Angin bertiup kencang, menerbangkan ujung piyama dan menggoyangkan helai rambutnya yang berantakan. Julian memandang langit gelap berbintang dengan pandangan kosong, menikmati sapuan kelopak sakura yang berguguran di sekitar halaman belakang villa pribadinya.
Cahaya lampu di ujung pekarangan menyorot langsung ke arahnya, menciptakan ilusi indah yang menggetarkan kalbu. Bulu matanya yang panjang melentik dengan baik; hidungnya lurus, menurun layaknya perosotan; bibirnya sehat, serta badannya yang tinggi lurus dengan kulit putih bersih terlihat memukau.
Sangat cantik.
Ezra yang baru saja ingin mengejutkannya tertegun, menelan ludahnya susah payah sebelum mengembalikan senyum nakal yang biasa dia gunakan.
"Yo! Menn, lo masih belom siap-siap ke arena balap?" Dia melambai, menggandeng helm full face baru yang mengkilap licin. "Hari ini anak-anak udah nyiapin pesta meriah sebagai perayaan ulang tahun lo!" katanya.
Suara hangat itu menembus rungu secara mengejutkan, membuat Julian terkesiap. Saat berbalik, dia menemukan pemuda jangkung berambut merah yang kini berdiri di hadapannya sedang menyeringai bangga.
Sesaat, pemandangan pemuda yang bahagia itu samar-samar mengingatkannya pada pemuda lain dari masa depan yang terduduk murung di atas kursi roda. Paranoid dan pemarah, selalu memintanya tetap tinggal bersama, juga mengutuk orang-orang dengan kasar.
Bagaimana dia bisa lupa? Kenangan yang tidak menyenangkan ini menyentuh hatinya dengan cara paling buruk. Ketika dia meninggal di kehidupan sebelumnya, apa yang terjadi pada Ezra saat itu? Apa yang terjadi pada 'mereka' saat itu?
Keheningan yang canggung membuat Ezra mengangkat alisnya kebingungan, menepuk bahu Julian sambil bertanya apakah dia baik-baik saja.
Julian tidak.
Dia tidak bisa baik-baik saja. Tetapi tetap menunjukkan senyum, memperlihatkan gigi taring kecilnya. Namun malam yang gelap tidak menghalangi Ezra untuk menemukan tatapan rumit yang dibuatnya, dan pikiran Julian terlalu sulit untuk diajak bekerja sama saat ini sehingga dia tidak menyadari apa yang disampaikan oleh anggota tubuhnya tanpa sadar.
"... gue gapapa," jawabnya serak, menganggukkan kepala untuk menegaskan kalimat tersebut.
Ezra diam, meremas bahunya beberapa kali sebelum menarik senyum. "Malem ini ga usah ikut balap, yok. Biar kita night date di rumah aja."
"Tiba-tiba?"
"Iya, berhubung anak-anak udah pada beliin kue. Kita rayain malem ini sambil main game, gimana?"
Julian mengerutkan dahinya, kemudian mengangguk. "Boleh, biar adain di rumah aja." Tanpa sadar teringat kejadian di masa lalu ketika dia secara tidak sengaja bertemu Jun di perayaan hari ini, Julian berpikir ada baiknya untuk tidak menimbulkan masalah seperti dulu.
Kebetulan sekali, pikirnya.
Ketika sadar setelah merenung beberapa saat, Julian memperhatikan Ezra yang bersiap memanggil anggota lain untuk mengubah rencana lewat telepon. Pemuda itu melirik, mengisyaratkannya untuk masuk terlebih dahulu dengan bahasa tubuh.
Julian balas tersenyum lega, melewatinya tanpa ragu-ragu dan membiarkan Ezra sendirian di luar.
Selepas kepergian Julian, Ezra menurunkan sudut bibirnya. Mengeluarkan korek api dan sebatang rokok, menyalakannya, kemudian menghubungi Sam untuk mengubah lokasi dan membawa beberapa makanan ringan untuk mengurangi stress.
"Tumben banget, kesambet lu? Pake minta bawain makanan segala, biasanya juga anti banget," ejek Viathan dari seberang.
Ezra memutar bola matanya tak peduli, melambungkan korek api di tangannya. Menghisap rokoknya sebentar dalam keheningan sambil mendengarkan orang di sisi lain berbicara.
"Bacot, pendek." Dia melirik pintu kaca yang menghubungkan taman belakang ke dalam villa, "cepetan," perintahnya tak sabar. Mematikan panggilan dan membuang sisa rokok ke tanah, menginjaknya, lalu masuk ke dalam untuk menunggu kedatangan yang lain.
🧩
A/n : -27 Juli 2024 + -6 Oktober 2024
Publikasi ulang.
🗣️🗣️🗣️ Gue sibuk banget asli, tapi kalau banyak yang doyan, ntar di-up tiap akhir pekan.
Luv u, emmuah 💋
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome Twain
Teen FictionJulian menghabiskan seluruh hidupnya untuk bersaing dan berusaha menjadi yang terbaik daripada kembarannya dalam hal apapun, hanya untuk mati sia-sia akibat serangan jantung. Setelah terlahir kembali, remaja itu akhirnya melepaskan seluruh angan-an...