001 || Keluarga Cemara||

543 76 2
                                    

Revisi besar-besaran, guys.

Kangen anak-anaknya Pak Arya, nggak?
Wkwkwk.

Kalian kangen siapa?

~

Harum kuah santan dipadukan dengan rempah-rempah bumbu gulai buatan Ibu sungguh menggugah selera. Menu makan malam buatan Ibu kali ini adalah gulai ayam, sambat terasi, dan rebusan daun singkong sebagai lalapan.

Sebentar lagi kuah gulai akan mendidih, dengan segera Ibu menyendok kuah tersebut menggunakan sendok teh guna mencicipi apa yang kurang. "Sudah pas," gumam Ibu ketika rasa asin cenderung gurih menyapa lidah

nya, sungguh nikmat dengan takaran yang pas.

Setelah mendidih dan matang, Ibu memasukan gulai ayam tersebut ke dalam mangkuk kaca berukuran sedang dengan hati-hati karena masih sangat panas. Senyum tipis terbit di wajah Ibu yang sudah tidak muda lagi, tetapi masih terlihat begitu sehat mengerjakan seluruh tugas rumah, bahkan Ibu masih sanggup mengurusi usaha kedai bakso miliknya bersama Bapak.

"Mas Bima sudah selesai susun alat makannya, Nak?" tanya Ibu pada Bima yang sudah berdiri di samping Ibu beberapa menit yang lalu.

Di antara lima anak Kusumawardhana, hanya Bima yang suka membantu Ibu di dapur, bahkan masakan anak itu tidak kalah enak dari masakan Ibu. Kalau kata Ibu, Bima adalah tipe laki-laki idaman para wanita, berhati lembut dan penuh kasih sayang.

Bima mengangguk pelan sambil tersenyum manis. "Sudah, Bu," jawabnya dengan nada suara lembut yang sudah menjadi ciri khasnya.

"Panggil Bapak dan yang lain, ya. Makan malam sudah selesai," perintah Ibu pada Bima.

"Iya, Bu," jawab Bima patuh pada perintah sang ibu.

Sebelum melangkahkan kaki berlalu meninggalkan Ibu, Bima menawarkan bantuan membawa mangkuk gulai untuk dibawa ke meja makan. Lagi dan lagi Ibu tersenyum tipis melihat anak keduanya yang penuh perhatian dan pengertian.

"Terima kasih, Mas." Ibu mengusap lembut wajah tampan anaknya.

Kedua lesung pipi Bima terpampang nyata saat ia tersenyum, terlihat begitu manis. "Sama-sama, Bu."

Makan malam bersama sudah menjadi rutinitas yang kerap dilakukan oleh keluarga Kusumawardhana. Kalau kata Bapak, momen-momen seperti ini akan sulit mereka dapatkan kembali di masa yang akan datang. Maka dari itu, sebisa mungkin mereka menyempatkan diri untuk berkumpul seperti ini.

"Sambal terasi buatan Ibu memang paling nikmat tiada duanya." Sadewa begitu lahap menyantap makanan meski keringat mulai membasahi pelipisnya karena sambal buatan Ibu benar-benar super pedas .

Nafsu makan Sadewa memang yang paling banyak dibandingkan keempat abangnya, mungkin karena anak itu masih dalam masa pertumbuhan. Wajah beserta telinga Sadewa susah terlihat merah menahan pedas. Akan tetapi, anak itu malah tetap menikmati makannya dengan bersemangat.

"Kamu kayak sudah nggak makan berhari-hari saja, Dek," celetuk Arjuna setelah meneguk air dalam gelas hingga tandas karena ia tidak begitu tahan pedas.

Mereka semua hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum tipis. Suasana makan malam kembali senyap karena Bapak kerap menegur anaknya yang suka berbicara saat sedang makan. Adab makan benar-benar dijaga oleh Bapak, agar anak-anak lebih terarah.

Panca Asha [Sedang Direvisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang