Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai menjadi orang yang penuh dengan kekerasan. Tanpa kusadari, orang-orang mulai menjulukiku ‘Combat prodigy’ karena aku selalu memburu orang-orang yang mengganggu kedamaianku di dalam bayangan.
Aku pertama kali terlibat perkelahian saat aku berumur 10 tahun, yang berarti sudah 7 tahun aku berada di dunia penuh kekerasan ini. 7 tahun yang lalu, di sore yang damai, aku melihat seorang gadis seumuranku sedang diganggu oleh beberapa berandal dari sebuah geng di sebuah taman. Mereka terus menendang dan menganiaya gadis itu. Aku merasa tidak nyaman melihat orang yang memiliki kekuatan menindas orang yang lemah. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari dan melindungi gadis itu dari para berandal.
“minggir cil!” ucap salah satu berandal itu sambil memukulku. Aku yang saat itu masih kecil, terpental jatuh ke tanah. Para berandal itu tertawa melihatku terjatuh tak bergerak demi menyelamatkan seorang gadis yang bahkan tidak kukenal. “orang lemah kayak lu sok-sok an nyelamatin orang lain!”, ucap salah satu berandal itu sambil tertawa. Aku hanya bisa terbaring, kesal akan seberapa lemahnya diriku. Mereka melanjutkan untuk menganiaya dan menyiksa si gadis, sedangkan aku hanya bisa melihat dan mengepal tanganku.
Aku sudah mulai menyerah hingga, “Bangkitlah pahlawanku!” teriak gadis itu menggunakan seluruh kekuatannya. Para berandal itu kesal mendengar si gadis berbicara, sehingga mereka menendang dan memukul dia lebih keras. Berbeda dari para berandal itu, aku merasakan kekuatan mengalir di dalam tubuhku setelah mendengar kata-kata yang diucapkan gadis itu, aku dengan cepat mengumpulkan tenagaku dan berdiri. Walau aku merasakan kekuatan mengalir ke dalam diriku, aku tetap tidak gegabah dan merencanakan sesuatu untuk menyelamatkan kita berdua.
Apa yang harus kulakukan? Lawan mereka dari depan? Atau menggunakan taktik cerdik untuk melumpuhkan mereka satu persatu? Tidak, aku tidak cukup kuat untuk melakukan salah satu dari itu.
Akhirnya aku menemukan cara yang mungkin akan berhasil. Walaupun kemungkinannya tidak 100%, aku pikir ini lebih baik daripada tidak sama sekali.Aku langsung melaksanakan rencananya. Aku menonjok salah satu berandal itu, walaupun itu tidak terlalu keras, pukulan itu membuat mereka terkejut dan tidak bisa bereaksi. Aku memanfaatkan momen ini untuk memegang tangan si gadis itu dan kabur. Untungnya para berandal itu tidak mengejar kita.
Kita berhenti di salah satu jalan utama dan duduk di depan suatu toko. Si gadis itu terlihat gelisah dan ingin bicara. “Anu, Terima-” saat dia sudah ingin mengungkapkannya, dia terpotong oleh panggilan Ibunya. “Ryo**! Kamu gapapa kan?” ibunya langsung memeluk dan mengkhawatirkan gadis itu. Sepertinya ibu gadis itu tidak menyadari keberadaanku, jadi aku langsung pulang saja kerumah.
Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu atau mendengar kabar dari gadis itu lagi. Namun anggota berandal itu sepertinya memilki dendam dan mengincarku. Akhirnya mau tidak mau, aku harus bertahan hidup dengan cara mengalahkan mereka dan menjadi lebih kuat.
Dan sekarang lihat aku, berada di puncak dari para berandal itu. Walaupun aku tidak termasuk didalam organisasi geng manapun, tidak ada yang berani macam-macam lagi denganku di kota ini. Akhirnya aku mulai memburu geng yang tidak aku sukai dan melakukan hal yang merugikan. Aku dianggap seperti pahlawan di kota ini. Walaupun begitu, aku merasa bosan sekali.
Sampai suatu hari, setelah aku mengalahkan salah satu geng yang bermasalah, aku mendapat telepon dari pihak Rumah sakit dimana ibuku dirawat. Ibuku telah menderita kanker untuk beberapa tahun. Aku dapat biaya gratis dari para peduduk yang menghormati keberadaanku, jadi aku sangat terbantu dalam hal finansial. Tetapi, belakangan ini, kondisi ibuku memburuk, jadi saat kulihat nama panggilan itu, aku sudah merasa tidak enak.
Aku mengangkat telepon itu dan terkejut. Pihak rumah sakit mengabariku bahwa ibuku sudah tidak ada di dunia ini lagi. Aku langsung jatuh lemas. Aku tidak dapat berdiri, aku terdiam di markas geng yang baru saja kukalahkan. Aku menangis dengan keras saat itu sendirian.
Setelah beberapa saat, aku berhasil menenangkan diri dan akhirnya memberanikan diri untuk datang ke rumah sakit. Sesampainya aku disana, aku sudah melihat ibuku tertutup kain tak bergerak. Aku merasa air mataku ingin keluar lagi hingga aku menyadari secarik kertas disamping ibuku.
Fokusku langsung berubah ke kertas itu. Aku mengambil kertas itu dan mengecek kertas itu. Aku awalnya ragu, tetapi aku mengumpulkan keberanianku dan membukanya.
“Ibu tahu kamu sekarang sudah menjadi anak yang kuat, tetapi ibu tetap saja khawatir. Ibu sejujurnya tidak suka melihatmu terluka setiap pulang kerumah. Tetapi, ibu juga tahu kalau orang-orang di kota ini membutuhkanmu. Di saat kamu membaca ini, mungkin ibu sudah tidak ada lagi didunia ini. Ibu meminta maaf tidak bisa menemanimu hingga tua, ibu mempercayakan bibimu untuk merawatmu mulai sekarang. Maafkan ibu ya nak.”
Aku tidak bisa menahan air mataku lagi setelah membaca surat yang ditinggalkan ibuku. Aku menangis semalaman di ruangan itu hingga para suster dan dokter mulai khawatir dengan keadaanku. Aku menangis hingga tertidur di ruangan itu.
Beberapa hari kemudian, aku berada di pemakaman ibuku. Tidak ada satupun keluargaku yang datang. Om, bibi, kakek, nenek, bahkan sepupu ku pun tidak ada yang datang. Tetapi, acara itu sangat penuh, karena penduduk kota ini ikut meratapi bersamaku.
Setelah acara pemakaman selesai, aku langsung pulang ke rumah untuk bersiap pergi ke rumah bibiku yang berada di kota lain. Aku melihat kembali rumahku dan ibuku. Memang tidak banyak barang yang kami miliki, tetapi memorinya sangat nostalgia.
Aku bersiap-siap hingga malam hari. Aku kembali ke kamarku untuk tidur di rumah ini untuk terakhir kalinya. Aku meletakkan badanku di kasur kecilku untuk terakhir kalinya. Aku bernostalgia sekali lagi sambil menatap langit-langit hingga aku tertidur.
Keesokan paginya, aku langsung bersiap untuk pergi. Saat aku sampai di stasiun kereta, aku terkejut melihat para penduduk kota ini berkumpul untuk bertemu denganku untuk terakhir kalinya di kota ini.
Saat mereka melihat kedatanganku ke stasiun itu, mereka langsung menyapaku dan memberikan kata -kata terakhir mereka. “selamat jalan Ryota, maafkan kami tidak bisa membantumu lebih dari ini.” Ucap salah saatu penduduk kota.
“gapapa pak.. makasih untuk beberapa tahun ini.” Jawabku dengan senyum.
Tiba-tiba ada anak kecil menabrakku dan dia tersenyum. “selamat jalan ya pahlawanku!”.
Hatiku langsung terasa hangat mendengar kata-kata dari anak kecil itu. “kamu juga hati-hati ya.” Aku jawab kepada anak kecil itu.
Setelah mengobrol dengan penduduk lain untuk beberapa saat, akhirnya waktuku untuk pergi sudah datang. Aku masuk kedalam keretaku dan melihat ke jendela untuk melihat para penduduk melambaikan tangan mereka menyambutku pergi.
Beberapa saat setelah berangkat, aku tertidur. Dan aku terbangun saat kereta sudah sampai di kota bibiku tinggal.
Aku keluar dari kereta untuk melihat kota dan pemandangan yang baru ini. “hah... inilah tempat tinggalku sekarang.” Aku berbicara kepada diriku sendiri. Setelah aku menyesuaikan diriku sejenak, aku langsung pergi kerumah bibiku.
Akhirnya aku sampai dirumah bibiku, hari sudah malam. Aku mencoba untuk mengetuk pintu rumah itu. “halo? Ini Ryota.” Pintu itu langsung terbuka lebar dan terdengar suara memanggilku. “RYOTAAAAAAAA!!” bibiku teriak sambil memelukku.
“kamu gapapa kan? Kalau capek tidur aja. Kalau laper makan dulu yuk, bibi dah masakin!” bibiku terlihat antusias.
Aku sedikit terganggu dengan kelakuannya yang cerewet dan langsung masuk kedalam rumah untuk membereskan barang-barangku.
“ah Ryota mah ga seru di isenginnya”
Setelah bibiku menjahiliku, dia menunjukkan kamarku yang akan kutinggali sekarang. Aku membereskan barang-barangku dan turun kebawah untuk makan bersama dengan bibiku. Dia sudah menunggu diam sendiri di meja makan.
Untuk latar belakangnya. Bibiku bernama Riko nakamura. Dia tidak punya suami atau pacar. Saat dia muda, dia terlalu fokus dengan kerjanya jadi dia tidak memiliki waktu untuk mencari pasangan. Yah itu bukan masalahku, jadi aku langsung duduk di depannya untuk makan bersama.
Setelah makan, aku membantu bibiku untuk mencuci piring yang kami pakai. Setelah itu, kami kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Besok adalah hari yang besar bagiku, karena besok adalah hari pertama di sekolah baruku. Jadi, saat aku sampai di kamar baruku, aku cepat terlelap agar besok tidak kelelahan.
Pagi akhirnya datang. Aku bangun dan melihat jam dan jam menunjukkan pukul 8 pagi. “SIAL UDAH TELAT!” Aku berburu-buru untuk bersiap dan langsung berlari ke sekolah.
Saat aku tiba didepan sekolah, aku kaget melihat ukuran dari sekolah itu. “GEDE BANGET ANJIR” aku mengatakan itu sambil sedikit berteriak. Setelah sedikit tenang, aku masuk kedalam sekolah dan bersiap untuk sekolah dengan normal seperti anak biasa. Atau itulah yang kukira...
KAMU SEDANG MEMBACA
Resilient bonds
RomanceTentang seorang murid bernama Ryota yang sudah biasa dijuluki sebagai sang petarung jalanan yang terkuat didaerahnya. Tetapi sesuatu yang tidak terduga terjadi yag meghruskan Ryota untuk pindah ke tempat lain. Bagaimanakah kehidupannya di tempat bar...