang yang berusaha untuk membahagiakan keluarga dan diri sendiri, tapi semua usaha itu tiba-tiba sirna karena suatu hal yang tidak pernah mereka duga.

Sementara itu, Naka duduk dengan tenang--sangat bohong jika Naka benar-benar merasa tenang. Ia sedang memaksa hatinya untuk tetap tenang disaat kedua kakaknya sangat terlihat frustasi dan ketakutan. Naka sangat memahami bagaimana perasaan kedua kakaknya. Masa duka yang dulu belum sembuh sepenuhnya, lantas pagi ini keduanya kembali merasakan goresan luka disaat semua sudah terlihat baik-baik saja.

Sedikit saja Naka berasa tenang, sebab Chandra mendapatkan penanganan begitu cepat dan saat ini sedang diusahakan oleh dokter untuk mengambil timah panas yang bersarang pada tubuh Naka. Namun, rasa takut dan gelisah seluruhnya menyerang tubuh Chandra. Ia sama sekali tidak tahu dimana letak timah panas itu bersarang, sedalam apa dan apakah bisa merusak organ dalam milik Chandra--Naka tidak tahu. Yang Naka harapkan dalam duduknya yang terlihat tenang, dalam hatinya ia terus menerbangkan segala doa untuk Chandra dan berharap Tuhan akan mendengarkan setiap kalimat doanya.

Tentang masalah Dewa dengan Raka--Naka tidak pernah peduli karena ia tidak mau memasuki permasalah orang-orang dewasa yang menurutnya sangat kompleks. Tapi, jika sesuatu terjadi pada Chandra, mungkin akan sulit bagi Naka untuk kembali bersikap baik kepada Dewa.

Sejenak Naka berpikir, bagaimana bisa seseorang tega berusaha mengambil nyawa saudaranya sendiri hanya karena seorang perempuan?

Sudah hampir dua jam Chandra bertahan didalam ruang operasi bersama dokter yang sedang berusaha mengambil timah panas itu yang bersarang didalam tubuh Chandra. Namun pergerakan Raka dan Bima tiba-tiba berhenti saat pintu ruang operasi itu terbuka dan dokter bedah keluar dengan wajah yang terlihat--sulit untuk menerka-nerka bagaimana hasil operasinya.

Naka mulai beranjak dari duduknya, sementara Bima dan Raka berhamburan mendekati dokter yang menangani proses operasi Chandra.

"Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" Tanya Bima tidak sabar menanti kabar tentang Chandra seakan ia percaya bahwa Chandra akan baik-baik saja.

Setelah menarik napas dalam, dokter itu berkata, "sebelumnya saya akan jelaskan dimana letak peluru itu berada." Ucap sang Dokter.

"Jadi, peluru itu menebus dada bagian kiri dan menembus paru-paru sebelah kiri. Sebenarnya, keadaan pasien sudah sangat lemah saat pertama kali kami menanganinya di ruang UGD. Pasien sempat batuk dan muntah darah karena peluru itu menebus paru-paru dan terjadi pendarahan."

LABIRIN -END- Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang