3. Datangnya Rasa.

5 1 0
                                    

Gadis dengan baju santai ala rumahan itu kini tengah sibuk membuat secangkir cokelat panas untuk menemaninya karena hujan tengah turun dengan lebat malam ini.

"Queen, sedang buat apa?" tanya Jatukrama- ayah dari Amerta.

"Cokelat panas, ayah mau?" tawar Amerta.

"Ayah kopi saja" jawab Jatukrama.

Setelah selesai membuat 2 cangkir minuman itu, Amerta membawanya ke ruang keluarga dan melihat ayahnya yang sedang menonton TV.

"Ini" kata Amerta setelah menaruh secangkir kopi panas diatas meja.

"Terimakasih" jawab ayahnya dengan senyuman.

Jatukrama menyeruput kopinya dengan nikmat, lalu melirik putri semata wayangnya yang kini tengah menikmati cokelat panas buatannya.

"Persis seperti bundamu, jika sedang hujan seperti ini... pasti bunda mu akan membuatkan ayah kopi dan ia membuat cokelat panas untuk dinikmati bersama sambil menonton TV" kata ayahnya dengan menerawang ke atas langit-langit rumah.

"Ayah... rindu Bunda ya?" tanya Amerta setelah menaruh cangkir berisi cokelat panas yang sudah ia minum ke atas meja.

"Sudah pasti, karena tidak ada barang sedetik pun ayah tidak merindukan Bunda mu meski, ayah sudah mengikhlaskannya" jawab Jatukrama sendu.

Amerta tersenyum, ia tau bahwa ayahnya sangat mencintai mendiang Bundanya meski, Amerta sendiri juga belum pernah melihat wajah asli dari Bundanya, karena Bundanya meninggal setelah melahirkan dirinya.

Namun, Amerta yakin Bundanya adalah sosok yang cantik dan baik hati, Amerta selalu tersenyum ketika ayahnya yang selalu antusias menceritakan tentang mendiang Ibundanya itu.

"Apa Ayah tidak membenci Amerta? bukankah Bunda meninggalkan Ayah karena setelah melahirkan Amerta?" tanya Amerta lirih mengingat bahwa dirinya adalah penyebab Bundanya meninggalkan Ayahandanya.

Jatukrama tersenyum, lalu mengelus pelan puncak kepala putrinya sayang.

"Itu semua sudah takdir, Ayah harus tabah dan tidak pernah sekalipun Ayah akan menyalahkan kamu" jawab Ayahnya.

"Lagi pula, kamu adalah putri yang sangat kami tunggu-tunggu... kehadiran mu adalah sebagai penerang dalam keluarga ini Queen... dan kamu adalah 'Ratu' dalam hati Ayah dan Bunda" jelas Jatukrama tak ingin putri kesayangannya merasa bersalah atas kesalahan yang tak pernah diperbuatnya.

Amerta tersenyum mendengar jawaban dari ayahnya, lalu memeluk erat tubuh seseorang yang telah menjadi cinta pertamanya itu.

"Kira-kira Bunda seperti apa, Ayah?" tanya Amerta ditengah pelukannya.

"Bunda mu itu baik hati, lemah lembut namun, juga bisa tegas diwaktu yang tepat. Bunda mu juga cantik sama seperti mu dan dari semua yang kamu miliki warna mata kamu yang sangat mirip dengannya" jelas Jatukrama.

Amerta tersenyum lalu kembali memeluk erat ayahnya, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang ayah.

Nyaman...

"Sudah malam, lebih baik tidur... besok juga masih sekolah kan?" tanya ayahnya yang dibalas anggukan oleh Amerta.

"Ayah, ke kamar dulu ya" pamit Jatukrama lalu berjalan menuju kamarnya.

Setelah menghabiskan cokelat panas miliknya kini, Amerta sudah masuk ke dalam kamar untuk segera tidur.

Jam menunjukkan pukul 10 malam dan hujan masih turun meski, tidak sederas tadi, Amerta menatap jendela kamarnya yang basah karena hujan, berharap setelah nya ia akan tertidur dengan sendirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"𝐀𝐤𝐚𝐫𝐚"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang