Seminggu setelah perdebatan pagi itu, Junghwan mulai merasakan keanehan dengan sikap Doyoung yang mulai berubah. Ia sudah menjelaskan semua atas keresahan yang Doyoung rasakan itu di hari yang sama.
Bahkan ia rela membawa pekerjaannya ke rumah, hanya demi menjelaskan semuanya kepada Doyoung.
Junghwan merasa Doyoung paham dengan kesibukannya, ia juga bisa melihat Doyoung menerima semua penjelasannya saat itu. Ia pikir sudah tidak ada lagi hal yang harus dibesarkan karena semuanya telah selesai.
Namun, nyatanya tidak seperti itu. Doyoung semakin terlihat menjauh darinya. Apa ini hanya perasaannya saja? Atau sebenarnya penjelasan Junghwan tidak diterima?
Apa mungkin Doyoung hanya mengiakan penjelasannya, agar masalah mereka tidak semakin larut?
Junghwan menghela napas pelan memikirkan itu. Sampai pandangannya teralih pada Doyoung yang tampak tergesa-gesa sembari membawa laptop yang belum sepenuhnya masuk ke dalam tas.
Ia menatap Doyoung yang tampak mengambil roti tawar di atas meja, kemudian mengolesnya secara asal. Kening Junghwan mengernyit, bahkan dia yang biasanya akan membuat sarapan, sudah tiga harian ini tidak lagi melakukannya.
Alasan yang laki-laki itu katakan selalu sama, Doyoung memiliki deadline naskah yang belum selesai.
"Junghwan, maaf aku nggak bisa bikinin sarapan buat kamu lagi," ucap Doyoung tanpa menoleh sama sekali pada Junghwan. Netra bulat Doyoung tertuju pada ponsel yang ada digenggamannya sembari memakan rotinya. Seolah, hal yang ada dibalik layar itu sangat penting.
"Hari ini pemred aku resmi diganti, dan beliau minta tim untuk datang," lanjutnya lagi.
Kaki kecilnya ia langkahkan mendekati Junghwan setelah roti yang dimakannya sudah habis, lalu mengecup singkat pipi sang suami. "Tapi kamu tenang aja, kemarin aku udah belanja buat makan kamu. Kayaknya besok-besok aku nggak bisa masak, karena ...."
"Deadline kamu belum selesai?" potong Junghwan cepat. Seolah tahu dengan kalimat yang akan diucapkan oleh Doyoung.
Doyoung meringis mendengar suara Junghwan yang terkesan bosan. "Maaf," ucap Doyoung dengan perasaan bersalah. "Janji, kalau kerjaan aku udah selesai, kita bisa sarapan sama makan malam bareng lagi."
Junghwan terkekeh pelan. Mengusap rambut Doyoung dengan lembut. "It's okay. Aku masih bisa makan di luar."
Doyoung tersenyum kecil, memundurkan tubuhnya untuk segera beranjak dari dapur. Namun, belum sempat ia melangkah, lengannya ditahan oleh Junghwan.
"Aku antar mau?" tanya Junghwan.
Doyoung menggeleng pelan. "Nggak usah, nanti muternya jauh. Arah kantor kamu sama stasiun, kan, berlawanan, aku nggak mau bikin kamu telat," jawab Doyoung. "Udah, nggak apa-apa. Aku udah pesan ojek online, ini tinggal dikit lagi nyampe," ucapnya seraya menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan aplikasi ojek tersebut.
Junghwan tersenyum kecil. "Okay, kalau gitu hati-hati di jalan."
Sepeninggalannya Doyoung, Junghwan hanya bisa melihat meja makan yang kini tampak sepi. Tak ada makanan yang biasa Doyoung masak, tapi hanya ada selai cokelat dan stroberi di atas meja, juga roti tawar.
Apa mungkin, hari-harinya akan seperti ini?
Tak ingin memikirkan hal yang membuat mood-nya rusak, Junghwan lantas meraih roti di atas meja dan mulai melapisi roti itu dengan selai cokelat. Menikmati sarapan seorang diri sebelum ia memulai aktivitas.
***
Sepanjang jalan menuju kantor, Doyoung terus menggerutu sembari melirik arlojinya yang sudah menunjukan pukul 09.30 pagi. Salahkan pada jalanan hari ini yang entah mengapa sangat macet sekali, padahal biasanya tidak sampai separah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still You [Hwanbby]
FanfictionJunghwan merasakan perubahan sikap Doyoung akhir-akhir ini. Sampai akhirnya ia sadar, perubahan itu membawa pada hubungannya yang terancam hancur. Lantas, apakah Junghwan mampu mempertahankan hubungannya? ••• Story BXB! Junghwan x Doyoung