Healing Incantation

3 1 0
                                    

Ular, lebah, serangga aneh yang terbang dan menggigit, dikejar sepasang bandit, orang aneh.

Ibunya benar, dunia luar memang mengerikan.

Namun mau bagaimana, keinginan Rinnian untuk keluar dari menara lebih kuat, menyaingi segala penghalang yang si puan temui. Toh, ia sudah punya 'penjaga' sekarang. Yang akan memastikan ia baik-baik saja.

Atau begitu yang ia pikir.

Sebelum mereka sempat terjebak dan hampir mati tenggelam, beruntung mereka bisa selamat dari bahaya.

Kini, Luca jadi terlihat takut dan awas denganya. Terlihat dengan Luca yang duduk sejauh tiga meter darinya. Keduanya masih basah kuyup, baru saja lepas dari maut. Yang satu terlihat ngeri, sedangkan yang satunya panik.

"Maaf! Baiklah, aku minta maaf karena tidak memberitahumu dari awal. Baiklah, akan kuberitahu semuanya! Pertama, rambutku ini ajaib. Kedua, itu sebabnya ibuku tidak memperbolehkanku pergi dari menara. Ketiga ...."

"Rambutmu bercahaya!"

"Kan sudah kubilang rambutku ajaib!"

"Sejak kapan kau begini?!"

"Sejak lahir!"

Luca sudah kehilangan kata-kata, ia tak mampu membalas. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya, mulutnya menganga lebar sementara Rinnian di ujung memandanginya panik.

"Ya, baik ... apa pun itu, rambut...mu sudah menyelamatkan kita, jadi aku setidaknya harus mengucapkannya."

Luca kemudian dengan ragu berjalan mendekat, duduk di sebelah Rinnian dan menatapnya kaku.

"Terima kasih."

Rinnian menengadah, matanya mengerjap beberapa kali. Ia kemudian mengangguk, sebelum matanya melirik ke lengan Luca. Nampak keraguan dalam ekspresinya, namun ia memilih untuk nekat.

"Boleh ... boleh kulihat tanganmu?"

Pertanyaan itu sontak mendapat lirikan curiga dari Luca. Namun usai melihat tatapan memelas Rinnian, perlahan ia menurut dan mengulurkan lengannya, tangannya dikepal nampak seperti menyembunyikan sesuatu.

Dengan perlahan, Rinnian ikut mengulurkan tangan, menyentuh tangah yang dikepal itu dengan jemari lembutnya. Membuka kepalan itu perlahan.

Benar, telapak tangannya terluka.

"Umm, Luca?" panggil Rinnian tiba-tiba. Hal itu membuat Luca menatapnya.

"Jangan panik, ya?"

"P-panik? Panik apa maksudnya? Kenapa aku harus panik? Mau apa kau?"

"Rambut bercahaya bukan satu-satunya hal yang ajaib dari rambutku."

Rinnian berkata dengan ragu sembari membalut tangan Luca dengan rambutnya, setelah selesai, ia kembali membantu Luca mengepalkan tangannya. Rinnian kemudian memejamkan mata, menyanyikan sebuah lagu.

Bukan, itu bukan lagu daerah, lagu kerajaan, maupun lagu pengantar tidur mana pun, lagu itu baru pertama kali Luca dengar. Lagu asing yang membuat rambut si puan kembali menyala seperti tadi.

Bersamaan dengan nyayian dan rambutnya yang menyala, dapat Luca rasakan sensasi menyengat dari tangannya perlahan menghilang, hembusan angin yang mengenai lukanya yang terbuka juga mulai menghilang.

Membuat pria itu mengernyit dan melihat Rinnian dengan curiga, lagi. Sungguh, rasanya belakangan ini hanya itu yang Luca lakukan.

Usai menyanyikan lagunya, Rinnian kembali membuka matanya dan melepas ikatan rambutnya dari tangan Luca. Netra keunguan milik sang wira terbelalak hebat, mulutnya menganga lebar dan ia mengangkat tangannya yang bergetar.

"Tolong jangan teriak ...!"

Sebelum sempat melakukan apa pun, Rinnian sudah kembali memperingatinya.

Membuat Luca menahan posisinya, masih dengan mulut terganga dan tangah nyang diangkat.

Berusaha menenangkan diri, Luca pun menanyakan hal lain, "Bagaimana bisa? Sebenarnya kau ini apa?"

"Manusia? Sudah kubilang ini rumit, kan? Aku juga tidak tahu, yang kutahu hanya aku lahir dengan keadaan begini, dan karena kondisiku yang seperti ini, ibu melarangku untuk keluar. Ini ...."

Rinnian kemudian menyibakkan rambutnya, memperlihatkan rambut pendek yang sudah dipotong, surai itu memiliki warna yang jauh beda dengan sisanya. Hitam pekat.

"Ketika dipotong, efek ajaib dari rambutnya menghilang dan rambutku akan jadi begini."

Rinnian menghela napas dan kembali menyembunyikan rambut hitamnya, ia kemudian menoleh kepada Luca. Tersenyum simpul.

"Ya, kurasa itu semuanya. AKu tidak punya rahasia lagi."

Ia menaikkan kedua bahunya, sebelum mendekat perlahan dan menopang kepalanya dengan kedua tangan, sikunya ia istirahatkan ke pahanya sementara matanya menatap Luca.

"Sudah kuceritakan semuanya, sekarang giliranmu."

Mendengarnya membuat Luca mengernyit, untuk yang kesekian kali. Ia menoleh pada si puan.

"Sejak kapan ini jadi sebuah kesepakatan untuk saling membuka rahasia?"

"Oh ayo lah, kita sudah selamat dari maut, setidaknya bersenang-senanglah sedikit."

Rinnian memutar bola mata sembari tertawa renyah, yang dibalas dengan dengusan tertawa oleh Luca.

Oh, ya, berbincang dengan orang yang baru saja kau 'culik' dan 'paksa' untuk menemani ke festival kerajaan? Ya, tidak apa juga sih, toh mereka masih punya waktu sehari sampai festival lentera dimulai.

Tidak ada salahnya beristirahat semalam. Berbincang dan mengenal satu sama lain, di waktu pertemuan mereka yang singkat ini. Kan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Summer Breeze ✣ Luca Kaneshiro x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang