Pagi hari yang sangat menyejukkan, Nabil sudah berkutat di dapur mini apartemennya, dia sedang membuatkan bekal untuk putri kecilnya.
Dia sudah berkutat sejak pagi buta karena si kecil menginginkan makanan yang benar-benar harus memerlukan waktu yang lama untuk memasaknya. Nabil menatap sup yang dia buat, dia tersenyum kecil.
Ingatannya jatuh pada bertahun-tahun silam. Jatuh pada sang sahabat yang sudah dianggapnya sebagai saudara sendiri, orang yang menemani segala kejadian di hidupnya. Dan sup adalah makanan kesukaan sang sahabat, hal itu menurun pada Oriana anak 'mereka' yah. Agaknya kini ingatannya justru jatuh pada kejadian 5 tahun lalu di klinik persalinan.
Nabil berlari kencang dan sekuat tenaga di trotoar jalan menuju ke sebuah klinik setelah mendapatkan kabar dari ibu panti, orang yang mengurus mereka. Ibu Duri namanya.
Ibu Duri mengabarkan jika Salsha 'orang yang sudah menjadi sahabat Nabil sekaligus saudara Nabil' mengalami pendarahan hebat karena terjatuh di dapur panti. Nafas Nabil tersengal-sengal saat kakinya berhasil membawanya berdiri di depan klinik itu.
Dia kembali berlari kecil masuk menuju resepsionis
"Mbak, pasien atas nama Salsha dimana ya?" Tanyanya dengan nafas belum beraturan
"Anda keluarga pasien?"
"Saya adiknya" meskipun dibenaknya banyak sekali luka yang belum sempat mengering tapi Nabil selalu bisa menyebutkan dirinya sebagai adik Salsha dengan spontan
"Oh baik, atas nama Bu Salsha. Sedang dalam penanganan dokter di UGD, Bu. Ibu bisa lewat lorong samping ini nanti belok kanan saja, UGD nya di sana"Nabil segera mengangguk dan berjalan lebih cepat sesuai dengan instruksi dari suster yang jaga meja resepsionis.
Benar
Di sana ada ibu Duri yang sedang bolak balik dengan wajah cemas."
Bu" sapaan Nabil berhasil membuat Bu Duri menghela nafas lega
"Ya ampun, Nabil"
"Salsha gimana Bu?"
"Belum keluar ruang operasi" Nabil berjalan lebih dekat ke arah Bu Duri.
Nabil memeluk tubuh cemas itu, maklum saja. Baik Nabil dan Salsha adalah penghuni panti angkatan pertama. Yang menjadi alasa untuk ibu Duri membuat sebuah rumah untuk anak-anak malang.
"Semua bakal baik-baik aja kan, Bu?" Nabil tak bisa membendung kekhawatirannya
Dia ingin menghibur Bu Duri tapi dirinya juga tak menyembunyikannya.
"Pasti, nak. Kakak mu kuat"
Keduanya duduk di kursi tunggu dengan saling berpelukan, rasa khawatir mereka lebih mendominasi jadi tak ada pembicaraan antara keduanya.
Satu jam setengah berlalu, dokter keluar dari dalam ruang UGD.
"Keluarga pasien?"
"Kita dok" Bu Duri dan Nabil tentu saja sudah berdiri di hadapan dokter wanita itu
"Tak banyak yang bisa kami sampaikan Bu, kabar baiknya bayi nya lahir dengan selama tanpa cacat sedikitpun. Tapi kami juga sedang mengupayakan kondisi Bu Salsha"
"Ada apa dengan kakak saya dok?" Nabil menyela penjelasan dari dokter, karena terlalu khawatir dengan keadaan Salsha didalam sana.
