Bab 1 - Arrive in France

288 18 0
                                    

[Anda telah diterima untuk bekerja di perusahaan A&A. Kami menunggu anda bergabung pada tanggal 16 Juni 2023. Tiket pesawat dan tempat tinggal kami sediakan. Jika bersedia, balas pesan ini agar kami dapat melanjutkan tindakan.]

"Astaga..." gumam Adele kaget ketika membaca pesan email tersebut. Dia langsung bersorak kegirangan di depan komputer. Sampai-sampai suaranya menarik perhatian orang di luar yang membuka pintu kamar.

"Adele, kenapa kau berteriak?" Ibunya datang dengan penasaran.

"Mom! Aku dapat pekerjaan! Akhirnya aku dapat pekerjaan!" Adele belum lama ini lulus kuliah dan dia telah melamar pekerjaan ke banyak perusahaan, namun selalu ditolak. Kecuali yang ini.

"Wah! Selamat Adele! Di mana kau dapat pekerjaan?" tanya ibunya turut senang.

"Ini..." Adele membaca lagi tulisan di email itu. "Perusahaan A&A adalah perusahaan di bidang fashion dan pusatnya berada di Prancis, mom!" kagetnya begitu membaca detail alamat yang tertera.

"Kau... Kenapa melamar pekerjaan di tempat yang jauh?" Ibunya tampak khawatir.

"Aku tidak tahu. Aku hanya asal melamar pekerjaan. Tapi yang terpenting aku diterima bekerja. Mom, aku harus bersiap-siap untuk berangkat malam ini ke bandara." Adele terlihat sangat antusias, membuat ibunya tidak tega untuk melarangnya pergi jauh ke luar negeri.

"Ada keributan apa ini?" Ayah baru masuk dan bergabung bersama mereka di dalam.

"Puteri tersayang kita dapat pekerjaan di luar negeri untuk pertama kalinya," kata wanita itu dengan lembut.

"Apa? Wah bagus, Adele!!! Kita harus merayakannya! Kapan kau akan berangkat?" Ayah sangat senang dan ceria, berbeda dengan ibu yang merasa cemas.

"Apa kau menyetujuinya pergi ke luar negeri sendirian?" tanya wanita itu mencoba protes dengan halus.

"Kenapa tidak? Dia bisa belajar hidup mandiri di sana," ujar ayah.

"Aku akan berangkat malam ini, ayah. Jadi kita tunda saja pestanya. Aku ingin mengemasi barang-barangku."

"Apa? Secepat ini?" Agak kecewa, tapi ayah tidak menahannya pergi. "Baiklah, apa saja yang kau butuhkan untuk dibawa? Mungkin kita perlu membeli sesuatu."

***

Adele tiba di bandara internasional Prancis saat pagi hari. Senyumnya mengembang sempurna menatap keramaian bandara, kemudian menghirup napas dalam-dalam seolah-olah merasakan udara Prancis untuk pertama kali.

"Prancis, aku datang!" Dengan penuh semangat, dia melangkah maju. Ini adalah hari pertamanya menginjakkan kaki di negara orang.

Dia menyetop taksi, memberitahukan alamat tujuan, mobil melaju dengan tenang di jalan raya kota Paris. Tatapan mata Adele berbinar-binar memandang antusias jalanan kota yang ramai dan baru baginya. Persis seperti orang udik. Walau dia sendiri datang dari negara maju.

Suasana keramaian kota perlahan berubah sepi begitu taksi memasuki jalanan yang lebih sempit. Gedung-gedung bangunan sudah jarang terlihat di sekitar. Hanya ada bangunan rumah biasa bergaya khas Eropa dengan fasad batu. Lalu taksi berhenti di depan gerbang rumah.

Adele turun dan berdiri bersama kopernya, sementara taksi berlalu pergi.

Dia menekan bel, dan suara wanita terdengar. Wanita itu menanyakan namanya.

"Adele Maxmillian," jawab Adele di intercom.

Tiba-tiba, gerbang besi tua terbuka dengan gemerincing yang rendah, seolah-olah mengundang Adele masuk ke dalam. Dengan ragu, dia melangkah maju, menginjak tanah yang terawat rapi di sepanjang jalan setapak yang melintasi halaman luas. Di kanan kiri, berbagai macam bunga-bunga indah bermekaran dengan warna-warni yang menakjubkan, sementara rerumputan hijau terawat dengan cermat menghiasi landscape yang alami.

Dan di ujung jalan setapak itu, menjulang megah di antara pepohonan tua dan rerumputan yang lebat, terdapat sebuah rumah mewah bergaya mansion yang mencerminkan kemewahan khas old money. Bangunan besar ini memancarkan aura keanggunan yang tak terbantahkan, dengan arsitektur yang klasik dan detail-detail ornamental yang rumit.

Fasadnya terdiri dari batu bata merah yang kokoh, dihiasi dengan kolom-kolom marmer putih yang menghiasi pintu masuk utama. Jendela-jendela besar dengan kusen kayu gelap dan kaca patri menambah pesona nostalgis rumah ini. Atap bergaya mansard yang curam dengan kisi-kisi atap logam memberikan kesan kokoh dan elegan.

Tak ada sentuhan modern yang sedang tren di zaman sekarang, rumah ini tetap mempertahankan keaslian dan keindahan klasiknya. Halaman luas di sekelilingnya menyediakan ruang untuk taman yang indah dan pemandangan yang menakjubkan, menciptakan suasana yang damai dan eksklusif di tengah gemerlapnya kota modern di luar sana.

Tepat di depan pintu yang megah, seorang wanita berpakaian ala pelayan dengan seragam yang rapi menyambut kedatangan Adele dengan senyuman hangat.

"Selamat datang, nona Adele. Kami sudah menunggumu. Mari, ikuti saya."

Dengan anggun, wanita itu mengantarkan Adele melalui lorong-lorong yang elegan dan tangga marmernya yang indah menuju ruangan di lantai dua. Sementara kopernya dibawa oleh pelayan pria ke dalam ruangan.

Sesampainya di depan pintu kayu mahoni yang mengkilap, wanita pelayan itu memberitahukan kedatangan Adele dengan lembut. Lalu dengan gerakan halus, dia membuka pintu dan mempersilahkan Adele untuk masuk.

Mata Adele langsung memindai ruangan yang bernuansa gelap dengan dominasi warna hitam dan merah yang mewah. Di tengah ruangan itu, dia melihat seorang pria dengan punggung tegap berdiri menghadap ke jendela yang besar.

Saat pria itu memutar badannya, Adele terbelalak kaget. Wajahnya pucat dan matanya melebar, kakinya terasa lemas seketika.

"Tidak mungkin..." gumam Adele, merasa tidak percaya.

Tinggi besar dengan tubuh yang kokoh, pria itu mengenakan kemeja hitam yang pas di tubuhnya yang berotot, kontras dengan warna kulitnya yang putih, dan celana hitam yang terlipat rapi di atas sepatu oxford hitam. Bagian lengannya digulung sampai siku, menunjukkan tangannya yang berurat tegas.

Adele tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Wajah yang begitu dikenalnya. Pria yang paling dihindarinya selama sepuluh tahun terakhir.

Pria itu menatapnya dengan tatapan yang mendalam, matanya seperti menyelusuri setiap bagian dari wajah Adele dengan cermat. Seringai tipis melintas di bibirnya, menyiratkan pengetahuan yang dalam akan dampak kedatangan Adele ini padanya.

"Adele," jawab Asher dengan suara rendah, yang tetap tenang meskipun ada getaran seksi yang samar di dalamnya.

Dalam sekejap, memori sepuluh tahun yang lalu membanjiri pikiran Adele. Kejadian tragis yang membuat mereka dipisahkan oleh orang tua. Seseorang yang pernah akrab dalam hidup Adele.

Tapi sekarang, di hadapannya, adalah pria yang tak hanya membangkitkan ketakutan, tetapi juga kenangan yang pernah hancur dalam dirinya.

"Kakak..."

Sepuluh tahun silam, Asher diusir dan dicoret dari kartu keluarga setelah ketahuan hampir memerkosa Adele, adik perempuannya. Sejak hari itu, Asher tidak pernah terlihat di mana pun lagi, dan Adele tidak mau tahu kemana perginya sang kakak. Justru gadis itu berharap kakak laki-lakinya mati di luar sana atau minimal hidup sengsara di jalanan.

Namun, hari ini... Adele melihat dengan mata kepala sendiri. Asher, kakak laki-lakinya yang bejat, ada di depan mata.

***

DALAM SANGKAR OBSESITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang