Part 1

1.4K 19 0
                                    

Gadis yang sedang terbaring di atas ranjang itu sedang sakit. Sedangkan laki-laki yang duduk di tepi ranjang adalah kekasihnya. Laki-laki itu merawatnya tanpa henti sedari kemarin. Membelikan obat, mengompres, bahkan sampai menyuapinya juga. Sang gadis sudah menyuruh kekasihnya untuk pulang saja karena dia bisa mengatasinya sendiri, tapi laki-laki itu terus menolak.

"Kamu pulang aja, Sayang."

"Nggak. Aku disini aja. Kalo kamu hampir pingsan lagi kayak tadi, gimana?"

"Nggak, 'kok. Aku udah mendingan ini."

"Yaudah aku pulang setelah kamu minum obat ya?"

Begitulah percakapan dua orang itu sedari kemarin. Sang lelaki selalu bilang akan pulang setelah gadis itu meminum obat tapi setelah bangun tidur dari efek obat, sang gadis selalu menemukan kekasihnya masih duduk bersimpuh di tepi ranjang menggenggam tangannya.

Gadis itu adalah Yessica Tamara. Seorang member idol grup yang sedang naik daun karena kecantikan dan sifat polosnya. Semua itu benar adanya. Yessica yang mempunyai darah batak, mata bulat berwarna coklat ditambah senyumnya yang sangat unik membuat Chika jadi beda dari gadis lain.

Sedangkan sang laki-laki yang beruntung bisa mendapatkan gadis itu bernama Rangga Adi. Dia seorang mahasiswa tingkat akhir dari keluarga yang sangat berada. Wajahnya memang tampan, wajar saja dia bisa menggaet Yessica atau yang biasa dipanggil Chika.

***

Chika mulai membuka matanya perlahan setelah terbangun dari tidur siang. Mata itu mengerjap dengan pelan sambil mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer. Belum sadar sepenuhnya, dia merasakan tangannya digenggam seseorang. Sorot mata itu berpindah dari menatap langit-langit kamar menjadi melihat laki-laki yang tidur bersimpuh di sebelah kasurnya.

"Sayang..." panggilnya pelan sambil mengusap pucuk kepala Rangga. "Kamu katanya mau pulang setelah aku minum obat?"

Tidur Rangga jadi terusik. Dia perlahan mengangkat kepalanya lalu tersenyum dengan kesadaran yang belum terkumpul, dia menatap gadisnya. "Hmm? Aku jadi ketiduran juga, Chika," katanya.

"Ihhhh. Pulang aja. Aku udah nggak papa, 'kok."

"Makan dulu ya? Abis makan aku pulang deh."

Rangga bangkit lalu mengambil nasi bungkus yang tadi sempat dipesan lewat aplikasi online. Dia mulai menyuapi Chika dengan perlahan sambil mengajaknya berbincang ringan. Tapi baru dua kali suapan, hp Chika berbunyi. Rangga mengambil hp itu dan sedikit mengerutkan dahinya karena nomor itu tak dikenal.

"Ini telepon dari siapa?"

"Nggak tau. Aku angkat aja coba."

Chika mengangkat telepon itu dan menjawab apa yang orang di seberang sana tanyakan. Suara telepon itu nyaring hingga Rangga sendiri bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Aku positif," ucap Chika dengan nada lemah setelah menutup telepon itu.

"Iya aku denger. Suara teleponnya nyaring."

"Terus kamu gimana? Kamu juga harus tes."

"Nggak usah. Aku tinggal nemenin kamu isoman aja sampai sembuh. Lagian pakaianku juga masih banyak di lemarimu kan?"

Telepon tadi ternyata dari puskesmas tempat Chika melakukan swab test. Yap, Chika ternyata positif Cvd-19. Sebenarnya dia sudah merasa kalau sakit yang dideritanya tiga hari belakangan ini penyakit itu, tapi untuk memastikannya dia harus swab test. Awalnya Chika menolak tawaran Rangga saat dia berniat untuk merawatnya, tapi laki-laki itu kepalanya seperti batu. Ucapan apapun tak pernah didengarnya.

Tapi bagaimanapun juga, Chika menyukainya.

"Terus ini kita jadinya isoman bareng gini," kata Chika mengusap pucuk kepala Rangga yang masih di atas kasurnya.

ISOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang