Pengelak handal Taevinie

226 19 17
                                    

Lee Taevin si belut licin licik itu!

Joowan menendang tumpukan sampah di hadapannya. Musim panas sangat menyengat malam ini, keringat membasahi baju tanpa lengan Joowan. Tangannya yang berlapis sarung tangan memungut sampah sisa-sisa pesta malam mahasiswa baru.

“Huek! Siapa yang ngeludah di gelas?” Joowan berseru marah.

Joowan menutup hidungnya dengan ujung lengan, menahan diri untuk tidak muntah saat itu juga.

Kulit putihnya tampak memerah, licin oleh keringat. Rambutnya basah dan menempel ke sembarang arah di keningnya.

Masih dengan menggerutu Joowan mengikat gunungan sampah di kantong sampah hitam kemudian mulai mengelap meja.

“Looking good, there.”

Joowan hampir saja mengumpat, badannya melonjak beberapa senti dari tempatnya berdiri. Dia pikir semua orang sudah pergi, meninggalkannya sendiri mengurus sampah yang jumlahnya tidak berkeprimanusiaan.

“Why are you still here?”

Ahn Sia. Mantan ke lima Joowan di tahun keduanya kuliah di sini. Ahn Sia besar di Amerika, baru kembali ke Korea untuk kuliah. Bahasa Koreanya sebaik keahlian Joowan menaklukkan Taevin. Buruk sekali.

“Just because,” kata Ahn Sia cuek sambil menghembuskan asap rokok ke arah Joowan.

Ahn Sia, satu-satunya mantan Joowan yang masih mau berhubungan baik dengannya (well, jika saling beradu argumen termasuk dalam hubungan baik) setelah mereka putus. Ahn Sia sama seperti Joowan, tidak menganggap hubungan mereka serius.

“It’s late, just go home already.” Joowan memperingatkan Sia, tangannya masih mengelap meja dengan kasar.

“I moved to the dormitory, it’s literally right there.” Sia menyentak rokoknya, membiarkan abu rokok jatuh ke meja yang sedang dibersihkan Joowan.

Mata Joowan mengikuti gerakan abu rokok yang terjatuh ke meja dan mendesah. Rupanya Sia masih menyimpan dendam padanya.

“So, you’re here not to help me.”

“Oh, please,” Sia tertawa terbahak-bahak seolah Joowan baru saja mengatakan lelucon terlucu sedunia. Suara tawanya menggema membuat sekujur tubuh Joowan merinding.

Joowan melirik kaki Sia yang dibungkus Converse merah dan mengeluarkan napas lega. Masih menapak.

“It’s been how long? Five? Three months?” Tanya Sia, dia membuang puntung rokoknya sembarangan tanpa peduli sign “fire hazards!”

Joowan cepat-cepat menginjak puntung rokok di lantai dengan sepatunya.

“What do you mean?” tanya Joowan.

“You’re still single.”

“Sorry, not interested.”

“Huh?”

“I don’t date the same person twice.”

“This is why Taevin doesn’t like you.” Sia menatap Joowan jijik.

“Hey, take that back!”

“what is your deal with Taevin?”

“Nothing, I like him and want to date him.”

“Don’t play with him if you’re not serious.”

Joowan melempar lapnya menyerah membuat meja itu bersih. Dia menatap Sia sambil bertolak pinggang.

“Do you like him too? I don’t know we have the same taste in men.”

“No, I don’t. I just don’t want him to be your new toy.”

Sesaat untuk Selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang