Pembukaan

1 0 0
                                    

Elaria adalah gadis yang terlahir dengan kecantikan yang menakutkan, sebuah keindahan yang menembus batas-batas duniawi. Bibirnya tipis dan sempurna, kulitnya lembut dan cerah, sementara bulu mata hitamnya lentik dan rambutnya yang tebal mengalir sangat indah. Namun, yang paling mencolok dari pesonanya adalah matanya, mata yang indah dan dalam, yang dipercaya sebagai simbol dari "Calon Istri Dewa."

Di era di mana sebagian besar orang meragukan keberadaan dewa, di sebuah desa terpencil, masih ada keyakinan yang mengakar kuat. Desa ini hidup dalam keheningan dan ketertinggalan, menyembah dewa-dewa kuno yang dianggap sudah lama mati oleh dunia luar. Mereka menutup diri dari masyarakat, terjebak dalam kebiasaan masa lalu yang gelap dan penuh misteri.

Sejak usia sembilan tahun, Elaria telah diangkat menjadi dewi. Ritual aneh dan menakutkan dilaksanakan untuk menandai perubahan takdirnya. Saat hari itu tiba, Elaria dikenakan pakaian adat desa yang megah dan misterius, membuatnya tampak seperti makhluk dari dunia lain.

Diiringi oleh kerumunan masyarakat yang memuja, Elaria dibawa menuju kuil, tempat di mana mereka berdoa dan menyembah. Di dalam kuil, dia dihadapkan pada singgasana megah yang dianggap sebagai kursi para dewi yang telah berlalu. Setiap kali seorang dewi baru lahir, kursi ini menjadi miliknya, menggantikan yang sebelumnya.

Elaria duduk di kursi tersebut, merasa berat dan tidak nyaman dalam posisi itu. Semua orang menundukkan kepala, menyembahnya dengan kesungguhan yang menakutkan. Bahkan orang tuanya, yang selalu dicintainya, menciumi kaki gadis itu dengan rasa hormat yang mendalam.

Di desa tersebut, terdapat beberapa tetua dan pengikut setia dewa yang memimpin jalannya ritual hingga selesai. Mereka berdiri di sekeliling Elaria, mengarahkan prosesi dengan tatapan yang penuh keagungan dan keseriusan. Namun, upacara tidak berhenti di situ saja.

Dengan langkah lambat dan penuh khidmat, salah satu tetua maju. Di hadapan kerumunan yang menyaksikan dengan penuh kekaguman, ia membungkuk untuk membasuh kaki Elaria dengan air suci. Setiap gerakan tetua itu dipenuhi dengan ritual dan keheningan yang menegangkan.

Ketika selesai, tetua tersebut berdiri tegak dan, dengan suara yang penuh kepercayaan diri dan kesakralan, mengumumkan, "Dewi Elaria sekarang telah resmi menjadi tunangan Dewa. Dengan demikian, dia tidak hanya menjadi perwujudan dari keindahan dan kesucian, tetapi juga simbol dari persatuan yang abadi dengan sang dewa."

Kata-kata itu menggema di dalam kuil, menambah aura misteri dan ketegangan yang menyelimuti Elaria. Semua orang bersujud dan memujanya, memperlihatkan penghormatan yang mendalam.

Tetua yang membasuh kaki Elaria kemudian mengumumkan dengan suara penuh otoritas, "Sang Dewi tidak pantas untuk tinggal di rumah manusia biasa. Dia harus tinggal di kuil, untuk mempelajari sikap dan menghafal semua yang telah dipelajari oleh dewi-dewi sebelumnya."

Pengumuman tersebut membuat Elaria merasakan beban yang semakin berat di hatinya. Dia ingin meminta tolong pada orang tuanya, mencari dukungan dan penghiburan dalam situasi yang menegangkan ini. Namun, ketika dia menoleh ke arah mereka, dia melihat mereka sangat bahagia hingga menangis terharu. Ekspresi mereka menunjukkan kepuasan dan kebanggaan yang mendalam, seolah-olah mereka tidak bisa lebih bahagia melihat putri mereka memenuhi takdir yang dianggap suci.

Rasa kesepian dan ketidakberdayaan merayapi Elaria saat dia menyadari bahwa dia harus menghadapi nasib barunya sendirian, terperangkap dalam lingkungan yang penuh dengan keagungan dan misteri, jauh dari kasih sayang dan kenyamanan rumahnya yang lama.

Hari telah berlalu, dan sore menjelang ketika Elaria dipimpin oleh wanita-wanita pengikut setia kuil melewati lorong panjang menuju sebuah ruangan yang terpisah. Ketika mereka tiba di depan pintu besar yang istimewa, Elaria berhenti sejenak.

Pintu merah yang besar itu tampak dikunci dengan rantai dari luar. Rantai tersebut terlihat rapuh, membuat pintu itu sedikit terbuka. Di balik celah yang sempit, suasana di dalam tampak sangat gelap. Namun, setelah menatap lebih lama, Elaria menyadari pemandangan yang mengerikan di balik kegelapan.

Sebuah mata besar, penuh kebencian dan kekuatan, menatapnya dari dalam kegelapan. Mata itu berkilauan dalam gelap, dan dari dalamnya terdengar geraman rendah, seperti suara monster yang menakutkan, "Haaaa, Calon Istriku."

Elaria merasa ketakutan yang mendalam, tubuhnya membeku sejenak. Kedua pelayan wanita, tampak tidak menyadari ketegangan yang menyelimuti Elaria, bertanya dengan nada lembut, "Ada apa, Dewi?"

Elaria tidak berani menjawab, hanya menatap pintu dengan tatapan kosong. Ketika dia menoleh kembali ke arah pintu yang mengerikan, bayangan misterius di balik kegelapan telah menghilang, meninggalkan Elaria dalam kegundahan dan ketidakpastian.

Setelah sampai di kamar yang besar, Elaria diperkenankan masuk oleh pelayan-pelayan itu. Ruangan tersebut luas dan megah, namun terasa dingin dan tidak nyaman. Pelayan-pelayan itu dengan hati-hati membawakan banyak buku ke dalam kamar, menumpuknya di atas meja besar di tengah ruangan. Buku-buku tersebut mencakup berbagai topik penting: panduan doa, tata krama seorang dewi, dan berbagai pengetahuan lainnya yang harus dikuasai oleh Elaria.

Pelayan-pelayan itu menjelaskan bahwa buku-buku ini adalah bagian dari pendidikan dan persiapan Elaria sebagai dewi, dan bahwa ia diharapkan untuk mempelajari semuanya dengan serius. Setelah selesai menjelaskan, mereka meninggalkan ruangan, dan suara gembok yang berat terdengar dari luar pintu, menandakan bahwa kamar tersebut kini terkunci rapat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 21 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Temple MontersWhere stories live. Discover now