Nabil berharap dia bisa diperbolehkan untuk masuk dan memberikan semangat secara langsung, tapi apa boleh buat. Dia harus menahan diri, lagipun dia belum cukup yakin untuk kuat melihat Salsha didalam sana
"Pendarahan hebat Bu Salsha membuat kesadarannya semakin menurun. Tapi Bu Salsha tidak berhenti memanggil nama, Nabil. Kalau boleh saya sarankan, bisakah keluarga mendatangkan saudara Nabil." Dokter kembali menjelaskan bagaimana Salsha
Nabil langsung tertegun. "Saya Nabil, dok" mulutnya terbata.
"Baik, kalau begitu boleh ikut masuk untuk menyemangati pasien" Nabil mengangguk dan mulai mengikuti langkah dokter.
Di ruangan berbau obat yang menyengat, Nabil menatap tubuh Salsha yang terbaring tersenyum kecil kearahnya. Nabil berjalan pelan, dia takut menyenggol benda-benda yang ada di dalam sini, takut memperburuk keadaan."Sa?" Panggilnya
"Hai, Bil. Apa kabar?" Kalimat lirih itu membuat mata Nabil langsung mengengembun
"Baik, kamu haru kuat ya" Salsha tak menjawab, dia menggeleng pelan.
"Oriana, kasih dia nama Oriana ya. Aku udah siapin nama itu dari lama" Nabil mengangguk cepat, dia memegang sisian wajah Salsha.
"Kita rawat dia sama-sama nanti, ya. Aku sama kamu, jadi kamu harus kuat" sambil menahan tangisnya dia berusaha menguatkan Salsha.
"Bil, dia anak Lamuel. Aku minta maaf, aku benar-benar dosa banget sama kamu." Pengakuan yang jelas-jelas melukai hati Nabil
"Itu pikir nanti ya, kamu harus kuat"
Sebetulnya hal ini sudah Nabil tebak sedari mendengar bahwa Salsha tengah mengandung. Tapi mendengar secara langsung tentu saja membuat hatinya semakin membiru.
"Aku titip Oriana ya, aku tau aku ini memang beban semua orang. Tapi aku mohon jaga Oriana untuk aku. Pakai semua uang tabungan ku untuk rawat dan besarkan dia. Berikan semua surat yang aku tulis setiap ulang tahunnya. Rawat seperti anak mu sendiri, aku mohon. Berjanjilah untuk itu dan kata maaf pun rasanya tak cukup buat semua kesalah ku" Salsha meneteskan air matanya
Nabil yang melihat hal itu langsung memalingkan wajahnya, dia sudah tak sanggup untuk berkata-kata lagi. Air matanya juga sudah merembes keluar
"Kenapa gak kamu yang rawat dia?" Kesal Nabil. "Memang kamu mau kemana, kamu gak boleh kemana-mana Salsha" Nabil kembali menatap Salsha kali ini wajahnya serius tak ingin di bantah walaupun air matanya masih keluar
"Karena waktu ku sudah hampir habis, aku sayang sekali padamu Nabil. Kamu adikku, adikku satu-satunya walaupun kita tak lahir dari rahim yang sama. Aku benar-benar menyayangi mu. Maaf, maaf sudah hancurkan segalanya. Maaf untuk kisah cinta mu dengan Lamuel. Aku harap kamu bisa memaafkan aku dengan sepenuh hati mu. Aku harus pergi"
Setelah kalimat panjang itu justru yang terdengar hanyalah bunyi alat medis penanda detak jantung. Disusul dengan suara panik para anggota medis dan suara jeritan Nabil.
Dan yah, Yang tersisa hari itu hanyalah Nabil yang meraung-raung di pemakaman, di temani hujan yang mengalir dengan derasnya.
Hari itu justru menjadi hari baru untuknya, status baru dan segala hal yang seharusnya bisa di cegah justru tak bisa dia cegah.
__
Happy reading...
KAMU SEDANG MEMBACA
JANJI
General FictionNabil dihadapkan pada tanggung jawab besar saat sahabatnya yang sekarat memintanya merawat Oriana, anak hasil perselingkuhan dengan Lamuel, mantan kekasihnya. Terdampar antara cinta tanpa syarat dan pengkhianatan, Nabil berjuang menjaga janji sambi...